Melihat anak lain tertawa di atas bahu ayah mereka, atau saat mereka menangis di pelukan ibu mereka, benar-benar membuatku iri. Aku berharap ada yang setidaknya mengelus kepalaku dan bertanya apa yang ingin ku makan hari itu. Tapi bayangan seperti itu adalah hal yang mahal bagi anak yatim piatu sepertiku. Meskupun aku tahu tidak mungkin bagiku untuk merasakannya, tapi cukup melihat Boram yang menghabiskan waktu menyenangkan bersama keluarganya, terkadang membuatku membayangkan bagaimana jika aku juga memiliki keluarga. Apa aku bisa tersenyum seperti itu juga?
"Mama! Di sana ada penyewaan kelinci! Boram juga mau bermain dengan kelinci!"
"Tentu saja, tunggu di sini. Biar Bibi Ahn yang mengambilkan untukmu. Minho juga mau?"
"Aku juga!"
"Eh!? Ayah juga? Tapi ini kan untuk anak-anak."
"Memangnya ada aturan orang dewasa tidak boleh main dengan kelinci? Kalau begitu biar ku beli semua kelinci itu beserta kandangnya supaya kita bisa bermain sampai puas! Hahaha!"
Bukankah ini momen yang ku alami saat liburan kelas 2 SD? Entah kenapa tiba-tiba saja aku melihatnya lagi. Ah.. apa ini mimpi?
Wanita paruh baya dengan setelan pengasuh profesional itu kembali membawa satu kandang berisi empat ekor kelinci. Saat itu aku hanya bisa melihat mereka berempat bersenang-senang dari kejauhan, bersama dengan beberapa orang pelayan yang dibawa serta oleh keluarga Park saat mereka berlibur ke Gardens of Versailles, Perancis. Sudah satu tahun sejak aku tinggal bersama dengan mereka. Semua atas keinginan Boram. Hal itu juga yang membuatku berada di tempat ini sekarang. Meskipun Boram bilang ingin mengajakku berlibur bersama, tapi sejak kami meninggalkan Korea, gadis itu tampaknya sudah tenggelam dalam keseruannya sendiri, sampai-sampai ku kira dia sudah sepenuhnya melupakan kehadiranku.
Saat itu aku berusaha meyakinkan diriku bahwa aku baik-baik saja. Bahkan bisa dibilang, aku termasuk sangat beruntung. Anak-anak di panti asuhan tidak mungkin mendapatkan kesempatan berlibur ke berbagai negara, seperti yang ku lakukan sekarang. Kalau bukan karena Boram dan keluarganya, aku pasti akan menghabiskan liburan sekolah dengan kerja bakti membersihkan panti, atau bekerja di perkebunan. Tapi mungkin itu ada baiknya. Di taman bunga yang sangat indah ini ada begitu banyak keluarga yang sedang bersenang-senang. Membuatku yang bukan siapa-siapa ini semakin merasa kesepian.
Aku hanya bisa menundukkan kepalaku. Berpikir apakah Boram sudah lupa kalau aku juga ada di sini. Lalu saat itu, tiba-tiba seseorang mengelus kepalaku dengan lembut. Aneh sekali. Aku yakin selama liburan kali itu tidak ada yang melakukan hal itu padaku.
Aku coba mengangkat kepalaku, dan wajah seorang wanita cantik berambut hitam dan bermata ungu tampak tersenyum lembut kepadaku.
Apa ini? Tiba-tiba saja pemandangan di sekelilingku berubah. Boram dan semua orang menghilang. Aku kembali ke kediaman Asteris. Di taman dengan paviliun beratap bunga wisteria, bersama seorang wanita yang belum pernah ku lihat sebelumnya.
"Estell? Apa yang dilakukan putri kecilku di sini sendirian?" tanya wanita itu. Suaranya yang lembut menggelitik telingaku.
Apa aku tidak salah dengar? Di baru saja memanggilku putrinya.
"Estell yang bilang ingin piknik di bawah pohon ek, bahkan sampai membuatkan kue pie kesukaan ayah juga. Kenapa malah duduk di sini? Ayo, sayang. Ayah dan kakakmu sudah menunggu."
Aku tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi tubuhku terasa bergerak sendiri mengikuti wanita itu. Tangannya yang menuntunku terasa sangat hangat.
"ESTELL!" seorang pria tiba-tiba saja berlari mendekat dan mengangkat tubuhku ke udara.
"Astaga Aiden! Hati-hati! Kau membuat putri manisku terkejut!" seru wanita berambut hitam. Dia memarahi pria yang baru saja mengangkat tubuhku dnegan begitu mudahnya dan mendudukanku di atas bahunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroine's Back
FantasyAku hidup sebagai seorang figuran hanya untuk membuat sahabatku yang seorang heroine bersinar lebih terang. Hingga suatu hari aku tewas setelah menyelamatkannya dari kecelakaan. Ku kira hidupku yang tidak berarti ini akhirnya berakhir, tapi aku just...