Chapter 6 [Kediaman Asteris]

1.1K 190 5
                                    

Gelap, lembab, dan dipenuhi aroma besi berkarat yang menusuk hidung. Itulah yang ku rasakan saat pertama kali terbangun di ranjang keras sel tahanan kediaman Asteris, dan orang yang membuatku bisa berada di tempat ini, siapa lagi kalau bukan Ravis Asteris.

Kemarin, setelah Ravis gagal membujukku untuk ikut ke Aldein, dia akhirnya setuju untuk pulang dan memintaku mengantarnya menemui para prajurit. Aku kira anak itu sudah menyerah, rupanya dia berencana menjebakku. Tepat saat para prajurit Asteris melihat kami berdua, Ravis langsung berteriak meminta tolong. Dia bertingkah seakan-seakan akulah orang yang sudah menculiknya. Aku terlalu terkejut sampai tidak sempat kabur dan berakhir di tangan Leonard Ardere. Pria itu meringkusku dan membuatku pingsan. Saat tersadar, aku sudah berada di sel tahanan ini.

"Bodoh sekali. Harusnya aku tidak mengikuti anak itu." gerutuku kesal. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku sekarang. Aku harus segera keluar dari tempat ini sebelum situasinya bertambah buruk. Tapi entah kenapa sejak tadi sihirku tidak berfungsi.

Di tengah kekalutan itu, terdengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat.

"RAVIS!" kagetku saat melihat sosok yang muncul dari balik kegelapan lorong. Anak itu tidak sendiri. Dia bersama dengan pria kepala merah yang sudah menangkapku.

"Jaga sikapmu di depan Tuan Muda." sebut Leonard dengan nada penuh intimidasi. Benar-benar berbeda dengan dirinya yang mengetuk pintu rumahku kemarin sore.

"Maafkan saya, tuan. Tapi sepertinya ada kesalahan di sini. Saya tidak mengerti kenapa Anda mengurung saya." sebutku membela diri. Bagaimanapun Ravis menuduhku, mereka tidak punya bukti.

"Jangan harap bisa menipuku untuk kedua kalinya." sebut Leonard. Dia tampak sangat kesal. Sepertinya dia kira aku sudah mengelabuinya tempo hari.

"Turunkan pedangmu, Kapten Leonard." pinta Ravis. Anak itu berjalan mendekati sel ku.

"T-tuan muda, tolong jangan terlalu dekat." Leonard terlihat cemas.

"Tidak apa-apa. Ada penyegel mana di lehernya, dia tidak akan bisa melakukan apapun." sebut Ravis yakin.

Aku segera meraba leherku. Pantas saja aku tidak bisa mengaktifkan sihir, rupanya kalung kecil ini yang menekan aliran manaku sejak tadi. Ravis pasti sudah memberitahu Leonard soal kemampuan sihirku. Apa dia juga mengatakan sesuatu tentang mata perakku?

Aku menunduk dalam. Sejak kedua orang itu datang, aku terus membiarkan poniku tetap menutupi sebagian wajah, agar tidak ada yang bisa melihat mata perak yang merepotkan ini.

"Anda pasti senang sekarang, Tuan Muda." ujarku tersenyum pahit.

"K-kenapa tiba-tiba cara bicaramu jadi sopan begitu?" kaget Ravis. Selama ini aku memang pernah tidak bersikap formal di depannya, seperti yang seharusnya dilakukan rakyat biasa di depan seorang bangsawan.

"Tentu saja karena Anda adalah seorang bangsawan, dan saya hanya orang rendahan." jawabku berusaha sabar. 

Aku benci harus merendah di hadapan bangsawan, apalagi jika dia adalah anak licik yang sudah menjebakku. 

"Apakah tuan muda senang mempermainkan saya? Apa salah saya sampai saya harus mendapat perlakuan seperti ini?" tanyaku serius. Jika Ravis melakukan semua ini hanya untuk menyeretku ke Aldein, aku tidak akan memaafkannya.

"I-itu karena.. k-kau sudah melakukan kejahatan!" jawab Ravis. 

"Kejahatan apa yang sudah saya lakukan, tuan muda?" tanyaku lagi.

"I-itu.. k-kau.." Ravis terbata-bata menjelaskan. Leonard pasti sangat bodoh sampai bisa tertipu aktingnya yang payah ini. "K-kau.. menahanku di rumahmu! Kau pasti ingin meminta tebusan karena tahu aku dari keluarga bangsawan!" tuduh Ravis.

Heroine's BackTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang