"Jenna, apa kau tidak kemana-mana hari ini?" tanyaku. Gadis itu masih berkelumun dalam selimutnya.
"Hmmn.. Lima menit lagi.." igau Jenna setengah sadar.
Kami baru saja sampai di Kota Bardatt malam tadi. Setelah perjalanan panjang selama 5 hari dari Kota Rayes, tentu saja Jenna pasti masih masih sangat lelah.
"Kalau begitu aku pergi ke kota dulu. Kau jaga rumah ya." sebutku sebelum pergi meninggalkan kediaman tua yang kami sewa tidak jauh dari gerbang Kota Bardatt.
Kota ini adalah lokasi terakhir yang ku kunjungi dalam petualangan mengumpulkan batu luminas. Tidak seperti kota-kota yang sebelumnya ku singgahi, Bardatt adalah kota perdagangan yang bersebelahan dengan Kota Aldein, ibu kota Kekaisaran Calestia. Karena ada banyak orang-orang penting, seperti keluarga kaisar dan bangsawan dari ibu kota, yang sering mengunjungi tempat ini, karena itu penjagaannya menjadi sangat ketat.
Setelah berjalan melewati setapak yang membelah hutan, aku bisa melihat gerbang Timur Kota Bardatt. Tampak dua orang penjaga berseragam lengkap dengan pedang yang menggantung di pinggang mereka tengah berdiri di depan gerbang itu.
Untungnya kakek tua pemilik rumah yang ku sewa meminjamkan tanda pengenal milik keluarganya, tentu saja setelah aku menyuapnya dengan beberapa keping koin emas. Tanpa tanda pengenal ini, akan sulit bagiku keluar masuk Kota Bardatt. Terlebih lagi aku tidak bisa menggunakan sihir penyamaran di kota ini. Beberapa titik di Kota Bardatt dipasangi detektor mana. Benda itu akan berbunyi saat ada sihir tidak dikenal yang tertangkap oleh radarnya. Karena itu, kali ini aku menggunakan metode konvensional untuk menyamar, yaitu dengan tudung serta kacamata buram super tebal untuk menutupi mata perakku yang sangat mencolok. Selama ini aku hanya menutupinya dengan poni atau tudung. Tapi di Kota Bardatt yang ketat penjaaannya, aku harus ekstra hati-hati agar tidak menarik perhatian.
"Aku belum pernah melihatmu sebelumnya." Sebut salah satu penjaga gerbang saat aku tiba. "Tolong tunjukkan tanda pengenalmu."
Aku mengeluarkan tanda pengenal milik kakek pemilik rumah. Sebuah token kayu usang dengan nama keluarga si kakek yang terukir di atasnya.
"Jeff? Kau keluarga dari pemabuk tua itu?" tanya penjaga gerbang mengenali tanda pengenal yang ku berikan.
"I-iya Aku baru tiba dari Kota Rayes beberapa hari lalu." jawabku berusaha berakting senatural mungkin.
Penjaga itu menatapku dengan mata menyelidik. "Aku dengar keluarganya kabur beberapa tahun lalu. Apa yang membuatmu kembali?"
"I-itu.." aku berusaha memikirkan hal menyedihkan yang membuat mataku mulai basah, "M-monster.. hiks.. Desa kami belum lama ini diserang kawanan monster dan semuanya tewas.. hanya tinggal aku dan saudariku saja..."
Penjaga itu tidak akan bisa melihat mataku yang yang sembab karena tertutup kacamata tebal dan poni panjang. Jadi aku berusaha membuat air mata mengalir deras, tapi hanya setetes saja yang keluar. Segera ku seka wajahku dengan lengan baju agar terlihat kalau air mataku sedang membanjir deras.
Penjaga gerbang itu terdiam cukup lama. Semoga saja dia tidak bertanya lebih jauh setelah aku berakting sedramatis ini.
"Hei, ada apa di sini?"
Penjaga lain datang menghampiri kami. Aku harap dia tidak mempersulit posisiku.
"Siapa dia? Kenapa kau membuatnya menangis?" tanya penjaga itu. Sepertinya dia tipe yang mudah kasihan melihat wanita menangis. Aku beruntung.
"Gadis ini bilang dia keluarganya Jeff." jawab penjaga yang masih memegang tanda pengenalku.
"Jeff tukang mabuk itu? Bukankah keluarganya sudah lama pergi meninggalkannya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Heroine's Back
FantasiAku hidup sebagai seorang figuran hanya untuk membuat sahabatku yang seorang heroine bersinar lebih terang. Hingga suatu hari aku tewas setelah menyelamatkannya dari kecelakaan. Ku kira hidupku yang tidak berarti ini akhirnya berakhir, tapi aku just...