Senja sudah menampakkan jati dirinya, menunjukkan bahwa hari telah berganti menjadi malam. Yangyang menatap arloji yang ia beli dari hasil gajinya selama bekerja di butik milik keluarga Jung. Mungkin tidak menghabiskan uang gajinya untuk membeli barang mewah tersebut, karena ia menyisihkannya untuk uang kuliah dan juga orang tuanya.
Selama ini yang mengakomodasi kehidupannya adalah Jaemin, bahkan uang yang ia kirimkan kepada orang tuanya pun hasil uang dari Jaemin, lebih tepatnya menjadi simpanan seseorang. Namun setelah berakhirnya kontrak dirinya dengan Jaemin, Yangyang berusaha keras dari hasil jerih payahnya. Berawal dari sebuah cafe yang membutuhkan sebuah pelayan dan juga sebagai kasir, tertarik Yangyang melamar. Dari situlah, dirinya merasa ada kepuasaan karena Yangyang memberikan uang kepada orang tuanya dari keringatnya sendiri. Meskipun dulu, ia pun berkeringat jika sudah melayani anak dari keluarga Jung itu. Namun, hal itu sangat jauh berbeda rasanya.
Yangyang telah mengganti pakaiannya ingin menuju kampusnya karena dosen meminta perkuliahan malam. Setelah berpamitan kepada pegawai disana, dirinya memilih untuk berjalan kaki saja dari pada menggunakan bus. Karena akan memakan waktu yang cukup lama, apalagi jam segini biasanya akan dipenuhi oleh pekerja yang baru saja pulang bekerja. Yangyang tidak tahan berhimpitan. Untung saja jarak butik dengan kampus tidak begitu jauh, hanya menempuh waktu sekitar 35 menit ia sudah sampai pada gedung fakultasnya.
Saat sedang melintasi beberapa toko terkenal, Yangyang menatap seorang pria paruh baya yang berada di tengah-tengah lampu lalu lintas. Mungkin sedang membenarkan bawaannya yang begitu banyak. Jangan lupakan, ponsel yang ia apit antara bahu dengan telinganya. Si manis masih diam menatap pria paruh baya namun cantik tersebut. Ketika lampu sudah berganti merah, pria itu tidak menggubris teriakan semua orang disana karena terlalu fokus dengan ponselnya entah menelepon siapa.
Yangyang yang melihat mobil melaju dengan kecepatan tinggi dari arah kiri, langsung berlari kencang sebelum tubuh pria cantik itu terhantam oleh mobil sedan keluaran terbaru tersebut.
Bruk!
Pria cantik itu langsung terdiam namun hanya sebentar karena ia menatap penolongnya yang meringis kesakitan. Pria paruh baya itu melotot kaget dan langsung memeriksa keadaan Yangyang.
"Oh my god! Are you okay?!! Tolong! Siapapun panggilkan ambulan!"
"Yya! Tolong panggilkan ambulan bodoh jangan menonton saja!! Tunggu sebentar ya nak, ambulan akan datang menolongmu"
Yangyang mengangguk seraya membangunkan dirinya. Sebenarnya ia tidak mengalami kecelakaan fatal, namun entah kenapa tangan kanannya begitu nyeri dan sakit sekali meskipun hanya sentuhan. Pria cantik itu membantu Yangyang untuk duduk di trotoar namun seketika ia ikut teriak kesakitan karena mendengar teriakan Yangyang yang kesakitan akibat tangan kanannya.
"Aaakhh!"
"Aakkhh! Maaf maaf! Apakah ini begitu menyakitkan?! Aish! Dimana ambulan itu?! Hey kau! Apakah kau sudah menelepon ambulan?"
"S-sudah Tuan"
Pria cantik itu berdecak kesal dan mulai menghubungi cucunya. Entah apa yang dibicarakan, namun pria cantik itu sangat kesal dari nada dan raut wajahnya. Setelah memutus sambungan, pria cantik itu menatap Yangyang lembut dan merasa bersalah. Yangyang pun membalasnya canggung namun masih terlihat manis.
"Terima kasih ya, sudah menyelamatkan nyawaku. Mungkin jika tidak ada dirimu, aku sudah bertemu dengan Tuhan bahkan sudah duduk di pangkuannya. Terima kasih, eu-"
"Yangyang. Yangyang Liu"
"Aahh, Yangyang. Terima kasih Yangyang-ssi"
"Tidak apa, Tuan. Sesama manusia harus saling tolong menolong. Sudah menjadi tugasku sebagai manusia"
KAMU SEDANG MEMBACA
My Sugar Pain [JAEMYANG]
FanfictionBukan berisi kisah romantis dengan dibumbuhi banyak kemanisan di dalamnya. Tetapi berbanding terbalik dari semua hal itu. Bagaimana kisah ini dipenuhi oleh sebuah konflik yang begitu rumit dengan seseorang dimasa lalunya. Yangyang Liu, pemuda manis...