2. Ascella Finola

69 7 0
                                    

-Ascella POV-

Aku berlari disepanjang koridor, malas berurusan dengan mereka. Ntahlah, mungkin karena kemampuan yang aku punya, kemampuan yang membuat aku dilihat sebagai orang aneh karena hanya dengan melihat orang lain aku bisa saja tertawa terbahak karena mendengar pikiran mereka yang menurutku lucu.

Atau berbicara sendiri saat aku mendengar pikiran mereka yang tak aku sukai.

Mungkin orang lain tak tahu jika aku bisa mendengar pikiran mereka, hanya dengan cara melewati ataupun melihat kearah mereka. Hebat? Menurutku tidak, hal ini wajar. Semua manusia pasti punya kemampuan tersediri bukan?.

Kini disekeliling-ku terdapat banyak orang. Ah, pasti tentang pembunuhan itu. Bukan hal yang aneh, itu sudah biasa terjadi disekolah ini. Lagipula, aku tak peduli.

Untuk apa aku mempedulikan orang, yang tak pernah peduli padaku. Mereka hanya bertanya 'Kenapa' jika mereka ingin tau, bukan karena mereka peduli terhadap sesama.

Mereka melihat apa yang ingin mereka lihat, dan mereka akan mendengar apa yang ingin mereka dengar. Sungguh! Aku malas berurusan dengan orang seperti itu.

"Ascella!" Ah, itu suara Bara pria psikopat yang rencana-nya selalu gagal. Aku menoleh kearahnya.

"Apa?" Tanyaku, enggan mengeluarkan suara.

"Lo, kok keliatannya nyantai banget? Disaat orang-orang mikirin siapa pembun--" aku sudah tau apa yang ingin dia ucapkan tanpa, harus mendengar kalimat itu dari mulutnya. Jadi lebih baik aku pergi ke kelas.

Dan menjawab pertanyaannya dengan berteriak "Ngapain juga gue ngurusin mereka, orang mereka aja pada gak peduli sama gue".

Mungkin kalian akan berpikir bahwa aku adalah orang terjahat didunia ini, karena tak pernah peduli dengan orang lain. Tapi itu benar! Sangat benar bahkan. Aku sangat malas berurusan dengan orang-orang itu.

Mereka munafik, egois, dan fake. Mereka selalu (sok) baik dihadapanku, padahal aku tahu jelas apa isi pikiran mereka. Mereka membosankan.

Namun, aku tau isi pikiran Bara, dia ingin membalas dendam kepada siapapun orang yang suka menghina-nya, atau orang yang tak dia sukai. Sama sepertiku, akupun selalu mempunyai rencana yang tak pernah terduga sama sekali. Rencana membalas dendam kepada semua orang munafik disekeliling-ku tanpa memandang usia atau apapun itu.

Tapi terbesit 1 nama, dipikiran-ku saat berhadapan dengan Bara tadi, Nathan Auriga. Berarti hari ini aku harus mencari Nathan? Baiklah akan aku cari.

"Cell, ini pasti kerjaan lo lagi-kan?" Tanya seseorang, dari sampingku. Yang membuatku membuyarkan pikiranku dan mau tak mau harus menoleh kearahnya.

Disampingku sudah ada Tiara, dengan beberapa cetak foto digenggamannya. Bermaksud, ingin menunjukan foto itu padaku.

Aku memperhatikan satu persatu dari foto itu, lalu tersenyum dan mengangguk meng'iya'kan pertanyaannya tadi.

"Tuh Kan! Cuma lo yang bisa ngerjain beginian dengan rapih." Ucap Tiara, dan jalan beriringan denganku menuju kelas.

Aku akan menceritakan sedikit tentang Tiara. Tiara Aglaia. Dia adalah temanku, Ralat! Aku terpaksa berteman dengannya. Dia tak sebaik yang kalian bayangkan. Cantik? Tidak, dia hanya putih. Baik? Tidak, tak ada orang baik didunia ini, bahkan orang tua-pun tak segan-segan untuk membunuh anaknya kapanpun mereka mau. Tak percaya? Kalau memang kalian tak percaya, lebih rajinlah menonton berita ditelevisi. Dan dia.... munafik!.

Sudahlah, kurasa hanya itu yang harus kalian ketahui tentang dia.

"Woy! Lo ngedengerin gue ngomong gak sih Cell?" Lagi-lagi Tiara, membuyarkan pikiranku. Sepertinya aku memang tak bisa berpikir jika sedang berada didekat dia.

"Iya, gue dengerin" ujar-ku malas.

"Emang tadi gue ngomong apaan coba?" Tanya-nya, dengan tatapan membunuhnya. Memangnya jika dia seperti itu, aku akan takut padanya gitu? Tidak! Yang benar saja, seorang Ascella Finola harus takut pada Tiara Aglaia? Seorang gadis yang tak sebanding denganku.

Aku menatap Tiara sejenak mencoba membaca apa yang ada dipikirannya.

"Gue, heran sama lo. Sampai kapan lo mau kayak gini terus? Emangnya lo gak cape apa? Dan blablabla. Benerkan?" Tanya-ku sambil membaca pikirannya.

Dia mengangguk dengan mata berbinar, "ah, ternyata lo denger semuanya. Gue kira lo ngelamun".

Aku memutar kedua mataku, dan berlalu meninggalkannya. Aku tak jadi pergi ke kelas, lebih baik aku mencari Nathan sekarang.

***

-Bara POV-

Aku berlari menuju taman belakang. Dan, Binggo! Incaran-ku sudah mati tergeletak tepat didepan bangku taman, sepertinya aku terlambat lagi kali ini. Sudah 2 orang incaran-ku mati pada hari ini.

Aku berjalan mendekati Nathan yang sudah terbaring kaku dengan kedua tangan dan kaki terikat, dan kepalanya tertusuk bangku taman. Sehingga bangku taman tersebut menembus kepalanya hingga kebagian belakang.

Aku melihat sekeliling, dan mendapati Ascella sedang berjalan santai kearah taman ini dengan sebuah earphone yang menggantung dilehernya. Dia terkejut saat melihatku. Dan langsung berlari saat melihat Nathan yang tergeletak tak berdaya.

"Bar, gue gak salah liatkan?" Tanya-nya saat tiba disampingku.

Aku menggeleng, "Lo gak salah liat, dia beneran Nathan. Tapi lo jangan salah sangka, ini bukan gue yang lakuin! Sumpah!" Ucapku, ternyata pembunuh itu berhasil lagi membunuh siswa disekolah ini. Dan menggagalkan rencanaku lagi.

Ascella melihat kearah sekeliling, sepi. Ditaman ini hanya ada aku dan dia. Tak ada orang lain lagi. "Tapi disini cuma ada lo, pas gue belum dateng. Dan lo yang pertama berdiri dihadapan Nathan sekarang"

"Sejak kapan lo peduli hal kayak gini?" Tanyaku dengan nada yang terdengar menyebalkan, tumben sekali Ascella mau mengurusi hal seperti ini. Biasanya dia tak peduli dengan keadaan sekitar dan akan pergi begitu saja walau banyak orang yang memanggilnya.

"Gue gak peduli, gue cuma heran. Ngapain lo diem disini sendirian, tanpa manggil orang-orang. Kalo bukan lo pelakunya, lo bakal manggil mereka Bar!" Ascella, melangkahkan kakinya meninggalkan aku ditaman ini sendirian.

Apa aku harus memanggil guru atau teman-teman sekarang? Menurutku tak usah, mungkin Ascella sudah memanggil mereka lebih dulu. Lagipula aku yakin kalau mereka masih sibuk mengurusi kematian Leida tadi pagi.

Lebih baik aku memikirkan rencana ku sekarang. Aku tak mau kalau rencana-ku harus gagal lagi, sudah banyak incaranku yang mati ditangan pembunuh itu.

oOoOoOo

TBC!

Segini dulu yoo ^_^

Don't!!!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang