[6] Syukuran

14 6 0
                                    

~H a p p y R e a d i n g~

Bulan di langit tampak begitu terang bersinar cahayanya, ditemani bintang yang berkedip-kedip indah. Seorang gadis yang sesekali melihat ke arah jendela untuk mengintip bulan.

“Dek cepet dikit dong, lelet banget sih!!”

Teriakan tersebut membuat gadis itu dengan gesit memakai hijab warna biru dongker serasi pula dengan gamisnya, setelah ia memoleskan bedak di wajahnya.

“Sempurna,” ujarnya melihat dirinya sendiri di depan cermin.

Kemudian ia mengambil tas selempang menyampirkan di bahunya, lalu melangkahkan kakinya keluar.

“Cantiknya anak bunda,”

Gadis itu pun tersipu malu, ia mengucapkan terima kasih ala-ala princess.

“Cepat naik dek,” gerutu seorang lelaki yang sudah berada diatas motor.

“Iya iya, sabar dong bang,” balasnya sembari mengerucutkan bibir.

Kedua orang tuanya hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan putra putrinya, Ando dan Aya.

“Mau selama apapun berdandan kalau orang jelek tetap jelek dek!"

Mendengar cibiran sang kakak membuat ia mencubit pinggang orang yang di depannya. Secara tidak langsung itu mengartikan, bahwa ia akhirnya tetap jelek. Jelek? Jelek dari mananya, ia yang cantik berwajah cute mirip princess bukan mirip barbie.

Ando mengaduh kesakitan atas cubitan sang adik. “Ya Allah dek, sakit lho ini,” Ando mengusap-usap pinggangnya yang terasa perih.

Aya mendengarnya bodo amat, salah sendiri siapa yang menyuruh mengganggu dirinya.

Melihat wajah sang adik yang cemberut dari kaca spion membuat ia terkikik geli, Ando tak kalah ganteng yang memakai baju kokoh dengan warna senada biru dongker dan memakai sarung bercorak.

“Dek coba tengok keatas sana,” suruhnya.

Dengan malas Aya mendongak menatap bulan yang begitu indah. Ando melirik ke belakang, “Cantik kan? Sama kayak adek Abang,”

Aya mendengar gombalan dari abangnya memutar bola mata jengah tetapi tetap tersenyum kecil.

Tidak lama mereka sampai ditempat tujuan, lekas Aya turun dari motor lalu menghampiri sang Bunda kemudian disusul oleh Abang serta Ayahnya.

“Assalamualaikum!”

“Wa'alaikumsalam!”

“Ayo silahkan pak Andi dan buk Ayla,” ajak Yanto, bapak Ayub.

“Iya Pak Yanto, terima kasih,” balas Andi.

“Maaf nih Pak, Buk, kami telat datang. Biasa kalau ada anak gadis dandannya lama,”

“Aduh-aduh Buk Ayla belum telat kok, acaranya pun belum dimulai,” ujar Raya diselingi tawa.

Aya tersenyum kecut lalu mendumel dalam hati, bisa gak sih bundanya jangan terlalu jujur kan dia jadi malu.

Setelah menyalami kedua orang tua Ayub alias calon mertuanya, ia pun bergelayut manja dengan Raya, Umi Ayub. “Umi, Aya cantik kan?”

“Cantik lah, masa enggak!” balasnya sendiri mereka pun tertawa.

Saat didalam Aya duduk di dekat umi Raya dan sang Bunda. Ia tersenyum saat melihat Ayub yang tampan menggunakan baju kokoh berwarna abu-abu tua. Tak disadarinya bahwa di samping Ayub terdapat Tina yang memakai baju gamis senada berwarna abu muda.

Reinata Ayana [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang