[7] Aya Pingsan

14 6 0
                                    

~H a p p y R e a d i n g~


“Malam ini Aya, calon mantu Abi cantik banget deh, ya gak Yub?” guyonan Abi Yanto saat mengantarkan keluarga Aya dan Tina kedepan rumah.

Sekarang tinggal mereka yang tersisa, para tamu sudah setengah jam lalu meninggalkan rumahnya.

Ayub menoleh kearah Abinya, lalu mengangguk dan mengiyakan ucapan Yanto. Sedangkan Aya tersenyum lebar melihatnya.

“Iya apanya Yub?” goda Yanto pada anak sulungnya.

“Iya bener kata Abi,” balasnya tenang.

“Emangnya Abi ngomong apa?” tanya Abi lagi.

Mereka semua yang melihat Yanto menggoda sang anak terkekeh kecil, berbeda dengan Tina hanya diam menunggu.

“Kalau Aya malam ini cantik,” ujar Ayub melihat sang Ayah.

Aya sontak memegang kedua pipinya yang memerah lalu tersenyum manis, wajahnya tak henti-henti berseri mendengar pujian Ayub. Jantungnya berdetak tak seirama, “Bang Ayub tanggung jawab, Aya meleleh lho Bang!”

***

“Auukhh,” pekiknya merasa sakit saat lengannya dipukul. Ia pun menatap sebal ke arah sahabatnya yang membuyarkan lamunan semalam.

Hari Senin setiap paginya acara rutin yang sering dilakukan yaitu upacara bendera. Sekarang siswa-siswi SMA Satu Bangsa berbaris rapi mengikuti kegiatan upacara.

Mereka semua menunggu kapan selesainya pidato sang guru yang berbicara di depan, Aya dan Lea berbaris paling depan. Tidak seperti biasanya mereka di barisan depan, tentu dengan alasan mengawasi kedua guru disana. Iya mereka Ayub dan Tina yang memakai seragam cokelat yang senada dengan guru-guru SMA Satu Bangsa.

Hari Senin , hari ini matahari begitu terik naik menyinari bumi. Panas menyengat yang mereka rasakan, sebagian baju siswa pun ada yang basah banjir oleh keringat. Tidak hanya itu barisan di belakang melepas topinya untuk berkipas, sedangkan yang di depan hanya mengusap peluh keringat yang selalu menetes di wajahnya.

Lea sedari tadi menatap sahabatnya yang sudah gelisah, “Aya muka kamu pucet banget, istirahat aja di belakang,” bisiknya pelan sembari menarik lengan sahabatnya.

“Gak papa, Aya kuat kok,” balas Aya.

“Kuat kuat dari mananya, kalau capek gak usah-” gerutuan Lea terhenti diganti dengan pekik kan panik melihat sahabatnya yang mulai jatuh tumbang ke bawah.

Dengan cepat dia menyanggah tubuh Aya, teman-temannya dengan sigap membopong Aya kebelakang dimana ada tempat siswa yang sedang beristirahat karena tidak enak badan.

“Itunya mana woi?” tanya Lea pada siswi yang mengoleskan minyak kayu putih pada sahabatnya.

Petugas kesehatan itu pun bertanya apa, “Aish kok gak disiapin sih, itu loh yang untuk ngangkut orang nah. Apa sih namanya aku lupa!” pekiknya khawatir.

Lea melihat seorang dari jauh menghampiri mereka, tenyata itu gurunya. Ia pun sontak berbisik pada siswi yang disampingnya.

“Kenapa dia?” tanya sang guru.

Reinata Ayana [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang