Kelas berakhir dengan sangat lambat. Hari jumat memang berakhir seolah begitu lama karena Mrs. Smith yang mengajar. Wanita berusia penghujung empat puluh itu dikenal tegas, tepat waktu dan selalu melakukan apa pun sesuai peraturan. Tidak pernah terlambat masuk kelas, atau pun keluar kelas. Julukannya adalah Penyihir.
"Kenapa Smith harus mengajar di hari jumat. Sialan!" gerutu salah satu teman kelas Ryan.
"Jika dia mendengar kata-katamu. Kau akan masuk kuali dan dia akan menjadikanmu kuah untuk makan malam!" sahut teman lainnya membuat lelucon.
Sebenarnya itu bukan sekadar lelucon. Semua orang tahu Mrs. Smith sangat perfeksionis dan tidak pernah melakukan kesalahan selama mengajar di sekolah ini. Setiap siswa yang berurusan dengannya tidak pernah hidup tenang, bahkan ketika masalahnya sudah selesai. Seolah Mrs. Smith akan terus membahas hingga menyerang mentalnya. Maka, tidak ada seorang pun yang berani membuat masalah dengannya.
Ryan bangkit dari kursi dan segera meninggalkan kelas. Ia mengenakan jaket hitam kesayangannya dan mengenakan tudung hingga menutup kepalanya. Setelah memasang handsfree yang baru ia beli, ia akhirnya berjalan tenang menuju parkiran.
"Mr. Marrison...." panggil seseorang dari belakang. Namun, Ryan tak menoleh. Ia berpikir tidak ada orang yang berkepentingan untuk mengenalnya apalagi memanggil namanya. Mungkin ia salah dengar.
Langkah Ryan terhenti sekali lagi ketika seorang pria menghalangi langkah dengan tubuh besar tepat di depannya. Pria itu bertubuh tinggi kekar dengan kulit kecokelatan, mata besar yang bulat sempurna dan pakaian yang serasi.
"Ryan Marrison?" tanya pria itu memastikan.
Tak langsung menjawab, Ryan hanya mengeraskan rahang lalu mengangguk pelan dan mengiyakan. Diam-diam Ryan menyadari posisinya terpojok. Koridor-koridor yang ramai mulai sepi dan meninggalkan beberapa siswa saja. Termasuk Ryan dengan orang-orang yang menahannya kali ini.
"Ada apa?" tanya Ryan akhirnya.
Pria di hadapan Ryan melirik ke arah kedua rekannya seolah mengisyaratkan sesuatu. Hingga, Ryan terpaksa disuruh masuk ke sebuah ruangan yang sudah kosong, ruang astronomi.
Sementara mereka bertiga tidak begitu fokus padanya, Ryan langsung mengambil sesuatu dari saku samping punggungnya. Ia memasukkannya ke kantong dan ikut serta dalam permainan ini. Ia ingin menguji setidaknya sepanjang apa jalan cerita yang akan ia lihat.
"Kau ingat kita?" tanya gadis berambut hitam panjang sepinggang. Jujur saja, ia sangat cantik dengan kemeja putih panjang kebesaran yang tiga kancing bagian atasnya dibuka hingga menampakkan belahan dadanya. Sementara, ia mengenakan rok mini jin yang sangat pendek mengekspos hampir seluruh kakinya yang putih dan jenjang.
"Yeah. Kita pernah bertemu dua hari yang lalu," jawab Ryan dengan tenang.
Satu per satu orang ia pindai. Ingatannya yang tajam cukup membantunya untuk ini. Meskipun mungkin tidak akan berguna juga.
Suasana ruangan agak tegang. Apalagi Ryan disuruh duduk, sementara ketiga orang lainnya berdiri mengitarinya. Seolah Ryan adalah terdakwa yang diinterogasi oleh pihak berwenang.
Satu-satunya pria menatap Ryan dengan tajam. Jenggot tipis di area wajahnya membuatnya bertambah sangar, apalagi tubuhnya sangat mendukung. Lucunya, Ryan membayangkan posisi pria itu di grup. Mungkin saja seorang tukang pukul.
"Wah, lumayan lama juga. Dan, kita baru menemukanmu!" seru gadis berkulit hitam tegang.
Kini giliran tatapan Ryan jatuh ke gadis jangkung berkulit hitam di sebelah kirinya. Ia mengenakan kaus kuning tanpa lengan dan celana jin panjang ketat. Rambut keriting kribonya ia ikat ke belakang dengan rapi. Jujur saja, ketika dua orang lainnya memiliki gaya terbaik, maka ia kebalikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Complex (ONGOING)
Romance🇺🇸 🇺🇸 Ryan, pria paling pendiam dan tidak punya teman itu mau tidak mau setuju menjadi kekasih pura-pura Joe dengan sedikit ancaman. Joe yang sakit hati hanya ingin membalas dendam pada mantan kekasihnya, Ben, melalui Ryan. Namun, ia tidak tahu...