Nicholas mendorong pintu mobilnya hingga seseorang masuk, Ryan. Suatu hal yang tidak biasa terjadi, seperti halnya kemunculan Komet Halley.
"Bagaimana kau tahu nomorku?" tanya Ryan seraya mengenakan sabuk pengaman.
Nicholas segera melajukan mobilnya tanpa menjawab pertanyaan Ryan. Teman sekelas itu memang hampir tidak pernah saling mengobrol, kecuali jika diharuskan. Namun, bagaimana pun juga, Nicholas membutuhkan sesuatu.
"Mr. Bingham menyuruhku menghubungimu," ujar Nicholas membuka percakapan.
Ryan menoleh ke arahnya seolah menunggu kelanjutan dari ucapan Nicholas. Tidak biasanya Nicholas mengurusi urusan orang lain, apalagi saat ini keduanya sama-sama di masa akhir sekolah yang setidaknya perlu menjaga kepribadian masing-masing.
"Beliau bilang, kau harus berhenti melakukan apa yang kau lakukan sekarang," lanjut Nicholas membuat Ryan refleks memegangi kepalanya.
"Kau hanya ingin mengatakan hal seperti ini?" tanya Ryan sarkastik.
Tak langsung menjawab, Nicholas melirik sekilas pada pria di sebelahnya. Keduanya hampir serupa, tidak memiliki teman dan pendiam. Namun, ada sesuatu yang dipikirkan Nicholas lebih dari itu.
"Kau paham maksud ucapanku?" tanya Nicholas memastikan.
"Sudah kubilang kalau aku kebetulan mendapatkan nilai rata-rata. Siapa yang ingin berada di tengah-tengah jika teratas lebih baik?" tegas Ryan meyakinkan.
"Kau. Kau ingin berada di posisi itu," tukas Nicholas tak mau kalah.
Akhirnya, Ryan menoleh ke pria mungil di sampingnya. Selain Joe, ada satu orang lagi yang tiba-tiba muncul. Seperti tarikan magis, seolah semua orang mulai tertarik ke arah Ryan. Kalau-kalau itu menyenangkan tak masalah, namun ini begitu mengganggu.
"Jika, ya. Apa itu terlalu mengganggumu?" tanya Ryan seraya menekan-nekan telapak tangannya menggunakan kuku-kuku jarinya satu sama lain.
Nicholas mendengus. Ia melajukan mobilnya lambat membelah keramaian kota. Seolah paham betul dengan apa yang dilalui, ia menembus jalanan dengan lancar tanpa penunjuk arah.
"Tentu saja. Kau terlalu mencolok saat melakukannya," tegas Nicholas dengan nada rendah.
"Apa terlalu jelas?" tanya Ryan lagi dengan nada yang lebih tenang.
Refleks, Nicholas menoleh dan kemudian tertawa mendengar jawaban tak terduga dari Ryan. Sesaat kacamatanya berkabut dan beberapa saat uapnya menghilang. Hingga, keduanya tertawa terbahak-bahak dengan sesuatu yang hanya mereka pahami.
"Kukira kau pintar!" ujar Nicholas membuat Ryan tertawa.
"Dan, kukira kau bodoh!" tukasnya tak mau kalah.
Entah apa yang dipikirkan keduanya kali ini.
***
Seraya berjalan gontai, Joe melangkah memasuki kantin. Kepalanya benar-benar sakit karena semalam. Entah bagaimana ia sudah berada di kamarnya yang nyaman. Jika membayangkan hal itu, ia ingat percakapannya dengan Jacob. Kakak bodohnya itu selalu bisa menjadi pelipur lara terbaik. Meskipun, lebih banyak hal yang tidak dapat diatasi.
Namun, lebih dari itu ada alasan lain yang membuat Joe bersemangat. Pria yang belakangan ini bersamanya dan selalu muncul di mimpinya beberapa hari. Tentu bukan mimpi yang lurus untuk seorang Joe. Ia perlu menjaga jarak untuk beberapa kali, meskipun lebih banyak ketidaksanggupan yang muncul.
Hari ini, Joe belum melihatnya. Ia perlu menahan diri untuk tidak bertemu setiap hari. Hingga, ia pun melangkah mendekati ketiga sahabatnya yang tengah duduk bersama. Ia mendekat dan duduk di sebelah Violet.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Complex (ONGOING)
Romance🇺🇸 🇺🇸 Ryan, pria paling pendiam dan tidak punya teman itu mau tidak mau setuju menjadi kekasih pura-pura Joe dengan sedikit ancaman. Joe yang sakit hati hanya ingin membalas dendam pada mantan kekasihnya, Ben, melalui Ryan. Namun, ia tidak tahu...