Sebulan yang lalu ....
Hari ini pertama kalinya ada seorang gadis yang datang untuk menemuinya. Terlebih dari itu, dia adalah gadis yang selama ini dipuja-puja Ryan, Violet. Rasanya seperti mimpi-mimpi yang sudah-sudah. Agak tidak masuk akal, namun terlalu nyata.
Ryan tampil sederhana namun rapi. Ia mengenakan kaus hitam polos lengan pendek, celana kolor abu-abu pendek dan sandal jepit dalam ruangan. Rambut agak panjangnya yang basah membuat siapapun tertarik. Walaupun agak mendadak, Ryan cukup merasa puas untuk penampilannya kali ini.
Violet berbalik karena kemunculan Ryan yang tiba-tiba. Tepat ketika hendak mendekati Ryan, langkah Violet oleng dan tubuhnya kehilangan kendali. Beberapa saat, ia hampir ambruk. Namun, refleks Ryan cukup baik dan dengan cepat mendekat lalu meraih pinggang Violet seraya menahannya agar tidak jatuh. Seperti adegan-adegan di film romantis, pikiran buruk Ryan berada di sana. Ia tidak ingin adegan ini berakhir dengan cepat.
"Uh, sorry!" ujar Violet seraya melepaskan diri dari Ryan.
Ryan dengan canggung tersipu. Ia berharap Violet tidak akan melihat tampang memalukannya itu, begitu pun untuk tak mendengar detak jantungnya yang berdebar dengan cepat. Selama hidup, inilah kali pertama Ryan merasakannya. Setelah jatuh cinta diam-diam, ia tak pernah mengharapkan sedekat ini dengan pujaan hatinya.
"Ada apa kau di sini?" tanya Ryan datar.
"Kau tahu kalau aku akan mengatakan sesuatu, bukan?" sahut Violet to the point. Ia bahkan tak sedikit pun memberikan kesempatan agar Ryan menangguhkannya.
Belum sempat menjawab atau sekadar bertanya lebih lanjut, Violet langsung mengeluarkan sebuah amplop putih. Ryan menunggu sesaat hingga gadis itu mengeluarkan beberapa lembar foto cetak yang sungguh membuatnya terkejut. Seolah disihir, Ryan tak berkutik untuk beberapa detik, ia menahan napas dan mengeraskan rahang. Ia bisa saja mengekspresikan amarah, namun ia lebih memilih untuk meredamnya.
"Waktu sekolah kita tinggal tiga bulan lagi. Aku rasa, kau tidak memiliki waktu untuk pindah sekolah di waktu-waktu seperti ini, bukan?" lanjutnya.
Tak langsung menjawab, Ryan menundukkan kepalanya. Ia memperhatikan lantai kayu yang berderit dengan beberapa bagian terangkat karena paku tidak menempel dengan sempurna. Hingga, pandangannya pun jatuh pada gadis yang tak beralas kaki. Kulit cokelat terang eksotisnya tampak cantik di bagian tumit.
"Aku akan menunggu jawabanmu," ujar Violet menyadarkan Ryan dari pikiran kotornya. "Aku tidak memaksamu. Aku memberimu pilihan. Hanya tiga bulan, Ryan. Ini tidak berat, kurasa."
Akhirnya, Ryan mengangkat kepala dan menatap tepat di sepasang mata Violet. Gadis itu tampak cantik dan menawan dilihat dari sisi mana pun. Sesuatu yang diharapkan oleh Ryan sejak beberapa tahun. Violet memang mempesona, menurutnya.
Hingga, Violet tak dapat lagi menunggu. Ia melangkah menuruni tangga dan menghilang di ujungnya. Namun, tidak dengan perasaan Ryan. Hal itu membuatnya semangat dan bergairah. Perlukah ia hanya menunggu kebetulan-kebetulan yang lain atau membuat suatu perubahan yang berarti?
***
Sudah pukul empat dini hari. Namun, Ryan tidak juga berhasil memejamkan mata. Komputer dan lampu kamar sudah ia matikan sejak tiga jam lalu. Hanya saja, itu tidak dapat membuatnya tertidur meskipun dalam gelap.
Selain mimpi buruk yang selalu mengendalikan pikiran saat tidur, kali ini ada mimpi buruk yang lain.
"Waktu sekolah kita tinggal tiga bulan lagi. Aku rasa, kau tidak memiliki waktu untuk pindah sekolah di waktu-waktu seperti ini, bukan?" tanya Violet sambil menyodorkan beberapa lembar potongan foto. Sebenarnya, ucapannya lebih dari sekadar pertanyaan atau pernyataan ancaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovely Complex (ONGOING)
Romance🇺🇸 🇺🇸 Ryan, pria paling pendiam dan tidak punya teman itu mau tidak mau setuju menjadi kekasih pura-pura Joe dengan sedikit ancaman. Joe yang sakit hati hanya ingin membalas dendam pada mantan kekasihnya, Ben, melalui Ryan. Namun, ia tidak tahu...