Alvin terkadang merasa bersyukur dengan pandemik yang masih terus terjadi sampai sekarang. Bukan dalam artian dia tidak memikirkan nasib korban jiwa yang berjatuhan tiap harinya, namun ada beberapa hal yang hanya bisa dilakukan di tahun-tahun darurat kesehatan ini.
Pertama, dia bisa berlama-lama menghabiskan waktu di rumah. Jika ada orang yang selalu mengeluh di sosmed, mengatakan bahwa mereka rindu nongkorng dengan teman-temannya, maka itu bukanlah hal yang perlu dicemaskan oleh Alvin. Sebab teknologi sudah mempermudah segala pekerjaan. Yang terpenting adalah listrik, wifi, gadget seperti komputer atau ponsel, dan dia bisa hidup selama 7x24 jam mengeram di dalam kamar. Sosmed sudah banyak jenisnya, belum lagi video game yang dikembangkan sudah memuat sistem komunikasi antara pemain dengan baik.
Alvin semakin betah untuk menatap layar secara nonstop.
Kedua, jika dia perlu menggerakan sendi-sendi yang keram atau butuh udara segar, dia bisa keluar dengan tenang, cukup mengenakan masker wajah ke mana-mana. Keuntungan yang paling utama adalah sulit dikenali. Sudah banyak kejadian di mana orang yang dia kenal tidak menyadari akan dirinya. Kalaupun ada, dia hanya diam dan mengacuhkan panggilan mereka dan pasti temannya mengira akan salah orang.
Alvin adalah introvert tingkat keras yang mecintai akan dirinya sendiri. Dia tidak ambil pusing dengan pikiran dan pandangan orang lain terhadap tindakan atau tabiatnya. Dia pun tidak terlalu peduli dengan sikap dan tingkah orang lain padanya.
Intinya, Alvin akan lebih memilih menghindari konflik antar manusia dan memilih menghilang begitu saja tanpa melawan.
Cemen? Apatis? Mungkin bisa dibilang seperti itu. Alvin sudah terlanjur larut dalam zona nyamannya dan takut untuk melangkah keluar dari sana.
Takut akan kemungkinan terburuk yang akan kembali terjadi seperti dulu. Dia bersumpah lebih memilih mati sendirian dibandingkan di tangisi oleh banyak orang. Biarkan dia beristirahat dengan tenang dan melebur bersama tanah sebagaimana seharusnya.
Di sebuah lapangan yang menyediakan fasilitas macam jalur jogging, tenis, bulu tangkis, dan area bermain anak-anak, Alvin berhenti di bawah pohon beringin rindang dan memulai merenggangkan badan serta pemanasan sebelum mulai berjalan santai sampai lima kali mengelilingi lapangan tersebut.
Pemuda itu memilih hari kerja untuk berolah raga karena jumlah pengunjung di sana sedikit dan pastinya, tidak akan ada orang yang mengenalinya berada di sana, di waktu itu.
Dia melangkah santai menikmati udara segar dan hangatnya matahari pagi demi kesehatan paru-paru dan tulangnya. Walau lambat dan tidak bisa melakukan jogging dengan ritme seperti orang-orang yang melewatinya seiring waktu, namun dia tetap fokus pada dirinya seorang. Apalagi dengan earbud yang dia kenakan di kedua lubang telinga untuk membendung suara mengganggu dari orang-orang di sekitarnya.
Sempat terdengar ada bocah yang mengawasi Alvin di ayunan dan menanyakan apa yang terjadi padanya, tapi pemuda itu mengabaikan dan menghampus bulir keringat di dekat telinganya, mempertegas bahwa dia 'memang' tidak bisa mendengar suara anak kecil yang penasaran itu. Pada akhirnya, setelah tiga kali putaran, bocah itu sudah tidak ada di area anak-anak. Sepertinya dia sudah pulang bersama orang tuanya dan Alvin menghela napas lega akan hal itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ON Series: Game Over (REPUBLISH-NEW CHAPTER)
ParanormalApa yang akan terjadi jika Metaverse atau alam semesta fiktif mulai mengambil alih realita sebenarnya? Alvin, seorang mahasiswa di Universitas Clarius Jaya, mengalami kecelakaan maut yang menyebabkan dirinya kehilangan kedua orang tua dan adiknya. A...