Babak 24: Tarot

52 18 0
                                    

Alvin merasa aneh dengan orang-orang yang membuang kehidupan seakan itu sekadar sampah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Alvin merasa aneh dengan orang-orang yang membuang kehidupan seakan itu sekadar sampah. Semenit sebelumnya, kehidupan itu ada di sana. Menit berikutnya, lenyap. Hanya gara-gara satu keputusan keliru. Kalau sebegitu tidak inginnya, bisakah mereka memberikannya kepada yang lain? Seperti ayah, ibu, atau adiknya? Kepada orang-orang yang nyawanya direnggut dalam sebuah bencana? Kepada mereka yang masih menghargai nyawa, lebih dibandingkan apapun?

Dunia benar-benar tidak adil. Manusia pun begitu.

Saat Alvin berada di masa pemulihan pasca kecelakaan, dia sempat ditanya dengan pertanyaan paling aneh yang pernah dia dengar. "Apakah terbesit pikiran untuk mengakhiri hidupmu? Atau keinginan menyusul keluargamu?"

"Tentu saja pernah! Pertanyaan apaan ini? Kamu ingin aku melakukannya? Sekarang?"

"Jadi, kamu akan melakukannya?"

Alvin terdiam, lalu satu menit kemudian dia berkata, "Aku tidak bisa melakukannya. Bukan karena takut, tapi aku sadar bahwa itu sia-sia."

Percakapan antara Alvin dengan seorang psikiater yang sedang bertugas itu berhenti begitu saja. Sebab Alvin memilih bungkam, membiarkan pertanyaan yang tersisa mengambang di udara sampai hilang sepenuhnya dari ingatannya.

Namun, setelah membaca surat wasiat Erik, yang membahas segala pengakuan dosanya, membuat kenangan itu kembali muncul kepermukaan.

Surat yang ditulis dengan coretan di sana-sini, seolah mencari kata-kata terbaik untuk menggambarkan seberapa menyesalnya Erik menjadi pengacara yang hidup dengan bertumpu dari penderitaan orang lain. Bagaimana bayang-bayang orang yang pernah dia sakiti kembali menghantuinya akibat permainan terkutuk yang entah dikirimkan oleh musuhnya atau bukan. Seluruh tindakan dan kecurangannya demi memenangkan orang kaya yang bersalah, atau sengaja kalah agar lawannya membayarnya dengan mahal, telah membuatnya buta dan lupa akan keadilan yang dulu pernah dia ingin jadikan sebagai acuan.

Apalagi bangunan kafe yang dia dirikan ini, hadiah yang ingin dia berikan kepada putri semata wayangnya ternyata adalah hasil dari itu semua. Akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya untuk menebus semua kesalahannya. Mengakhiri ikatan buruk di keluarganya agar mereka tidak ikut terjerat bersamanya.

Biarkan aku jatuh ke dalam lubang neraka. Sendirian. Karena itu, saya mohon ... untuk yang menemukan surat ini untuk membakarnya. Biarkan rahasia ini tenggelam bersama saya seorang.

Alvin mengigit bibir. "Egois sekali. Pak Erik ... sampai mati pun, Anda adalah manusia terburuk yang pernah saya temui. Sebab Anda malah memberikan keburukan Anda pada orang lain. Ikut menyeret mereka ke dalam kegelapan yang Anda buat sendiri. Memberi kami pilihan yang berat," ucapnya sembari melipat kembali surat itu dan mengatonginya.

"Apa kita akan menyerahkan surat itu ke polisi?" tanya Clarisa dengan nada dingin.

"Ja-jangan! Kasihan putri dan istrinya. Bukannya dia sudah meminta kita untuk membakarnya? Lebih baik kita turuti saja. Kita juga tidak mengenal siapa mereka jadi ini bukanlah permintaan yang sulit." Hana berusaha meyakinkan yang lain bahwa mengabulkan permintaan orang mati adalah tindakan terbaik.

ON Series: Game Over (REPUBLISH-NEW CHAPTER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang