Chapter 8 : Teganya Kau!

7.4K 62 15
                                    

Samar-samar, Melinda mendengar suara desahan dari dalam kamar.

"Ah, Mas. Lebih cepat lagi. Mmmhh," pinta Nara yang saat itu sedang berbaring telentang di atas tempat tidur, sementara Dicky sedang bergerak cepat di atas tubuhnya.

Perasaan Melinda hancur berkeping-keping mendengar desahan penuh kenikmatan tersebut. Tangannya bergetar di atas kenop pintu yang ingin dia tekan saat itu juga. Rasa marah dan ingin tahu bercampur aduk di dalam hatinya.

Inikah akhir pernikahanku? Inikah akhir cintaku dengannya? batinnya.

Saat Melinda sedang menahan marah dan perasaan bimbang di depan pintu, dua orang yang sedang memadu kasih tersebut bergerak semakin aktif berusaha mencapai puncak kenikmatan bersama, bahkan pujian pun terlontar keluar dari mulut Dicky beberapa kali.

"Ah, Nara. Kamu memang luar biasa. Rasanya sangat berbeda dengan Melinda," desah Dicky.

Dan hal yang lebih menyakitkan lagi bagi Melinda yakni sang suami membandingkan dirinya dengan wanita lain. Akhirnya, Melinda memutuskan untuk mendengarkan pembicaraan mereka dari luar sebelum memergoki mereka secara terang-terangan.

"Berbeda bagaimana, Mas?" tanya Nara sembari mengalungkan tangannya ke leher Dicky.

"Kamu sangat aktif dan selalu dapat membuatku puas sampai beberapa kali."

"Memangnya istri Mas tidak dapat membuat Mas puas?" tanya Nara.

"Kadang-kadang. Tapi, gerakan kamu emang yang paling mantap. Enggak salah memang aku memilihmu dulu di tempat Mama Ella," jawab Dicky.

"Mas bisa saja. Aku juga enggak salah memilih Mas jadi pacar. Lagi donk, Mas. Masa cuma dua kali?" pintanya seraya mendekatkan bibirnya pada bibir Dicky. Lalu, keduanya saling mencecap rasa dari bibir ranum masing-masing. Lidah Dicky menyusup masuk ke dalam mulut Nara dan menelusuri setiap incinya. Nara pun tak mau kalah, dia membelit lidah Dicky dan memainkannya hingga keduanya pun saling bertukar saliva.

Bagian tubuh bawah Dicky terus memompa milik Nara yang kesat dan sempit, sementara bibirnya menciumi bibir Nara yang mungil dan ranum. Peluh keringat dan napas yang berat seakan tak menghalangi keduanya untuk terus bergerak menikmati surga dunia yang tak ada bandingannya, terutama saat milik Dicky menyentuh titik terdalam milik Nara. Sensasinya bagaikan listrik yang mengalir ke seluruh tubuh. Suara gesekan kulit yang basah oleh keringat serta suara penyatuan keduanya yang basah oleh cairan percintaan menimbulkan suara-suara tersendiri yang mampu untuk membangkitkan gairah siapapun yang mendengarnya, ditambah dengan suara derit tempat tidur yang terdengar hingga ke luar kamar.

Air mata Melinda pun jatuh membasahi wajah cantiknya. Semua yang telah dia lakukan seakan tak berarti. Cinta dan perhatian yang diberikannya kepada Dicky seakan sia-sia. Pria itu bahkan tidak menghargai usaha dan cintanya di atas tempat tidur mereka. Dicky telah menodai tempat tidur mereka.

Melinda pun tak kuasa lagi untuk menahan diri. Ingin rasanya dia menghardik mereka berdua dan meminta penjelasan. Lalu, dia pun menekan kenop pintu ke arah bawah dan mendorong pintu ke dalam.

"Mas! Teganya kau. Dan kau, wanita jalang, beraninya menggoda suamiku," hardik Melinda.

Sontak masuknya Melinda ke dalam kamar membuat Dicky dan Nara terkejut bukan kepalang. Dicky yang hampir saja mencapai kepuasan, langsung mencabut miliknya dari lembah kenikmatan milik Nara dan berbalik, menatap sang istri yang selama ini dikhianatinya. Matanya terbelalak dan mulutnya menganga tak percaya.

"Melinda? A-a-" ucap Dicky terbata-bata.

"Inikah yang kau lakukan di belakangku, Mas? Apa kurangnya aku di matamu?" tanya Melinda sambil terisak.

Dadanya kembang kempis menahan rasa sakit yang tak tertahankan lagi. Amarah dalam hati bagaikan lava yang siap mendorong puncak gunung dan meluap keluar. Namun, Melinda tetap ingin melakukan semuanya secara elegan.

"Mengapa kau tahu aku di sini?" tanya Dicky seraya cepat-cepat meraih pakaiannya dan memakainya, sama halnya dengan Nara, dia pun cepat-cepat memakai pakaiannya meski tubuh mereka basah oleh keringat dan bagian intim Nara lengket oleh cairan sperma yang beberapa kali dikeluarkan oleh Dicky.

"Mas tidak perlu tahu. Jawab saja pertanyaanku," ucapnya.

"Mas bisa jelaskan ini di rumah. Ayo kita pulang," ajak Dicky.

Namun, Nara yang baru saja bertemu dan melihat sosok Melinda yang sebenarnya menjadi teringat tentang pertemuannya tadi pagi di tempat spa. Lantas, dia pun mendekati Dicky dan memeluk lengannya sambil berusaha menahan pria itu keluar dari kamar.

"Nara, lepaskan tanganku. Biarkan aku menjelaskan hal ini padanya," pinta Dicky.

Namun, Nara yang egois dan dikuasai oleh cinta menolak permintaan Dicky. Dia merasa berhak berada di samping pria itu, ditambah dia masih muda dan mampu memberinya keturunan.

"Nara," seru Dicky sembari berusaha membebaskan diri dari himpitan lengan gadis itu.

"Tidak, Mas. Aku ingin Mas tetap di sini. Lebih baik jelaskan semuanya sekarang juga di hadapanku," pinta Nara.

"Melinda, kupikir benar apa yang dikatakan oleh Nara. Mari kita keluar," ajak Dicky.

Melinda tidak ingin berbicara lebih banyak. Saat itu, ingin rasanya dia berteriak dan menghardik mereka, dua orang yang tidak tahu malu. Ingin rasanya dia mengeluarkan semua perkataan kasar yang tersimpan di dalam hati.

Tidak ingin berlama-lama, Melinda keluar dari dalam kamar dan duduk di ruang keluarga. Matanya menatap tajam pada dua orang yang kini dibencinya. Lalu, Dicky dan Nara duduk di hadapan Melinda saling berdampingan. Nara tak pernah melepas genggaman tangannya dari Dicky.

Menjijikkan, sungguh menjijikkan! Batin Melinda.

"Melinda, sebenarnya aku dan Nara sudah menjalin hubungan cukup lama. Kuharap kau mengerti dan kami hanya berharap kau dapat memaafkan kami. Aku tahu bahwa aku telah bersalah padamu, kau pasti sangat kecewa dan marah. Untuk itu, aku akan menerima semua keputusanmu," ucap Dicky seraya menunduk dan menatap lantai.

"Jadi, kau merasa bersalah? Apa kau tahu rasa sakit yang kurasakan saat ini? Di mana Dicky yang dulu pernah kucintai dan berjanji akan menemaniku selamanya?" tanya Melinda.

Dicky diam dan tidak menjawab. Melinda menangis dan menyeka kedua matanya beberapa kali. Hatinya sangat sakit. Kepercayaan yang dia berikan kepada sang suami, disalahgunakan begitu saja. Apa artinya cinta? Mengapa cinta begitu menyakitkan? Pikir Melinda.

Nara pun diam dan menatap Melinda serta Dicky bergantian. Tangannya terus memegang erat lengan Dicky dan sesekali kepalanya bersandar pada lengan sang pria.

Setelah cukup tenang, Melinda menarik napas dan menatap Dicky.

"Lebih baik kita bercerai, Mas," ucap Melinda.

Dicky mendongak, tak percaya dengan semua perkataan yang keluar dari mulut sang wanita yang pernah berjanji setia padanya di hadapan seluruh keluarga.

"Apa keputusanmu sudah final? Apa ini semua berasal dari hatimu?" tanya Dicky.

"Ya, kurasa tidak ada yang perlu kita pertahankan lagi. Aku tahu pasti sulit bagimu untuk memilih salah satu di antara kami berdua," jawab Melinda sambil terisak.

To be continued ... 

Terjerat Cinta Wanita PenggodaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang