Pagi-pagi buta. Yibo ditarik papanya pergi dari rumah mereka. Yibo terkejut karna papanya menampakkan ekspresi yang tidak pernah ia lihat sebelumnya. Ekspresi khawatir.. takut.. sedih.. bercampur aduk di mukanya.
"Papa..?" Panggilnya.
Papanya menatap mata Yibo. Tersirat rasa kesedihan dan sakit disana. Sementara Yibo menatapnya dengan heran sambil memeluk telepon tua itu yang ia bawa dari kamarnya.
"Kau menjaga telepon itu dengan baik rupanya," papanya tersenyum melihat telepon tua yang Yibo jaga erat-erat.
"Papa menjual yang lainnya!" Suara lirih Yibo, mengingat semua barang antik ibunya diambil dan dijual oleh papanya saat itu.
"Aku tidak punya pilihan lain Yibo, aku harus mendapat banyak uang untuk pergi dari sini.." ucap papanya.
"Aku tidak mau pergi! Mama..!" Yibo menggeleng, menolak papanya dan menghempas tangannya. Papa nya sempat terbelalak mendengar Yibo menyebut Mamanya lagi setelah sekian lama.
Papa Yibo menghembuskan nafasnya dengan berat. Ia menatap mata Yibo dalam-dalam.
"Kurasa sekarang kau sudah cukup dewasa untuk ku beri tahu dimana makam mama berada,"
Makam?
Kenangan Yibo berputar pada hari dimana mamanya pergi. Hari itu hanyalah hari biasa yang mereka jalani. Tidak ada hal aneh sekalipun. Yibo yang pergi berangkat sekolah dan papanya berangkat untuk kerja. Mama masih membuatkan mereka bekal. Namun ketika pulang, sudah tidak ada lagi yang menyambut mereka. Hari itu mamanya raib entah kemana.
Mereka melapor ke kepala distrik. Mereka mencari mamanya kemana-mana namun hasilnya nihil. Tidak ditemukan dimanapun. Sebulan kemudian dinyatakan bahwa Mamanya meninggal dan Yibo mau tidak mau menerima hal tersebut karna ia tidak tahu apa-apa. Dan itu juga salah satu alasan mamanya tidak mempunyai makam.
Papa menarik tangan Yibo lagi, hanya saja lebih lembut, membuat kenangan Yibo buyar. Kali ini Yibo menurut dan tidak menolak. Ia dibawa ke dekat sungai. Yibo sempat heran mengapa ia malah dibawa pergi ke tempat suci itu, bukankah mereka seharusnya pergi ke suatu kuburan entah dimana? Atau mereka ke tempat itu untuk berdoa??
"Lihatlah..." papanya menunjuk ke arah sungai.
Yibo mengikuti arah yang ditunjuk oleh papanya. Samar-samar ia melihat sesuatu seperti kumpulan cacing berwarna hitam disana.
"A-apa??" Ia kebingungan, juga ketakutan. Apa maksudnya?
"Lihat lebih jelas lagi,"
Yibo menyipitkan matanya, berusaha menebak apa yang ia lihat di sungai itu. Ia terbelalak! Itu bukan cacing! Itu helaian rambut!
Samar ia melihat siluet muka dibawah permukaan air. Itu kepala! Leher.. bahu... Tidak! Itu adalah tubuh seseorang!
"Papa..."
Satu, dua, tiga..
Yibo melangkah mundur. Begitu banyak tubuh dibawah sungai itu! Dulu ia tidak pernah main ke sungai karna itu tempat suci, namun apa yang baru saja ia lihat itu?!
"Mama ada diantara mereka.."
Yibo menoleh ke arah papanya. Berusaha tidak percaya dan meyakini bahwa papanya hanya sedang bercanda. Namun raut kebencian dan sakit itu sangat terlihat jelas di mata papanya. Ia memalingkan muka, tidak kuat melihat sungai itu terlalu lama.
"Pa..??" Yibo ingin meminta penjelasan namun lidahnya kelu. Ia tidak bisa berfikir jernih setelah mengetahui ada puluhan mayat dibawah sungai yang katanya suci itu.
"Akan kujelaskan sambil kita pergi dari sini"
Mereka berjalan pergi ke kota. Tidak banyak orang ataupun kendaraan yang berlalu-lalang karna masih sangat pagi. Yibo diajak ke sebuah bangunan tua yang terbuat dari kayu dan mereka masuk kesana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Telepon, Aku, Dan Kamu [End]
FanfictionSore itu Xiao Zhan membeli sebuah telepon tua lalu menemukan nomor misterius. Tak ingin mati penasaran, ia mencoba menelpon dan tersambung ke masa lalu! "Kau tahu? Jika kau menempelkan nomormu di telepon ini, kekasihmu dari masa depan akan menelpon...