Siang hari ini hujan turun dengan deras, menyisakan jalan becek dan beberapa genangan air. Xiao Zhan melangkah dengan pelan, berhati - hati agar tidak terciprat air. Ia menyusuri jalan untuk menuju ke apartemennya.
Ia sehabis dari Ayam Goreng Pak Qiren sebrang perempatan. Tempat makan favoritnya dulu ketika kuliah. Meskipun sekarang ia sudah lulus, citarasa makanan itu tidak memudar. Tempat makan itu terlihat menyedihkan di sebrang perempatan mengingat tetangga-tetangganya adalah bangunan mewah, namun pelanggannya tetap ramai. Xiao Zhan memborong 3 bungkus paket ayam hangat untuk dibawanya pulang.
Kota Yunmeng menjadi lebih modern. Sudah tidak ada lagi nelayan atau pedangan kecil. Hanya ada gedung-gedung besar dan toko-toko mewah sepanjang jalan. Bahkan sudah tidak banyak pejalan yang berlalu lalang. Mereka sudah memiliki kendaraan pribadinya masing-masing.
Banyak hal yang berubah dari kota ini, sampai akhirnya iris hazelnya kembali menangkap sebuah toko tua di sebrang jalan. Ia merasakan perasaan familiar ketika melihatnya. Banyak hal yang berubah namun bangunan itu masih sama, tetap antik, sangat sederhana. Masih sangat menarik perhatiannya, sama seperti pertama kali melihatnya.
Tanpa berfikir dua kali, Xiao Zhan melangkah menyebrangi jalan. Tidak butuh waktu lama untuk sampai di depan toko itu. Cahaya matahari sore terpantul di jendela, menambah daya tarik bangunan kayu itu. Sudah dua tahun berlalu namun pesona toko ini masihlah sama. Membuat hatinya sedikit berdebar.
Krining.. !!
Bunyi lonceng yang terdengar ketika ia membuka pintu. Benar-benar tidak ada yang berubah dari toko ini. Matanya melihat barang - barang antik di dalamnya. Masih rapih tertata apik di setiap rak. Ia tidak menemukan debu sekecil apapun. Semua benda antik itu masih terlihat mengkilat!
Pasti pemilik toko ini menjaganya dengan baik.
"Selamat sore nak," pria paruh baya menyapanya. Ialah sang pemilik toko. Memakai kemeja kotak - kotak, ikat pinggang, dan celana gelap.
"Sore om. Masih sama seperti pertama kali aku bertemu denganmu," Xiao Zhan tersenyum dan menyapa balik.
"Ahaaha anak muda Xiao Zhan!" sang pemilik toko itu melambai dan menyuruhnya masuk lebih dalam untuk menghangatkan diri sejenak dalam toko.
Xiao Zhan meletakkan bungkus plastik ayam goreng itu di meja dan mengeluarkan isinya. Ia menyodorkan kepada calon mertuanya itu dengan senyuman hangat di bibirnya. Sang pemilik toko, atau bisa kita sebut Pak Wang saja, membalas senyumannya dan mengambil satu potong ayam.
"Wow! Ini lezat!" Pujinya.
"Yup! Itu ayam langgananku," Xiao Zhan balas sambil memakan potongan ayam lainnya.
Mereka berdua duduk di kursi kecil yang tersedia disana sambil memakan ayam goreng itu. Terdapat sebuah penghangat di pojok ruangan membuat mereka tetap nyaman meskipun cuaca dingin sehabis hujan.
"Kau tahu mengapa aku selalu memakai pakaian ini?" Pak Wang membuka suaranya duluan.
Xiao Zhan hanya menggeleng sambil mengunyah.
"Ini pakaianku ketika berkencan dengan istriku," Pak Wang mengatakannya sambil tertawa lepas.
"Aku selalu bersama barang-barang antik ini, setiap hari rasanya seperti berkencan dengannya,"
Pak Wang bercerita tentang istrinya sambil tersenyum penuh. Xiao Zhan dapat melihat kerinduan tercetak di iris mata gelap itu. Rasa sesak memenuhi dadanya mengingat betapa tragisnya istri Pak Wang meninggal dan menjadi korban ritual.
"Apa yang kalian lakukan saat berkencan?" Xiao Zhan merespon ceritanya dengan antusias.
"Dia selalu mengoceh tentang barang antiknya itu," cibir Pak Wang. "Dulu aku cemburu setiap ia melakukan itu, namun sekarang aku merindukannya.."
KAMU SEDANG MEMBACA
Telepon, Aku, Dan Kamu [End]
FanfictionSore itu Xiao Zhan membeli sebuah telepon tua lalu menemukan nomor misterius. Tak ingin mati penasaran, ia mencoba menelpon dan tersambung ke masa lalu! "Kau tahu? Jika kau menempelkan nomormu di telepon ini, kekasihmu dari masa depan akan menelpon...