16. AKHIR DARI MASA LALU

227 30 1
                                    

Cahaya jingga dari langit sore menimpa Y/n yang sejak tadi duduk di taman kota dengan tatapan hampa. Ia disana bersama Ray, namun pemuda itu izin sebentar untuk membelikannya minum.

Y/n kembali teringat kejadian kemaren sore dikala senja indah seperti ini juga, membuat rasa sesak di dadanya kembali terasa.

Saat malam ia gagal menjatuhkan dirinya ke sungai. Ia terus menangis dan teriak dalam pelukan Ray, disaksikan Erein, polisi yang menolongnya, ayahnya, serta bibi yang sekarang harus ia panggil ibu meskipun ia tak ingin. Mereka hanya diam termenung menyaksikan Y/n, tak bisa berucap sepatah katapun. Hingga akhirnya, Y/n tertidur karena kehabisan tenaga.

Tadi pagi pun, saat ia terbangun di kamarnya. Ayahnya menghampirinya dengan niat untuk meminta maaf dan mengajak putrinya bicara berdua agar mereka saling mengerti.

Namun Yuugo tak mendapatkan apa yang ia inginkan. Y/n malah teriak memaki pria itu dan kembali menangis histeris. Datangnya Isabella yang berusaha membujuknya pun tak membuat perubahan yang lebih baik, malah membuat Y/n semakin mengamuk melihatnya.

Sampai akhirnya datanglah Ray dan kembali mengunci Y/n dalam pelukannya, menyuruh orang tuanya pergi dan menenangkan Y/n.

Hingga siang hari setelah gadis itu tenang, barulah Ray mengajak Y/n jalan-jalan agar gadis itu merasa lebih baik. Mereka berkeliling kota sampai sore dan akhirnya mereka memilih duduk di taman kota.

"Hei.. Kenapa wajah ini murung lagi?" Ray duduk disamping Y/n. Membukakan tutup botol minum dan memberikannya pada gadis itu.

Y/n hanya menggeleng pelan. Menerima botol minum dan meneguknya sampai setengah. Setelahnya ia kembali menatap sinar jingga yang indah sore itu.

"Kau menyukainya?" tanya Ray, saat ia menatap dimana Y/n juga menatapnya.

Gelengan lagi-lagi Y/n lakukan, "Terus menatapnya bukan berarti aku menyukainya," jawab Y/n dengan nada suara yang lirih.

"Baiklah baiklah.." Ray lebih memilih mengalah dan mengakhiri pembicaraan tentang senja, meskipun ia ingin tahu alasan gadis itu menatap senja itu terus menerus.

"Jam 7 nanti kita pulang ya," ajak Ray, sembari merangkul bahu Y/n, membawanya dalam pelukan hangatnya.

Y/n kembali menggelengkan kepalanya, "Aku benci ayah. Aku benci bibi. Aku tidak ingin melihat mereka." air mata kembali mengucur dari mata gadis manis itu. Membuat Ray menghela nafas kasarnya. Tak tahu bagaimana cara ia menangani Y/n.

"Hei.. Tidak boleh begitu. Kita anak mereka kan? Kita harus menghormati pilihan mereka. Tugas anak hanyalah menurut pada orang tuanya." Ray mendekap kepala gadis itu dalam pelukannya. Mengusapnya lembut agar gadis itu merasa tenang.

"Aku tahu Ray. Tapi kenapa harus kita yang mengerti mereka? Kenapa mereka tak bisa mengerti kita?" kepala Y/n mendongak, menatap Ray yang juga tengah menatapnya.

"Mungkin mereka lebih dulu saling mencintai sebelum kita. Mereka sudah berusaha menghilangkan perasaan itu demi kita tapi mereka tak mampu," jelas Ray, mencoba selembut mungkin membuat Y/n paham.

"Tapi aku tidak ingin menjadi adikmu." tangis Y/n semakin pecah.

"ssstt.. Hei apa bedanya aku kakakmu dan aku kekasihmu? Aku tetap selalu bersamamu kan?" Ray membelai pipi Y/n sembari tersenyum lembut meskipun sangat tipis.

"Kita tidak akan pernah bisa menikah," ucap Y/n, dengan tetap sesenggukan.

"Tak apa. Aku akan mencarikanmu kekasih yang sangat-sangat menyayangimu dan mencintaimu melebihiku nanti," ucapan Ray itu membuat Y/n menggelengkan kepalanya keras.

"Aku ingin tetap menjadi kekasihmu."

Semua ucapan Y/n juga adalah keinginan Ray. Tak bisa ia pungkiri, mimpi untuk menikah dengan Y/n dan membahagiakannya sampai mereka memiliki anak, lalu membesarkannya, sampai mereka tua nanti pupus sudah. Ia juga sangat susah menerima status baru diantara mereka. Tapi ia harus menghormati ibunya.

MY PERVERT HUSBAND, NORMAN.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang