Sejujurnya aku merasa takut ketika akan masuk ke dalam rumah. Karena hari ini Direktur Lee mengantarkanku pulang kembali setelah beberapakali aku selalu berhasil menghindar. Bohong jika aku bilang tidak menghindarinya akhir-akhir ini. :(
Tapi bagaimana lagi, cara itu yang terbaik menurutku. Karena aku sudah berjanji pada kakakku untuk membuktikkan bahwa aku dan Direktur Lee tak ada hubungan yang dipikirkan oleh kakakku selama ini.
Aku membuka pintu perlahan supaya tak menghasilkan suara. Hanya ingin menghindar dari pertanyaan kakak. Ingin langsung masuk ke kamar saja.
Tapi...
"Masih di antar pulang juga?"
"Ya ampun kak, mengagetkan saja." Aku kaget saat berbalik badan menutup pintu, kakakku sudah ada di hadapanku.
"Kau tidak akan merasa kaget kalau tidak mengendap-endap seperti itu! Kenapa? Merasa bersalah? Mau menghindar?" Ucap kakakku bertubi-tubi. Aku tidak tahan lagi. Aku segera duduk di sofa ruang tamu.
"Hanya mengantarku seperti biasa kak, tidak lebih. Lagi pula udah beberapa kali jugakan aku tidak diantar pulang oleh Direktur Lee. Kakak juga tahu itu! Kenapa sekarang diungkit lagi? Hanya karena sekali diantar pulang lagi! Aku juga tidak pergi ke rumahnya di pagi hari. Sudah tidak menemuinya di hari Sabtu atau Minggu juga! Kenapa sih kak masih gak percaya juga?! Jujur ajah aku kesal dan sempat berpikir untuk resign saja kalau kakak terus-terusan mencurigaiku terus." Aku benar-benar emosi dan tak bisa menahan amarahku.
"Kakak seperti ini juga demi kebaikanmu. Kakak cuma tidak mau kamu ketemu sama pria yang salah. Orangtua kita sudah tidak ada. Dan yang bertanggung jawab atas dirimu satu-satunya itu sekarang kakak!" Kakakku pun tak kalah tinggi saat mengatakan itu. Aku mengerti maksud kakak. Tapi kakak hanya terlalu tidak percaya padaku jadi aku kesal.
Aku memilih tidak membalas apapun dan hanya diam.
Kakak iparku datang, diapun baru pulang dari kerja. Dia melihat ke arah kami yang terlihat sehabis bertengkar.
"Suara kalian terdengar sampai luar. Tidak enak sama tetangga karena ini sudah malam." Ucap kakak iparku. "Renjun, mengalahlah pada kakakmu. Kakakmu hanya kurang suka dengan Direktur Lee. Kalau memang dia suka sama kamu. Caranya bukan begitu. Kalau dia memang serius sama kamu. Bilang padanya minta lamar kamu segera. Lagipula umurmu juga sudah hampir 30 tahun. Masih mau menyendiri terus dan nungguin hal yang tak pasti?"
Aku benar-benar tidak tahu harus berkata apa lagi. Tapi yang jelas mereka salah paham. Aku bahkan tak ada hubungan jauh seperti itu dengan Direktur Lee. Aku menyukai dan mengaguminya. Tak mungkin jika tidak suka. Direktur Lee gambaran sempurna di mata orang lain. Apa sih kurangnya? Tapi hubungan kami tak jauh hanya dari rekan kerja biasa saja. Walau terkadang Direktur Lee juga perhatian denganku. Tapi aku tak sampai berpikir jika dia menyukaiku. . .
"Aku... Aku... Kakak kenalkan aku dengan siapapun yang kakak mau. Aku pikir aku juga harus segera mengakhiri masa lajang. Tak seharusnya terus sendiri. Jika memang ada, aku mau melakukannya." Akhirnya aku putuskan sudah, kurasa ini yang terbaik. Aku rasa aku sudah tak mau melawan lagi. Selama ini kakakku yang sudah mengurusku dengan baik.
"Baguslah, kakak senang mendengarnya. Minggu pekan ini kakak akan atur kamu bertemu dengan seorang pria. Bersikaplah baik."
Entahlah, aku tidak tahu apa yang sedang aku rasakan saat ini. Tapi aku berusaha untuk tersenyum. Berdamai dengan kakakku.
Aku menganggukkan kepalaku pertanda setuju. Semoga saja. Akupun berharap aku bisa segera menyukainya dan diapun juga bisa menyukaiku. Dengan begitu bisa akan lebih mudah.
Lalu aku menjawab "Tapi.. Jangan paksa aku jika aku tidak menyukainya yah kak. Carikan lagi dengan yang lain."
"Oke. Tapi jangan terlalu pilih-pilih juga. Mau sampai kapan melajang terus? Kalau memang ada yang suka sama kamu. Bawa kesini, kenalkan sama kakakmu ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
My Pretty Secretary
Fiksi PenggemarHanya sekedar cerita antara Huang Renjun sang sekretaris dari seorang Direktur Muda yang juga seusianya bernama Lee Jeno. Ah, ternyata mereka dulu satu sekolah, tapi tidak akrab. Namun, Renjun mengenal Jeno tapi tidak tahu dengan Jeno, sepertinya ti...