"Tante, adek kapan datang?" tanya Abel ke Viana yang saat ini sedang memangkunya di sofa ruang tamu.
Abel Lintang Abhivandya atau Abel, anak laki-laki dari pasangan Alaika dan Lintang ini berusia lima tahun, parasnya yang rupawan menjadikan Abel yang umurnya masih belia menjadi idola keluarga dan kenalan orang tuanya.
"Sebentar lagi kok, tadi kata ayah sudah di jalan, Abel sabar ya?" Abel hanya mengangguk. Kaki kecilnya bergoyang ke depan dan belakang tidak sabar menunggu adiknya yang beberapa hari lalu baru saja lahir ke dunia.
Sebenarnya saat bundanya akan berangkat ke rumah sakit, Abel sudah ingin ikut tapi berhubung umur Abel tidak diperbolehkan untuk berada di rumah Sakit, maka Abel hanya bisa menunggu di rumah bersama tantenya yang merupakan adik sang ayah.
Di rumah Abel saat ini sangat ramai menantikan si kecil yang sebentar lagi datang, selain ada Abel dan tantenya ada juga nenek dari pihak sang ibu, serta om dan tante saudara orang tuanya, dan juga beberapa sepupunya yang beberapa dari mereka seumuran dengan Abel. Sejak tadi sepupu-sepunya sudah mengajak anak laki-laki ini untuk bermain tetapi Abel hanya ingin duduk menunggu bunda dan adiknya.
Abel memang sangat antusias ketika mengetahui akan memiliki adik, apalagi saat ia tahu jika adiknya seorang perempuan. Saat Alaika, sang bunda hamil, Abel sudah memiliki keinginan untuk adiknya adalah perempuan,
karena Abel suka iri melihat saat Evan sepupunya sangat sering bermain dengan adiknya Via. Abel juga menginginkan adik perempuan yang ingin ia jaga dan ajak bermain, yang akan memanggilnya dengan sebutan kakak.
Saat itu Alaika sempat bertanya ke Abel.
"Kenapa tidak mau adik laki-laki, kan Abel bisa ajak main juga?" tanya Alaika, Abel cemberut membayangkan salah satu adik sepupu laki-lakinya yang nakal.
"Nggak mau nanti nakal mirip Vian, nanti mainan Abel diambil," jawab Abel dengan nada merajuknya yang menggemaskan.
"Emang kalau adiknya perempuan boleh ambil mainan Abel?" tanya Alaika lagi, menggoda putra kecilnya.
"Kan mainan cowok, cewek beda, jadi kalau adik pelempuan, nggak bakal mau ambil mainan Abel." Alaika tertawa mendengar jawaban Abel yang memang meski memiliki umur lima tahun tapi terkadang berlagak seperti orang dewasa.
Abel masih setia menunggu kedatangan adiknya yang belum juga datang, beberapa kali Abel terlihat keluar ke teras setelah itu masuk lagi.
"Abel duduk sini, samping nenek, kalau Abel mondar-mandir gitu nanti Abel capek," panggil nenek Abel, ibu dari bundanya, sementara nenek dari ayahnya sudah tidak ada berhubung nenek dan kakek Abel dari pihak ayahnya telah tiada saat Lintang duduk di bangku sekolah menengah atas
Suara mobil terdengar membuat Abel segera berlari ke teras dan terlihat mobil ayahnya memasuki pekarangan rumah mereka. Abel melompat kegirangan saat melihat Alaika keluar dengan
menggendong seorang bayi perempuan mungil yang sedang tertidur, sedangkan ayahnya mengeluarkan tas dari bagasi.
"Yeeii, adik Abel udah datang," teriak Abel kegirangan, yang mendapat senyuman dari Alaika.
"ssst, Abel jangan teriak, nanti adiknya nangis," tegur lembut Alaika.
Abel tersenyum memperlihatkan lesung pipinya, "he he he, maaf Bunda,".
Alaika masuk ke dalam rumah disambut oleh keluarga yang telah menunggunya dan si kecil.
"Aduuh cucu nenek, cantik sekali," puji Nenek Abel melihat cucu perempuannya yang baru lahir itu, saat Alaika duduk di sampingnya.
"Iya cantk banget, kulitnya putih, ada lesung pipi juga sama seperti Abel," puji Tante Abel kakak dari Lintang.
"Abel boleh ya adiknya buat tante?" goda Viana, salah satu tante yang paling dekat dengan Abel dan merupakan adik Lintang.
"Eeengak Booleh, tante nggak boleh ambil adik Abel," jawab Abel dengan ekspresi kesalnya yang menggemaskan, membuat Viana semakin ingin menggodanya.
"Tapi tante, mau adik kayak adik Abel," ekspresi Viana dia buat sesedih mungkin untuk menggoda keponakannya itu.
"Kalau tante mau adik, beldoa aja sama Allah nanti dikasih, Abel tiap hali doa, telus dikasih deh adik buat Abel."
Semua yang ada diruangan itu tertawa mendengar jawaban polos anak berusia lima tahun itu.
"Kalau nanti tante berdoa terus nggak dikasih bagaimana?" godaan Viana berlanjut.
"Ya doa lagi, mungkin tante enggak sunggu-sungguh doanya," jawab polos Abel membuat Viana semakin semangat. Viana berpikir kembali bagaimana lagi menggoda keponakannya ini.
Abel terlihat dibisikkan sesuatu oleh Neneknya, "Tante kata nenek kalau tante mau punya adik, cariin om dulu buat Abel," Gelak tertawa terdengar makin keras, kecuali Viana yang hanya bengong dengan ekspresi bodohnya.
"Tante ih," rengeknya ke Ibu Alaika.
Sementara Abel tertawa tanpa mengerti maksud sebenarnya dari kata-kata yang dia ucapkan, Abel tertawa karena melihat ekspresi tantenya yang menurutnya lucu.
"Namanya siapa, Nak?," tanya Nenek Abel ke Lintang.
"Namanya Iris Alaika Eloise, Ma, nanti panggilannya Eri" jawab Lintang.
"Tetap ya nama kalian di masukkan, takut banget anaknya ketuker," goda Viana.
"Iya, kali ini nama Alaika, kalau nggak nanti dia ngambek, di Abel udah ada nama aku, masa di Eri nggak ada nama dia," jelas Lintang menggoda istrinya, di sambut delikan Alaika.
"Arti namanya apa, Nak?" tanya Nenek Abel lagi.
"Gadis cantik pembawa kedamaian dan warna dunia, Ma. Kita berharap Eri di setiap langkahnya bisa menjadi gadis yang memberikan warna bagi orang lain, dan manfaat bagi orang lain." Nenek Abel tersenyum. Sementara, bayi kecil yang sedang dalam pembicaraan itu masih terlelap di dekapan sang bunda.
Saat semua keluarga sedang asyik berbincang, bayi kecil itu terbangun, dengan mata yang belum sepenuhnya bisa terbuka.
"Itu Erinya udah bangun," sambut tantenya, yang pertama kali menyadari jika Eri sudah bangun.
"Mana! mana! Abel mau lihat adek!" sahut Abel saat mendengar adik kecilnya sudah bangun.
"Bunda liat adek senyum ke Abel, pasti karena liat Abel," sahutan polos Abel membuat semua orang tertawa. Abel merasa adiknya sudah mengenalinya padahal bayi seumuran Eri belum ada kemampuan melihat atau mendengar.
"Senyumnya cantik banget, pasti jadi rebutan nih," sahut kakaknya Alaika
"NO, nggak boleh ada yang ngerebut adik Abel, huaaaa, Ayah nggak boleh ada yang rebut Eri." Semua orang kaget mendengar tangisan Abel. Jika tadi saat di goda Viana dia hanya cemberut kali ini dia menangis, karena menurutnya Viana tidak serius tetapi jika selain Viana yang mengatakannya, dia menjadi takut jika nanti ada yang merebut adik kecilnya.
Akhirnya untuk meredakan tangisan Abel, Lintang memilih menggendongnya, sambil membisikkan jika adiknya tidak akan ada yang mengambil.
KAMU SEDANG MEMBACA
Color of Life (Terbit)
General FictionEri dan Abel adalah adik kakak yang saling menyayangi. Eri yang mengalami kecelakaan di usia belia membuatnya kehilangan kemampuan melihat warna. Abel yang merasa semua adalah tanggung jawabnya sebagai kakak, melakukan segalanya demi adiknya. Tanpa...