Abel kembali dari kampusnya, Eri menyambut kakaknya dan memeluknya. Abel sudah masuk tahun ke dua kuliah. Awalnya Abel akan kuliah di luar kota sesuai permintaan orang tuanya, dan selama di sana dia akan tinggal di rumah tantenya. Namun, semua itu dibatalkan karena Eri tidak mau jauh dari kakaknya, Abel yang sangat menyayangi Eri pun mengiyakan permintaan adiknya. Sementara Alaika dan Lintang tidak pernah memaksakan kehendaknya ke kedua anaknya dan lagipula saat itu Abel sudah mendapat tawaran beasiswa dari salah satu kampus di dalam kota.
Eri menarik kakaknya masuk, Alaika sedang sibuk di dapur saat kedua anaknya mendekat. Eri mendudukkan Abel di kursi, lalu mengambil toples berisi kue kering yang tadi dia buat bersama Alaika.
"Kakak coba deh, ini adek yang buat," ucap Eri bangga. Abel menggoda adiknya, menatapnya dengan tatapan tidak yakin, "beneran?" tanya Abel.
"Iih, kakak nggak percaya, beneran, tanya aja bunda. Iya kan, Bun?" ucap Eri.
"Iya, itu Eri yang buat, walaupun harus ngehancurin dapur bunda," canda Alaika menggoda anak bungsunya, yang langsung cemberut.
"Iiih, Bunda," rengek Eri. Abel tertawa melihat interaksi bunda dan adiknya.
Abel mencoba kue kering yang diberikan Eri, "gimana kak?" tanya Eri tidak sabar, padahal baru saja kue kering itu akan masuk ke mulut Abel.
"Belum juga dimakan, Dek" ucap Abel, Eri hanya nyengir salah tingkah.
Eri memperhatikan dengan seksama kakaknya yang sedang menikmati kue buatannya. Abel melirik adiknya berniat menggoda Eri, Abel mengernyit setelah memakan kue kering itu. Ekspresi Eri menjadi kecewa dan sedih.
"Tidak enak ya, Kak?" ucap Eri sedih.
Abel tersenyum, "enak, kok," jawabnya.
"Beneran?" Eri memastikan.
"Iya, beneran," jawab Abel meyakinkan.
Eri melompat kegirangan mendengar kue buatannya enak.
"Aku udah buat beberapa toples, mau aku kasih Gia, kak Gio, sama Tante Vi," ucap Eri bangga.
"Galen nggak dikasih?" tanya Alaika.
Awalnya Eri tidak mau memberikan Galen kue, tetapi mengingat kemarin Galen sudah membantunya, dia akhirnya memutuskan memberi Galen juga.
"Iya nanti aku kasih juga, Bun," ucap Eri.
Abel keluar kamar setelah mengganti baju dan bersih-bersih, melihat adiknya sibuk dengan toples-toples berisi kue kering yang dia buat. Abel memasukkan toples-toples itu ke dalam kantong plastik untuk dia bagikan masing-masing ke rumah Gia, Galen, dan Viana.
"Mau kemana, Dek?" tanya Abel.
"Mau bawa ini ke rumah Gia, Tante Vi, sama Galen," ucap Eri. Eri menangkat tiga kantong plastik.
"Sini kakak bantu, kebetulan kakak mau ketemu Gio," ucap Abel, mengambil dua dari tiga kantong itu. Eri melirik curiga ke kakaknya.
"Mau ketemu Kak Gio, atau mau ketemu Gia?" goda Eri. Abel mengernyitkan dahi bingung, kenapa dia harus ketemu Gia, dia memang mau ketemu Gio. Abel heran dari mana pemikiran Eri itu timbul.
"Aneh deh kamu, buat apa kakak ketemu Gia?"
"Ya, kali aja kangen, gitu" ucap Eri meninggalkan kakaknya yang sedang kebingungan dengan tingkah adiknya.
Eri dan Abel pertama ke rumah Viana, lalu ke Galen, tetapi Galennya sedang keluar jadi hanya menitipkan kue itu ke pembantunya. Baru terakhir mereka ke rumah Gia. Abel dan Eri masuk ke pekarangan rumah Gia, lalu memanggil pemilik rumah.
"Gia!" panggil Eri.
Gia keluar menghampiri mereka.
"Eh Eri, Kak Abel, ayo masuk." Abel dan Eri mengikuti Gia yang masuk duluan ke rumahnya.
"Gi, Gio ada?" tanya Abel.
"Ada kak, ke kamarnya aja," ucap Gia pelan. Meskipun sudah sebesar ini Gia tetap takut jika harus berhadapan dengan Abel. Sikap Abel yang jarang bercanda dan basa-basa kecuali dengan Gio dan Eri, membuat Gia takut menyinggung laki-laki itu. Abel ke kamar Gio, diikuti tatapan Gia. Eri yang melihat itu tersenyum menggoda.
"Nggak usah diliatin segitunya, tadi pas di depan kamu, kamu nunduk," ucap Eri menggoda sahabatnya.
Eri tahu kalau Gia menyukai Abel, tetapi kakaknya yang pintar itu tidak menyadarinya. Terkadang Eri bingung kakaknya itu ganteng, pintar, tetapi sampai umurnya di dua puluh tahun tidak sekalipun kakaknya itu terlihat bersama perempuan kecuali dia dan Gia. Gia pun terlihat bersama kakaknya jika ada dia juga di sana.
"Apaan sih, Ri," ucap Gia salah tingkah.
Gia dan Eri sedang asyik berbincang, tadi juga ada Mama Gia yang duduk bersama mereka setelah di panggil Gia. Tetapi memilih pergi setelah mencoba kue pemberian Eri, untuk memberi kedua gadis remaja itu ruang untuk bercerita.
"Ri, tadi katanya kamu diganggui kak Ferlin ya?" tanya Gia. Eri terkejut darimana Gia tahu, apa Galen yang ngasih tahu, kalau benar Galen, Eri berniat akan benar-benar menggundulinya.
"Ssst, tahu dari mana? Galen ya?" bisik Eri, dia takut kakaknya datang dan mendengar obrolan mereka.
"Bukan, Vika yang cerita di grup kelas SMP." Eri ingat jika grup SMP-nya masih aktif dan Vika adalah salah satu temannya. Sementara, untuk kelasnya sekarang belum ada karena baru hari senin mereka aktif belajar, setelah selama tiga hari mereka menjalani masa orientasi siswa dan sisanya libur. Eri mengecek handphonenya, dan benar chat di grupnya sudah menumpuk. Eri tidak menyadarinya karena dia mematikan notifikasi grup.
"Jangan salahkan aku karena mematikan notifikasi, tetapi salahkan anggota grup yang membuat keributan dengan pembahasan unfaedah," ucap Eri dalam hati.
"Kamu di apain sama kak Ferlin," lanjut Gia bertanya, melihat Eri sedang sibuk membaca pesan.
"Nggak diapa-apain, dia cuman suruh aku lepas kacamata, dan nyuruh aku nyusun buku di meja sesuai warna," jawab Eri acuh tak acuh.
"Hah?" kaget Gia, Eri menoleh kearah sahabatnya dengan tatapan peringatan menyuruhnya jangan berisik.
"Jangan teriak, Gi, nanti kak Abel dengar, nanti nanya macam-macam," ucap Eri memperingati, Gia langsung menutup mulutnya. Gia juga takut menghadapi Abel dalam mode introgasi, mode biasa saja dia bisa gugup apalagi mode lain.
"Aku heran, sama kak Ferlin dia punya masalah apa sih sama kamu, sebegitunya nggak suka, dulu sering banget liatin kamu dengan tatapan sinis gitu," ucap Gia pelan. Eri mengedikkan bahunya tidak tahu.
"Oh iya, Gi, jangan sampai kak Abel tahu ya?" Eri dan Gia yang fokus dengan handphonenya masing-masing, tidak menyadari jika ada sosok dengan aura menakutkan di belakang mereka.
"Apa yang kakak nggak boleh tahu?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Color of Life (Terbit)
Ficción GeneralEri dan Abel adalah adik kakak yang saling menyayangi. Eri yang mengalami kecelakaan di usia belia membuatnya kehilangan kemampuan melihat warna. Abel yang merasa semua adalah tanggung jawabnya sebagai kakak, melakukan segalanya demi adiknya. Tanpa...