Hore, Eri Pulang

2 0 0
                                    

Lintang turun dari mobilnya, berjalan ke teras rumah tempat Abel dan Viana menunggu.

"Ayah, bunda sama adek di mana?" tanya Abel, saat Lintang sampai di depannya. Raut wajahnya terlihat murung.

"Bunda sama adik ada di mobil, nggak turun jemput Abel, soalnya Eri baru pulang dari rumah sakit," jelas Lintang, yang mengembalikan semangat Abel. Abel mengira adiknya masih di rumah sakit.

"Eri gimana kak?, nggak apa-apa kan?" tanya Viana.

"Nggak apa-apa, cuman demam biasa," jawab Lintang, Viana bernafas lega.

"Syukurlah kak, oh iya, kak Alaika nggak masuk dulu?" tanya Viana, melihat kakak iparnya itu tidak keluar dari mobil.

"Nggak usah Vi, jemput Abel aja, Alaika juga harus istirahat, tadi malam dia juga kurang tidur," jawab Lintang.

"Oh gitu, ya udah kak, aku beresin tas Abel dulu." Lintang menangguk. Viana segera masuk membereskan pakaian dan perlengkapan keponakannya. Setelah selesai Viana keluar menenteng tas berwarna biru bergambar salah satu tokoh hero kesukaan Abel.

"Kita pulang ya Vi, Abel pamit sama tante."

Abel mencium tangan dan pipi Viana, "Abel pamit ya tante, nanti Abel ke sini lagi sama Eri."

"Iya hati-hati ya, Sayang." Viana melambaikan tangannya, sampai mobil Lintang menghilang, baru dia masuk ke rumahnya.

Sesampainya di rumah Abel langsung menunjukkan boneka kelinci yang sudah dibelinya ke Eri yang sedang berbaring di kasur kecilnya di ruang keluarga, dengan Abel yang duduk di karpet.

"Adek, ini kakak beliin boneka pasti suka, tuh liat bonekanya pegang wortel." Abel menyodorkan boneka itu ke depan Eri agar dapat dilihat oleh adiknya.

Sementara Alaika sedang istirahat di kamar. Karena semalaman menjaga Eri takut bayi itu rewel, menjadikan dia kurang tidur. Akhirnya Lintang menyuruhnya istrirahat, dan saat ini Lintanglah yang mengawasi kedua anak mereka, sembari mengecek handphonenya kalau-kalau orang kantor menelpon. Karena hari ini dia meminta cuti. Meskipun hari sabtu, yang biasanya beberapa kantor libur tapi tidak bagi kantor Lintang, dia harus bekerja sampai sabtu dan hanya libur ketika tanggal merah dan hari minggu.

"Ayah, Abel lapar," kata Abel. Padahal tadi di rumah Viana dia sempat makan siang dulu, sebelum Lintang dan Alaika menjemputnya.

"Abel mau makan apa?" tanya Lintang

Abel berpikir sejenak, "Abel mau burger," pinta Abel, setelah menyadari jika bundanya sedari tadi tidak keluar kamar. Merasa ini kesempatan dia meminta makanan yang biasanya dilarang oleh bundanya. Kalaupun boleh itu adalah buatan tangan Alaika sendiri. Bagi Alaika fastfood tidak sehat untuk anak seusia Abel yang masih dalam masa pertumbuhan.

"Tunggu ya, ayah cek dulu, apa di kulkas masih ada daging patty buatan bunda." Abel menahan Lintang.

"No, Ayah. Abel mau burger yang dibeli, nggak mau yang dibuat bunda," bujuk Abel.

"Tapi kan, sama bunda nggak boleh, kalau mau burger harus buatan bunda aja yah?" bujuk Lintang. Dengan wajah cemberutnya abel mengangguk terpaksa.

Lintang menuju dapur untuk mengecek persedian daging patty yang biasa disiapkan Alaika. Setelah dicek ternyata persediaannya habis. Lintang manggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, dia bingung bagaimana memberitahu Abel. Biasanya urusan makanan diurus Alaika, kalaupun Abel meminta makan ke dirinya, pasti ada Alaika di saat itu. Lintang kembali ke sisi Abel.

"Abel, maafin ayah ya, daging burgernya habis." Terlihat raut kecewa di wajah Abel, "Abel mau makan yang lain? Makan burgernya lain kali aja ya?" Abel hanya diam. Abel tidak marah hanya bingung mau makan apa lagi, tadi dia sangat ingin makan burger.

"Abel mau makan pasta?" Lintang mengusulkan, Abel menggeleng.

"Tadi Abel sudah makan pasta di rumah tante Vi," jawab Abel.

"Abel mau makan ayam? nanti ayah gorengin." Tadi di kulkas Lintang sempat malihat ada ayam yang sudah dibumbui istrinya.

Abel menggeleng, "Abel mau telur aja, Yah, mata sapi," jawab Abel, setelah berpikir.

"Ya udah, ayah gorengin telur buat Abel, Abel jaga adek dulu yah? kalau adek nangis panggil ayah." Abel mengangguk pasti. Lintang menuju dapur menggorengkan telur untuk Abel.

Sedang menggoreng telur, suara langkah kaki mendekati Lintang, "lagi apa kak?." Jika berdua saja tanpa anak-anak mereka, terkadang Alaika memanggil Lintang dengan panggilan kakak. Umur Lintang 1 tahun lebih tua dari umur Alaika yang baru 29 tahun.

"Eh Ai, kamu udah istirahat? kok cepet banget?" kata Lintang bingung, karena baru sekitar 30 menit yang lalu istrinya itu memasuki kamar, tapi sudah keluar lagi.

"Aku nggak bisa tidur kak, jadi mending main sama anak-anak aja," jawab Alaika, "kakak lagi apa?" lanjut Alaika, mengulang pertanyaannya lagi.

"Ini, Abel mau makan, tadinya mau burger, tapi aku lihat di kulkas nggak ada, jadi minta gorengin telur," jawab Lintang.

"Oh, yaudah kak, sini aku aja." Alaika berniat mengambil spatula yang dipegang Lintang, tapi ditahan.

"Eh, nggak usah, ini dikit lagi kok, kamu sana aja temanin anak-anak," jawab Lintang.

"Kakak yakin?" tanya Alaika.

"Iya, sana gih, nanti kalau Abel lihat kamu di sini, dia nggak percaya lagi kalau aku yang masak." Alaika tersenyum, mendengar nada jahil dari suaminya.

Alaika beranjak dari dapur, meninggalkan Lintang yang sibuk dengan telur mata sapi untuk Abel. Alaika mengawasi anak-anaknya, Abel yang sedang asyik mengajak bicara adiknya, yang dijawab Eri hanya mengeluarkan bahasa bayinya. Tidak beberapa lama Lintang datang dengan sepiring nasi dan telur mata sapi untuk Abel. Abel makan dengan lahap, sesekali Lintang membersihkan nasi yang tercecer di karpet ruang keluarga mereka. Raut bahagia terlihat dari wajah Lintang, melihat anaknya memakan masakan buatannya dengan lahap.

Color of Life (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang