Sudah berlalu seminggu sejak peristiwa di kantin itu. Sekarang aku dan Agni memutuskan untuk berangkat sekolah bersama, jadi kami bisa ngobrol tanpa harus membuatnya jadi pertemuan rahasia. Begitu tiba di sekolah pun kami akan langsung keluar mobil dan menuju kelas masing-masing.
"Aku ingin mereka tahu kalau kita berteman," ucapku sembari memakan tteok-bokki.
Aku sedang jalan bertiga dengan Agni dan Alya saat akhir pekan. Semenjak mereka berteman, kami terkadang jalan bertiga. Mereka berdua serentak memandangku saat mendengar ucapanku barusan.
"Kamu yakin?" tanya Alya.
"Kenapa kamu tiba-tiba kepikiran itu?" tanya Agni.
"Supaya tidak ada lagi yang mengganggumu," ucapku seraya menatap Agni, "dan mungkin kamu akan bisa segera dapat pacar di sekolah," imbuhku dengan berat hati.
Alya langsung melirikku dengan tatapan heran tapi aku mengabaikannya. Agni diam sesaat memikirkan sesuatu.
"Setelah ini, mungkin teman-teman yang lain akan mulai menyapa dan mengajakmu berteman. Waktu me-time yang berharga itu akan hilang," ucapku lagi karena tidak ada satupun yang meresponku.
"It's okay. Aku bisa membatasi diri dan menjaga sikap kok. Mungkin iya, aku bisa dapat pacar, yah minimal dekat dengan seseorang. Menurut Alya bagaimana?"
"Good idea. Aneh rasanya saat di sekolah kita tidak bertegur sapa padahal kita berteman. I mean, kita bisa ngobrol atau ke kantin bareng," jawab Alya santai. Dia benar, meskipun sebelum ini aku dan Agni terkadang tidak sengaja bertemu namun seolah ada tembok penghalang yang membatasi.
"Tapi aku tidak tahu bagaimana caranya. Langsung tegur sapa? Berangkat sekolah bareng?" tanyaku pada mereka berdua untuk minta pendapat.
"I know, I know. Aku tidak punya rencana bagaimana caranya tapi aku yakin nanti kalian akan paham kalau waktunya sudah tiba," jawab Agni sambil tertawa.
"Oke, aku ikut saja," sahut Alya.
"Bagaimana dengan Maureen dan Rara? Kalau Rara, aku yakin dia tidak akan sudi berteman denganku. Aku pun tidak sudi berteman dengannya. Tapi, aku tidak tahu bagaimana Maureen," ucap Agni seraya memakan Jjajangmyeon kesukaannya. Alya terkikik geli mendengar pernyataan Agni tentang Rara.
"Maureen itu hanya ikut-ikutan saja. Dia tidak punya pendirian. Dia akan ikut apa yang menjadi mayoritas pilihan di dalam grup. She is harmless," ucapku yang langsung disetujui oleh Alya.
Obrolan itu terjadi beberapa hari sebelum kami secara tidak langsung mengatakan pada seluruh sekolah kalau kami berteman. Agni benar-benar membawa efek yang positif untukku dalam hal pergaulan dan efek negatif untuk kesehatan mental dan emosiku saat menghadapi dia. Maureen masih canggung untuk berteman dengan Agni. Sementara Rara membentuk gank-nya sendiri tapi tetap tidak bisa menyaingiku.
Agni sendiri berteman kembali dengan teman-teman sekelasnya, terutama Mona dan Irna. Agni mengenalkanku pada mereka berdua. Kami makan bersama dalam satu meja di kantin saat istirahat, namun seringkali aku dan Agni akan asyik berdua tanpa mempedulikan teman-teman yang lain.
~
Setelah kakak kuliah, dia ingin ngekost namun akhirnya dia mengajakku tinggal bersamanya. Papa mengizinkan kami keluar dari rumah namun dia ingin kami tinggal di apartemen agar lebih terjaga keamanannya katanya. Sebulan sekali kami selalu makan malam bersama di rumah dan malam ini adalah salah satu malam di mana kami makan malam bersama. Aku sudah ada di sini sejak sore hari karena aku ingin bermain dengan Levina, adik perempuanku yang lucu seperti boneka barbie. Tapi kalau lagi menyebalkan atau sedang tantrum, dia seperti boneka chuky. Entah kenapa orang tuaku memutuskan untuk mencabut gelar anak bungsu dariku saat mereka mengumumkan kalau Mama sedang hamil enam tahun yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
You Took My Heart (GxG)
Romance"So you're a troublemaker, Agneta?" tanyanya sembari memegang nametag milikku. "And what are you, Gabriella?" tanyaku padanya yang membuatnya menyeringai padaku. This girl looks so adorable. "I. Am. Your. Nightmare," sahutnya seraya mengancingkan ke...