Cp.6

1.2K 260 175
                                    



Flat kecil di pinggir kota itu tampak diterangi cahaya lampu redup, pintu kecil persegi panjangnya terbuka memperlihatkan pemiliknya yang baru saja keluar. Winter memperbaiki hody abu-abunya bersiap untuk pergi sampai kedatangan seseorang membuat ia menghentikan langkah.

"Untuk apa kau kemari?" Tanyanya santai kepada laki-laki pemilik nama Lee Jeno.

"Noona apa kabar?" Jeno mengiringi senyum disetiap katanya.

"Seperti yang kau lihat."

Keduanya duduk di kursi kayu yang ada di depan flat, Winter memandang ke arah langit malam.

"Ada yang ingin aku bicarakan dengan Noona."

"Sudah jelas. Kau tidak akan datang jika tidak ada sesuatu."

Jeno tersenyum simpul, "Ada sebuah pekerjaan."

"Cukup, kau tahu apa jawabanku."

"Dengarkan dulu, Noona."

Jeno menghadap Winter yang menatap ke arah lain.

"Kau ingat klan Jusin? Beberapa hari yang lalu salah satu dari mereka mendatangi kediaman lama kita, utusan itu mencari dirimu dan seperti biasa.......mereka ingin memakai jasamu."

"Lalu?"

"Ini tawaran besar, Noona. Kau tahu mereka tidak pernah segan-segan memberikan apapun asal keinginan mereka terpenuhi."

"Lalu?"

"Oh ayolah, Noona. Jangan menolak harta karun ini, kau bahkan bisa menguasai seluruh korea nantinya."

"Aku tidak tertarik."

Jeno dibuat putus asa atas jawaban Winter.

"Kenapa kau menolak tawaran besar ini?"

"Sudah ku katakan aku tidak tertarik! Aku tidak akan menggunakan cara itu lagi untuk menghasilkan uang. Sudah banyak darah mengalir di tanganku, dan aku tidak ingin melakukan hal itu lagi. Apa uang yang aku berikan padamu belum cukup?!"

Kini Winter menatap Jeno dengan tatapan tajam.

"Jangan mencoba merayuku, karena aku tidak akan tergoda melakukan hal bejat itu lagi."

"Tapi Noona--"

"Cukup, Lee Jeno!!"

"Pulanglah~"

Winter melangkah pergi meninggalkan Jeno yang masih menatap kepergiannya. Pria tampan itu mengacak rambutnya frustasi, ia tahu Winter adalah orang yang keras kepala, tidak mudah untuk meyakinkan wanita itu seperti yang terjadi baru saja.

Ia sampai di tempat itu lalu berhenti, melipat kedua tangannya di dada sambil bersandar di salah satu pohon memperhatikan seseorang di ujung pandangannya sedang tersenyum sambil menawarkan bunga-bunga pada pejalan kaki. Winter ikut tersenyum saat Jimin juga tersenyum disana. Jika diingat-ingat, tempat dimana kursi yang gadis itu duduki setiap hari berlokasi di depan sebuah rumah sakit mata terbesar di kota ini. Apakah ia tahu dimana ia duduk selama ini?

Winter memperhatikan gadis edelweiss begitu serius, fokus pandangannya hanya tertuju pada gadis itu saja, entah sejak kapan menemui Jimin setiap hari menjadi salah satu rutinitas baginya. Malam semakin larut namun gadis itu masih belum beranjak dari tempatnya membuat Winter menghela nafas.

"Haah, dia tidak mengingat kata-kataku."

Tik.........tik.....

Tetes demi tetes Jimin rasakan mendarat di punggung tangannya, semakin lama tetesan itu semakin banyak hingga akhirnya baru ia menyadari jika sedang turun hujan. Ia menjadi kelabakan sendiri membereskan bunga-bunganya lalu juga mencari tongkatnya yang ia simpan di dalam tas, ia kesulitan menemukan benda lipat itu sampai suatu saat ia tak merasakan tetesan hujan lagi. Ia tidak tahu apa yang sedang terjadi, apakah hujan sudah berhenti? Hingga sebuah suara menyadarkan dirinya.

Flower of Ēvĺl [✔]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang