WTL #2

1.4K 85 1
                                    

·    W O U N D I N G   T O   L O V I N G    ·

Jeano dan Jilan ada di kelas yang berbeda. Jeano di kelas MIPA 4 dan Jilan di MIPA 1. Lelaki itu langsung bergegas masuk ke dalam kelas Jilan saat bel istirahat berbunyi. Dengan langkah angkuhnya lelaki itu menghampiri meja Jilan.

"Ayo."

Jilan mengernyitkan dahinya dengan kehadiran Jeano yang tiba-tiba. Lelaki itu jarang sekali menghampiri Jilan duluan saat di lingkungan sekolah. Biasanya, Jeano selalu meminta Jilan untuk menemuinya di belakang sekolah atau rooftop.

"Hah?"

Jeano mendecak, "Gue bukan keong, Lan."

"Apaan sih? Nggak lucu. Lo ngapain kesini, Je?"

Jeano menaikkan sebelah alisnya, meminta lelaki yang duduk di depan Jilan untuk pindah lalu ia menduduki kursi tadi dengan menghadap Jilan.

"Menurut lo?"

Jilan mengangkat kedua bahunya tak acuh, "Gabut kali. Gue kan, bahan gabut lo." sindirnya, membuat lelaki jangkung itu kembali mendecak.

"Ngaco. Ayo kantin. Lo nggak laper emang?"

"Tumben?"

Jeano berdiri, meraih pergelangan tangan Jilan dan meminta gadis itu berdiri dan mengikuti langkahnya keluar dari kelas.

"Kenapa deh tiba-tiba ngajak istirahat bareng?" Jilan masih cukup kebingungan dengan sikap Jeano yang tiba-tiba.

Jeano mengedikkan bahunya tak acuh, "Biar nggak putus."

Jilan terkekeh, menertawakan jawaban Jeano yang benar-benar tidak masuk akal, "Nggak usah deket-deket cewek lain, baru gue nggak bakalan ngajak putus."

"Bukan gue yang deketin lagian. Mereka duluan."

"Terus lo terima gitu aja?" tanya Jilan yang sialnya malah diangguki lelaki jangkung itu. Jilan mendecak, memutar bola matanya jengah, "Gue tuh siapa lo, sih?"

"Pacar. Apalagi?"

"Ya terus? Kenapa masih sama yang lain?"

Jeano tampak berpikir sesaat, "Nggak ada larangan buat punya pacar lebih dari satu, kan?"

Jilan terkekeh miris, "Jadi sekarang udah terang-terangan ngaku kalo lo selingkuh?"

Jeano mengangguk, "Nggak guna juga gue sembunyiin. Tetep ketauan."

Jilan mendengus, menghentikan langkahnya, "Lo ngerusak mood gue, Je." lalu gadis itu membalikkan tubuhnya, hendak kembali melangkah ke kelas kalau saja tangan Jeano tidak mencekal pergelangan tangan Jilan.

"Lo yang cari penyakit, lo sendiri yang rusak mood lo. Jangan rusak mood gue juga. Makan sama gue. Di kantin."


• • • • •

"Jangan diliatin doang. Masukin aja." tahu-tahu Jeano sudah berdiri di belakang Jilan. Lelaki itu mengambil makanan yang Jilan pegang lalu memasukkannya ke dalam troli yang ia bawa.

Jam pulang sekolah Jilan dihabiskan untuk menemani Jeano berbelanja untuk acara nanti malam bersama teman-teman lelakinya. Jeano meminta Jilan untuk memilihkan makanan ringan dan bahan-bahan untuk barbeque nanti.

"Itu nggak masuk ke list, Je."

Jeano mencubit pipi Jilan, "Bukan buat gue, ini buat lo." lalu Jeano kembali menatap rak berisi makanan ringan, "Lo mau apalagi?"

Jilan terkekeh, "Gaya banget, masih pake uang Bunda juga."

Jeano mendecak, menatap Jilan yang berdiri di sampingnya. Satu tangan Jeano dipakai untuk mendorong troli, sedangkan tangan lainnya untuk menggenggam tangan Jilan.

"Kata siapa? Ini uang gue."

Jilan menatap Jeano dengan tatapan mengejek, "Emang iya?"

Jeano mengangguk, lalu memasukkan asal makanan ringan dan beberapa biskuit coklat, "Menang balapan. Makanya anak-anak minta gue adain party."

Jilan mengangguk-angguk, "Sama Julian dan lain-lain?"

Ucapan Jilan berhasil membuat Jeano mengalihkan fokusnya pada Jilan, dan hal itu membuat Jilan memasang wajah bingung.

"Kenapa Je?"

"Julian doang yang lo sebut?"

Jilan mendecak jengah. Here we go again.

"Gue kan cuman kenal Julian."

"Hugo temen kelas lo, kalo lo lupa." sanggah Jeano.

"Ya tapi kan gue nggak deket sama dia, Je."

Jeano berhenti, menatap Jilan dengan tatapan kesal, "Jadi lo deket sama Julian?"

Jilan melotot. Sumpah ya, Jeano ini kenapa sih? Kenapa pikirannya sependek itu? Benar-benar mengambil kesimpulan seenaknya.

Jilan mengambil es krim dari dalam freezer, membuka bungkus es itu dan memasukkannya ke dalam mulut Jeano, "Nggak usah bawel, lagi nggak mau berantem."

Jeano merenggut kesal, ia mengeluarkan es krim dari dari mulutnya, "Laaannn. Lo beneran deket sama Julian? Dari kapan?"

Jilan mengernyit. Ini Jeano benar-benar sedang merengek atau hanya perasaannya saja. Kenapa menggemaskan?

"Apa sih, Je? Pikiran lo aneh-aneh. Gue deket sama dia karena dia temen lo, kan?" Jilan menatap Jeano yang tengah memakan es krimnya, sedangkan gadis itu menggenggam bekas bungkusan es krim yang belum mereka bayar.

"Lo sadar gak sih kalo lo tuh paaaaaaaling susah dihubungin lewat chat. Selama ini gue tau lo dimana dari siapa? Ya Julian. Dia kan kemana-mana nempelin lo." lanjut Jila menjelaskan.

"Kenapa nggak ke Hugo? Yovie? Hanif?"

Jilan mengernyit, menaikkan sebelah alisnya, "Lo minta gue buat koleksi cowok juga? Sama kayak yang lo laku—"

"Lo mau tuh cowok mati?" Jeano langsung memotong dengan galak. Ia mengulurkan tangannya yang memegang es krim pada bibir Jilan, meminta gadis itu untuk memakannya juga.

"Nggak mau."

Jeano menaikkan sebelah alisnya sambil melirik Jilan, "Kenapa? Gara-gara bekas gue?"

Jilan menggeleng, "Gue alergi kacang, Jeano."

Jilan sampai bosan untuk menjelaskan pada Jeano pada dirinya alergi kacang-kacangan.

Jilan sampai bosan untuk menjelaskan pada Jeano pada dirinya alergi kacang-kacangan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wounding to Loving | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang