WTL #13

373 35 22
                                    

•   W O U N D I N G   T O   L O V I N G   •

Sore ini, sepulang sekolah, atensi Jeano teralihkan pada seorang gadis yang berdiri di gerbang sekolahnya dengan seragam yang berbeda. Jaeno mengernyitkan dahinya, sebelah alisnya naik kebingungan sebelum akhirnya memilih untuk bersikap tak acuh.

Jeano masuk ke dalam mobilnya, ia memutar kunci mobil dan menyalakan mesin, hendak keluar dari area parkir kalau saja motor Yovie tak berhenti di sampingnya.

"Oi."

Jeano mengernyit, lalu menurunkan kaca mobilnya, menatap Yovie yang belum menutup kaca helm yang ia pakai.

"Cia di depan tuh. Nyari lo." ungkap Yovie.

Jeano menginjak pedal gas mobilnya, mengendarai mobil mewah itu keluar gerbang utama sekolah dan berhenti di samping gadis yang memakai seragam mencolok.

"Masuk." titahnya, langsung disanggupi seseorang yang dipanggil Cia itu. Dengan semangat gadis itu masuk ke dalam mobil Jeano, duduk di samping lelaki itu. Senyumnya merekah.

"Finally I can contact you, lo nggak bales chat gue berhari-hari." ungkapnya, memulai topik pembicaraan.

"Sibuk."

Gadis itu hanya mengangguk sebagai balasan, "Kalo hari ini? Harusnya enggak dong?"

Jeano mengernyit, namun tak menjawab.

"Gue mau beli kado buat Papa, gue rasa selera lo pasti bakal bagus banget. Gue kesini sengaja mau minta lo—"

"Nggak bisa." potong Jeano, enggan mendengar lebih jauh celotehan Cia.

"Gue belum selesai ngom—"

"Gue nggak mau, Ciara." tegas Jeano, tanpa melirik ke arah gadis di sebelahnya.

"Gue emang pernah tidurin lo, tapi bukan berarti lo bisa seenaknya deket gue, nyamperin gue kayak cewek murahan. Lo nggak mikir gimana kalo Jilan liat?" lanjut Jeano meledak-ledak.

Ciara menaikkan sebelah alisnya, "Sejak kapan lo peduli pendapat Jilan? Bukannya we always do, with or without Jilan's agreement. Bukannya we always sleep, walaupun lo punya cewek?"

Jeano mendecak, "None of you busin—"

"It's my business, Jeano." tegas Ciara, "C'mon, kalo bukan gue yang nemenin lo saat lo butuh, siapa lagi?"

Kata-kata Ciara membuat Jeno labil.

Lelaki berahang tegas itu mengacak rambutnya, mendecak sesaat sebelum membiarkan wanita itu berceloteh panjang.

Ciara tersenyum menang. See? Semudah itu membujuk Jeano.

••••

Tiga lelaki dengan seragam berantakan duduk menyandar dinding pembatas di rooftop sekolah mereka. Ketiganya sama-sama memegang sebatang nikotin yang telah terbakar setengahnya, menyisakan kepulan asap di langit sore ini.

Julian menatap Jeano, "Lo belom baikan, Je?"

Jeano menaikkan sebelah alisnya, "Lo tanya gue?" tanyanya, "Tanya tuh cewek, gue udah bujuk dia mati-matian."

Julian menggaruk tengkuknya dengan canggung, "Ya percuma sih bujuk doang tapi lo nya nggak berubah."

"Maksud lo?" tanya Jeano, sembari mengerutkan dahinya. Sedangkan Julian menghisap batang rokok di tangannya sebelum menjawab pertanyaan Jeano.

Julian memilih tak menjawab, tak mengindahkan pertanyaan Jeano membuat lelaki itu menyesap nikotinnya dengan perasaan gondok.

"Yaudah sih, biarin aja. YOLO, you only live once, ngapain serius-serius sama 1 cewek." balas Hugo. "Lagian udah putus juga sama Jilan."

"Yang bilang gue udahan sama Jilan siapa?"

Karena setahu Jeano, Jilan masih miliknya, dan akan tetap menjadi miliknya.

••••

"Lo nggak apa-apa?" suara lembut Julian bernada khawatir saat dirinya menyadari Jilan tengah melihat apa.

Julian menghela napasnya, ikut menatap Jeano di depan sana yang lagi-lagi dengan gadis yang berbeda dari kemarin.

Melihat kelakuan temannya, Julian hanya bisa menggeleng-geleng, bingung dengan sikap lelaki satu itu yang tak ada habisnya.

"Temen lo nggak ada yang waras, ya?"

Julian menoleh ke arah Jilan, lalu terkekeh, "Sorry."

Jilan ikut tersenyum, lalu menggeleng, "Gue berasa orang tolol hampir maafin dia dan balik sama dia. I thought he would change."

"Lo terima Jeano dari awal aja udah tolol sih menurut gue." balas Julian, membuat Jilan mendecak. Namun lagi-lagi Julian hanya terkekeh.

Lelaki jangkung itu merogoh saku seragamnya dan mengambil sesuatu dari sana, memberikannya pada Jilan membuat si gadis melirik tangan Julian sebelum akhirnya menatap si pemilik tangan.

Sebuah milo cube untuk Jilan.

"Biar lo tinggi." ejeknya penuh jenaka, lagi-lagi membuat Jilan kesal dan mendengus. Lelaki itu hanya tertawa geli karena berhasil menjahili Jilan.

"Biar lo nggak sedih. Nggak perlu pikirin dia, you deserve better than him." suara Julian tiba-tiba melembut, "Lo berharga."

Bodohnya Jilan hampir luluh dan memaafkan Jeano jika ia tak melihat kejadian saat ini. Memang pada dasarnya Jeano enggan berubah, Jilan bisa apa?

••••

"Buat apa?" sebuah pertanyaan datang dari bibir kemerahan Jilan ketika kedua manik mata kecoklatan itu menatap sekotak coklat lengkap dengan sebuah buket bunga di balkon kamarnya beserta lelaki berjaket kulit hitam yang berdiri di hadapannya.

Tentu saja, Jeano.

Lelaki itu menaikkan bahunya, "A gift for you, emang harus ada alesan?"

Jilan tersenyum, lalu mengambil buket bunga, Jilan berjalan mendekati Jeano, lebih tepatnya bersandar pada pembatas balkon dan melihat pemandangan perumahan sore ini yang sunyi.

"What am I to you?" tanya Jilan membuat Jeano membalikkan tubuhnya untuk menatap punggung Jilan.

"Pacar gue, apalagi?"

Jilan tersenyum kecut, "Do you really love me?"

Jeano tak langsung menjawab, lelaki itu menjeda percakapan mereka cukup lama sebelum akhirnya ia mengangguk, "Of course i do."

"Oh ya?" tanya Jilan lagi, "Where?"

Jeano mengernyit, bertanya maksud Jilan lewat dahi yang ia kerutkan.

"Where? Where is the love? I don't feel it."

AN : Jangan lupa baca cerita aku yang baru yaaa, judulnya MIXED SIGNALS

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

AN : Jangan lupa baca cerita aku yang baru yaaa, judulnya MIXED SIGNALS.

Wounding to Loving | Lee JenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang