11

258 24 10
                                    

Levi menyeruput teh hitamnya dengan perasaan aneh. Ia terbangun dengan perasaan tidak enak,bahkan teh yang nikmat tidak bisa mengusir perasaan itu. Kemarin mereka syuting drama untuk terakhir kalinya. Ia memperhatikan bagaimana petra memandangnya sebelum mereka mengucapkan kata perpisahan,namun ia pura-pura tidak memperhatikan. Ia juga memperhatikan tingkah Jean yang tidak terlihat baik. Bukankah mestinya Jean senang? Drama pertamanya mendapat rating baik dan album barunya tak lama lagi keluar.

Mungkin kedua hal itu memengaruhi mood-nya pagi ini. Kedua orang yang tidak ingin ditemuinya itu membuat perasaannya memburuk. Ia hanya melirik dari sudut mata ketika manajernya datang membawa sarapan dan beberapa koran untuknya.

"Jadwal kita hari ini apa saja,levi?" tanyanya sambil lalu.

Manajernya,Gunther,mengeluarkan tab dan memeriksa jadwal mereka hari ini. "Tidak banyak,karena drama sudah selesai,tinggal menghadiri perayaan penutupan saja."

Levi menelengkan kepala. "Tidak bisakah aku absen saja?" tanyanya,jelas keberatan untuk datang ke seremoni apapun saat ini.

Gunther tertawa. "Penutupan drama macam apa kalau bintangnya saja tidak hadir,levi?"

"Bilang saja aku sakit atau apa. Mereka bisa kirimkan tagihannya padaku atau semacamnya," jawabnya asal.

Gunther menghembuskan nafas. "Jangan menyulitkanku sekarang. Kau tahu tidak mudah memberikan kesan baik pada orang-orang di industri hiburan."

Levi menipiskan bibirnya sebal. "Aku tahu."

"Balik lagi ke jadwal hari ini. Karena kau menolak pemotretan dan wawancara dengan majalah yang kusodorkan kemarin,maka tinggal persiapan album. Kau masih ke studio?"

Levi diam sejenak memikirkan jawabannya. Kalau ke studio,apakah dia akan bertemu dengan eren disana? Ia ingin bertemu dengan bocah itu,tapi otaknya menolak atas alasan-alasan praktis.

"Tidak bisakah kau bicara dengan orang-orang majalah kemarin?"

"Sekarang?" tanya Gunther sedikit kaget dan bingung. Levi hanya mengangguk,tangannya memilah-milah koran yang bisa menarik perhatiannya. Tiba-tiba tangannya berhenti dan matanya terpaku pada satu foto besar yang tidak terlalu jelas.

Ia mengenali kedua sosok yang ada di foto. Dahinya mengernyit melihat adegan tersebut. Ia melirik judul headline foto itu dan mengumpat keras. Dadanya panas dan kemarahannya meluap. Manajernya ikut mengernyit melihat perubahan suasana hati pria itu.

"Levi,ada apa?" tanyanya khawatir.

"Gunther,yang tadi itu tidak jadi saja. Kalau aku ke studio hari ini,apa kemungkinan eren ada disana?"

"Mungkin ada."

"Kita ke sana saja."

"Hah? Levi ada apa sebenarnya? Aku jadi bingung kalah kau begini."

"Nanti ku ceritakan. Kita harus buru-buru," kata Levi sambil mengambil jaketnya dan bergegas keluar,meninggalkan Gunther yang masih terdiam dan bingung.
.
.
.
.
.
Sementara itu,eren sedang menonton hange di studio rekaman. Tidak banyak bisa ia lakukan,pekerjaannya jelas lebih membosankan dibanding menjadi asisten Levi. Ia bahkan tidak jelas dengan deskripsi pekerjaannya saat ini. Seharian ia cuma diminta membereskan studio,membelikan makanan dan minuman,atau mengambilkan barang-barang keperluan orang studio. Sisanya ya itu tadi,bengong.

Ia jarang bertemu Levi.

Eren merasa sikap levi sangat aneh padanya. Pria itu tidak mengajaknya bicara,ataupun berdekatan dengan eren. Eren beberapa kali memergoki levi sedang memandangnya. Begitu ketahuan,pria itu langsung mengalihkan pandangan. Hal itu membuat eren merasa tidak enak.

Levi x Eren   A Love Like An Obsession Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang