Bab 19

36 9 0
                                    

»»————- ★ - ★ ————-««
HAPPY READING
»»————- ★ - ★ ————-««


Bukan hanya Seokjin yang gelisah karena mendapat hukuman untuk tidur di luar, tapi Jina juga. Justru ia sendiri tadi hanya membolak-balikan badanya ke kanan-kiri, matanya masih tak bisa terpejam, padahal jam di atas nakas sudah menunjukan tengah malam

Jina bangun dari posisi tidurnya. Bersandar pada tumpukan bantal. Ia memeluk guling yang biasa di pakai tidur oleh Seokjin. Bau guling yang biasa menempel aroma khas Seokjin. Ia menggigit bibir bawahnya resah, sesekali menggelengkan kepalanya. Ia tak boleh kalah dengan Seokjin. Ia harus membuktikan pada suaminya kalau wanita itu lebih hebat dari pada pria

Jina bertekat akan mengalahkan rasa takutnya untuk tidur sendiri. Jina melirik pada jendela kaca di kamarnya, hujan di luar semakin lama semakin deras ditambah dengan petir yang bersahutan

"Seokjinaa___" tanpa sadar ia bergumam kecil

Duarr

Kedua tangannya refleks menutup telinganya. Petir di luar benar-benar membuat nyalinya semakin menciut. Rasanya ia ingin beranjak dari ranjangnya dan berlari ke arah ruang tamu yang menjadi tempat tidur Seokjin malam ini. Tapi____ sekali lagi Jina menggelengkan kepalanya. Ia tidak boleh kalah!

Blam!

Seluruh tubuhnya sudah di penuhi dengan peluh karena saking takutnya saat lampu yang tiba-tiba padam. Jina meringis, dengan susah payah ia memejamkan matanya lalu menutup seluruh tubuhnya dengan selimut. Tapi niatan itu malah membuatnya sakin ingin menjerit

Dengan gerakan cepat Jina beranjak dari ranjangnya, berlari mendekati pintu. Ia tak bisa tidur dengan keadaan gelap seperti ini. Ia membutuhkan Seokjin___

"Aaah!" Hampir saja tubuh Jina nyaris terjungkal larena terlalu cepat berlari. Untung saja sebuah tangan dengan sigap menahan tubuh Jina agar tak jauh

Jina mengerjapkan matanya berkali-kali, ia bisa melihat Seokjin sedang tersenyum sambil menahan tubuhnya yang nyaris saja jatuh

Duarrr

Jina cepat-cepat berdiri dan menghambur ke pelukan Seokjin. Gadis itu menyembunyikan wajahnya di leher Seokjin. Seokjin tersenyum simpul. Saking kuatnya pelukan Jina, tubuh Seokjin jadi membungkuk karena kedua tangan Jina yang melingkar lehernya

"Seokjin! takut!" tangan Seokjin menyangga pinggang Jina

Jina tak segan melepaskan pelukannya. Ia malah semakin nyaman saat Seokjin membalas pelukannya, mengelus punggungnya dengan lembut. Tiba-tiba tubuhnya seperti melayang di udara, Jina membuka matanya perlahan, menjauhkan wajahnya dari lekukan leher suaminya

Seokjin menggendongnya!

Seokjin menurunkan badan Jina pada ranjang. Menyelimuti istrinya hingga sebatas leher. Mata Jina tak berkedip menatap Seokjin yang terlihat begitu telaten padanya

"Ah Seokjinaa, jangan pergi!" Jina menahan tangan Seokjin. Ia benar-benar takut ditinggal sendirian

"Sebentar, aku harus menutup pintu dulu. Aku tak akan meninggalkanmu" diusap-usapnya puncak kepala Jina dengan sayang

Setelah menutup pintu kamar, Seokjin kembali mendekati Jina yang tengah berbaring. Ia duduk ditepi ranjang, tangannya mengelus perut Jina yang masih rata.

"Tidurlah. Aku akan menemanimu sampai kau tidur. Setelah itu aku janji akan keluar dari kamar." ucap Seokjin

"Tidak mau!" Jina membuang wajahnya tak mau menatap Seokjin

Tangan Seokjin mengiring dagu Jina agar menatapnya, ia tersenyum jahil lalu menarik hidung Jina dengan gemas

"Kenapa kau jadi manja seperti ini? kemana Jina yang suka marah-marah dan selalu bersikap sinis kepadaku hemm? atau jangan-jangan kau mulai___"

Dengan cepat Jina memukul tangan Seokjin yang masih berada diperutnya

"Mulai apa?. Ya sudah kalau kau tidak mau menemaniku!" mata Jina berkaca-kaca. Walaupun dengan keadaan gelap, Seokjin masih bisa melihat jelas raut wajah istrinya

Semakin hari Jina semakin manja saja. Tak mau di tinggal Seokjin, ke mana-mana selalu ingin berdua. Hanya saja tadi pagi Jina terlihat begitu tidak terima karena dirinya membela Yeonjun yang menjelek-jelekan perempuan. Tapi kalau boleh jujur, Seokjin menyukai perubahan Jina yang semakin menjadi lebih baik lagi. Ya walaupun terkadang masih suka membuatnya marah karena sikap cemburu Jina yang berlebihan. Mungkin karena pengaruh bayi yang ada di dalam kandungan Jina

Seokjin sedikit membungkukan badannya hingga telinga kanannya menyentuh perut istrinya yang dibalut gaun tidur

"Kau lihat Eomma mu sayang, dia semakin hari semakin manja. Selalu sensitif" Jina hanya diam

"Padahal Appamu ini selalu berusaha memanjakannya setiap hari. Tapi tadi pagi Eommamu sangat kejam sekali" Jina jadi merasa bersalah pada Seokjin. Ia mengingat kejadian tadi pagi, harusnya ia tidak memberikan hukuman pada suaminya dengan tidur diluar

Tangan Jina mengelus rambut Seokjin, membuat pria itu mendongakkan wajahnya menatap Jina yang matanya memerah

"Maafkan aku___" Jina terisak

Seokjin jadi bingung dengan istrinya yang tiba-tiba menangis. "Kenapa kau menangis Jina? Apa aku membuatmu sedih?" tanya Seokjin khawatir

Seokjin mengarahkan ibu jarinya pada pipi Jina, menghapus air mata yang membasahi pipi istrinya. Jina bangkit dari pembaringannya, kembali memeluk Seokjin seraya terisak

"Maafkan aku, Seokjin___hiks" isaknya

Seokjin mengelus punggung Jina. Ternyata efek mengandung itu semakin membuat Jina aneh. Gadis itu sekarang sering membawa perasaannya, padahal ia hanya dihukum tidur di ruang tamu. Dan masalah kedinginan juga Seokjin tidak merasakannya. Seokjin masih tidur di luar kamar, jadi mana mungkin dia kedingin?

Walaulun begitu Seokjin menjadi tidak tega karena sikap Jina yang semakin sensitif. Ia tak ingin membuat Jina sering manangis karena merasa bersalah padanya

"Sudah jagan menangis, mungkin tadi aku kedinginan. Tapi sekarang sudah tak lagi. Karena aku sudah menemukan guling hidupku"

Jina mengurangi pelukannya, matanya memicing menatap Seokjin yang menyeringi jahil. "Kenapa kau semakin mesum, Seokjin!" sambil mendengus, Jina melayangkan cubitannya di pinggang Seokjin, membuat pria itu meringis

"Kau sendiri yang mengubahku manjadi mesum. Kau tidak ingat kejadian satu bulan yang lalu saat Baby dibawa pergi oleh Yeonjun?"

Seketika Jina menelan ludah. Ia malu mengingat kejadian itu. Bagaimanapun memang ia yang menginginkan lebih dulu

Jina menutup mulut Seokjin dengan satu tangan ya, sedangkan matannya menatap Seokjin garang

"Hentikan, Seokjin. Kau membuatku malu!"

Dengan susah payah Seokjin melepas tangan Jina dari bibirnya. Ia terkekeh pelan, lantas menarik Jina ke dalam pelukannya. "Tapi aku menyukai wajahmu yang sedang malu-malu" bisik Seokjin di telinga Jina

Tbc

Protective Wings ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang