Prolog

588 60 0
                                    

Dulu, impianku cukup sederhana.
Dewasa, menikah, dan memiliki anak, membentuk keluarga yang sudah lama kurindukan. Keluarga yang bisa memperlakukan diriku dengan baik.

"Dara, nanti jemput Naura!"

Aku menatap wanita paruh baya yang tengah mempersiapkan bekal untuk Naura. "Kenapa harus Dara, Dara juga harus bekerja Ma."

"Karena kantor kamu yang dekat dengan sekolah Naura." Alasan itu lagi, Naura adikku yang sedang menempuh pendidikan kelas tiga SMA.

"Kan bisa pakai ojol, aku sibuk Ma."

"Apa kamu nggak kasihan sama adik kamu? Dia masih sakit-sakitan." Semua nampak sama, dan akan tetap sama ada atau tidaknya diriku. Ini bukan kemauanku, tapi aku yang harus mendapatkan perilaku seperti ini, menjadi anak yang dianaktirikan.
"Bapak sudah bilang sama Wira, dan Wira juga menyetujuinya. Jadi kamu harus ikhlas dengan keputusan ini." Ucap Bapak saat aku baru saja pulang kerja. Aku menatap pria yang memberikanku kehidupan itu. Wira?

Kenapa harus Wira?

"Kenapa Bapak selalu memberikan apa yang diingikan Naura?"

"Karena Naura sakit-sakitan?" Lanjutku dengan nada yang sedikit meninggi, aku sudah cukup sabar akan semua tingkah keluarga ini kepadaku. Tapi sekarang rasanya aku ingin pergi dari rumah ini.

Wajah sayu Bapak menatapku, "Karena kamu pasti bisa menemukan pria lain yang jauh lebih baik dari Wira." Itu menurut Bapak, bukan menurutku.

"Silakan, nikahkan mereka. Bagaimanapun aku menolak rasanya sama saja. Bapak tidak pernah melihat diriku ada di keluarga ini." Jawabku dengan pergi meninggalkan ruang keluarga.

Dan malam itu menjadi malam terakhir diriku di rumah dan kota ini. Menikmati hidup tanpa campur tangan keluarga, dan lebih lagi dengan Naura.

****

Cek ombak??
Suka like, ya. Kalau nggak suka ya sudah.

Semoga bisa lanjut

Cerita ini sudah tamat ya di Karyakarsa.

Luka itu Aku ✔ (Karyakarsa & KBM) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang