10 - Surat dari Masa Lalu?

229 27 2
                                    

Teruntuk Kinar ....

Saat menulis surat ini, aku masih belum percaya bahwa yang terjadi di antara kita benar-benar nyata. Ini seperti mimpi-mimpi panjang yang berkelanjutan. Lalu, kapan kita akan terbangun?

Kalau memang ini nyata dan kita tidak perlu terbangun, mungkin kamu benar, kita bisa menjalin sebuah pertemanan.

Namun, untuk kisahku dengan Sukma, apa lagi yang bisa kuceritakan? Kisah kami terhenti sejak keluarganya membawanya ke Ujung Pandang.

Kini, aku seperti terapung di tengah laut, ikut saja ke mana ombak mengempaskanku. Dulu, aku punya sederet mimpi besar, dan selalu ada Sukma di dalamnya. Tapi setelah perasaan kami diputuskan paksa, mimpi-mimpi itu tidak ada artinya lagi. Aku berani bertaruh, hidupku tidak akan pernah lengkap tanpa Sukma.

Karena kita sudah sepakat untuk berteman, ke depannya jangan hanya aku yang cerita. Kamu juga boleh cerita apa pun.

Dariku,

Sayuti

Sekilas tidak ada yang janggal dengan surat Sayuti, mungkin hanya bahasanya yang tidak sepuitis biasanya. Itu karena dia sedang ngobrol dengan Kinar, bukan lagi sebatas mencurahkan perasaannya untuk Sukma.

Namun, entah kenapa Kinar sangat terganggu dengan penggunaan nama Kota Ujung Pandang. Mungkin terlihat sepele, tapi nama itu sudah diganti menjadi Makassar sejak tahun 2000. Bukankah aneh setelah 22 tahun berlalu masih ada yang menggunakannya?

***

Pagi ini Kinar tiba di King Foot dengan pikiran yang masih berkutat di surat terakhir Sayuti. Kira-kira kenapa lelaki itu masih menggunakan nama Ujung Pandang? Mustahil kalau dia tidak tahu-menahu soal peralihan nama itu. Kinar saja yang belum lahir waktu itu, tahu. Ataukah Sayuti memang sesetia itu? Bahkan untuk sebuah nama kota yang sudah tidak digunakan lagi? Memang ada orang seperti itu?

Tadinya hanya sebatas surat, tapi makin ke sini tanya-tanya soal Sayuti semakin kompleks di benak Kinar. Rasa-rasanya dia tidak sanggup lagi menanggungnya sendiri. Dia butuh teman bertukar pikiran. Barangkali keanehan ini bisa lebih sederhana kalau ditilik dari lain kepala.

Akhirnya Kinar memutuskan untuk menceritakan semua keanehan yang dialaminya kepada Paula. Agak tidak yakin sebenarnya, tapi tidak ada lagi yang bisa dipercayainya. Karena bermaksud membahas hal ini dengan serius, Kinar membawa surat-surat Sayuti untuk ditunjukkan ke Paula, agar dia tidak disangka mengarang cerita.

"La, udah sarapan belum?" tanya Kinar begitu Paula masuk ke mes. Mereka memang selalu datang hampir bersamaan.

"Belum," jawab Paula sambil menggeleng. Cewek berambut pendek itu membuka lokernya dan menyimpan barang-barangnya di sana.

"Tadi aku beli donat, nih. Ada susu kotak juga. Sarapan bareng, yuk."

Paula menutup kembali pintu lokernya sambil memicing ke arah Kinar. "Pasti ada maunya, nih," tebaknya. Rupanya dia sudah cukup paham watak sahabatnya yang satu ini.

Kinar nyengir sambil membawa donat dan susu kotaknya ke meja panjang yang merapat ke dinding sebelah kanan.

Paula mengekorinya.

"Jadi, apa kali ini? Mau curhat, minta pendapat, atau pinjam uang?" cerocos Paula.

"Duduk dulu kali, La." Kinar menyodorkan salah satu susu kotaknya dan menempatkan sekotak donat di tengah-tengah mereka.

Paula pun duduk sambil meraih susu kotak rasa cokelat itu dan langsung menusukkan sedotannya.

"Aku perlu ngomong sesuatu. Entah ini bisa disebut masalah atau apa. Intinya, aku benar-benar nggak kuat lagi menanggungnya sendirian. Dan aku nggak tahu harus cerita ke siapa lagi selain kamu."

Jodohku Tertinggal di Tahun 1972Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang