31 - Surat dari Masa Depan?

44 3 0
                                    

1972

Sambil merapatkan selimut di tubuhnya, Sayuti menatap nanar kalender lusuh yang tergantung di dinding kamarnya. Besok adalah hari ulang tahunnya. Memang tidak pernah ada perayaan spesial setiap tahunnya, keluarganya tidak menganut tradisi itu. Hanya saja, kali ini terasa patah dan semua kegamangan seolah tertarik ke arahnya. Seniat inikah Tuhan menjadikan kabar rencana pernikahan Sukma sebagai kado ulang tahunnya? Tidak adakah cara lain menyambut hari lahirnya selain menanggung semua kesakitan ini?

Sayuti paham dirinya bukan lelaki tangguh yang serba bisa. Namun, dia tidak menyangka akan serapuh ini. Dia jatuh sakit setelah tahu Sukma akan menikah. Padahal, jauh-jauh hari, selain terus memohon agar takdir mereka ditautkan, dia juga sudah menyiapkan ruang cadangan untuk menampung semua rasa sakit ini. Sayangnya, ternyata tak semudah itu. Mendengar sang pujaan hati akan dimiliki oleh lelaki lain, rasanya sungguh di luar prediksi.

"Assalamualaikum ...."

Itu suara Burhan. Sejujurnya Sayuti lagi pengin sendiri. Namun, dia tidak mungkin menolak kedatangan sahabatnya, yang barangkali sudah tahu kalau dia sakit dan berbaik hati meluangkan waktu untuk menjenguk.

"Uti ... aku masuk, ya."

Kali ini suara Burhan terdengar tepat di depan kamar Sayuti.

"Masuk aja, Bur," suruh Sayuti dengan suara serak.

Burhan pun masuk. Dia membawa sekantong jeruk yang langsung diletakkannya di atas nakas. Setelahnya, dia duduk di tepi tempat tidur.

"Tadi aku ke pasar, tapi kata Mak kamu lagi sakit. Makanya aku langsung ke sini."

Sayuti diam saja. Dia malu kalau sampai ketahuan bahwa sakitnya ini efek patah hati.

"Memangnya kamu sakit apa?"

Sayuti menghela napas panjang sebelum menjawab. Sejujurnya dia benci pertanyaan itu. Dari nada suaranya, sepertinya Burhan menyangkutpautkan kondisi Sayuti dengan kabar buruk yang disampaikannya kemarin. Dia hanya tidak enak hati menyinggungnya terang-terangan.

"Cuma demam biasa. Paling besok juga sudah sehat lagi."

"Sudah minum obat?"

Sayuti bergumam mengiyakan.

"Mau aku kupaskan jeruk?"

Sayuti menggeleng.

Hening menggantung beberapa jenak.

"Soal kemarin, sekali lagi aku minta maaf, ya. Aku hanya nggak ingin kamu terjebak dalam hal-hal yang nggak pasti." Burhan berujar hati-hati.

Sayuti yang berbaring dengan posisi menyamping, langsung menoleh. "Maksud kamu?"

"Kita ini sahabatan sejak kecil. Jadi, setiap kali kamu merasa butuh teman cerita, nggak usah sungkan. Jangan malah cerita ke orang yang nggak jelas keberadaannya."

"Yang kamu maksud nggak jelas ini, Kinar, kan?" Tanpa sadar suara Sayuti meninggi. "Kamu mau bilang kalau dia nggak nyata?"

🍁🍁🍁

Assalamualaikum.

Mohon maaf sebelumnya, bab ini hanya berupa cuplikan. Kalau kamu penasaran dengan kelanjutan kisah Kinar bersama meja ajaib itu, silakan baca di:

* KBM App
* KaryaKarsa

Di semua platform nama akunku sama (Ansar Siri). Ketik aja di kolom pencarian. Kalau akunku udah ketemu, silakan pilih cerita yang ingin kamu baca.

Cara gampangnya, langsung aja klik link yang aku sematkan di halaman depan Wattpad-ku ini.

Aku tunggu di sana, ya.

Makasih.

Salam santun 😊🙏

Jodohku Tertinggal di Tahun 1972Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang