☕+🍵
_
_
_
_
_
-Terik matahari pagi itu terasa menyengat kulit. Langit cerah kebiruan, sapuan tipis awan turut menghiasi, dedaunan pohon yang kian melambai diketuk angin, burung-burung yang sedang berpelesir ke arah timur, semuanya menjadi saksi. Pidato seorang kepala sekolah yang berdiri di depan barisan para siswa dari ujung selatan hingga utara terus saja terlontar tak kunjung selesai. Mulai dari mengucapkan beberapa macam salam sebagai bentuk pembukaan, dilanjutkan dengan menyapa semua yang hadir dalam kegiatan upacara, dan yang paling berbelit-belit adalah di bagian isi. Sedangkan, di tempatnya, para siswa maupun siswi sudah tidak sabar ingin meninggalkan lapangan.
"Sst sstt..."
Suara desutan itu berasal dari barisan milik kelas XI IPA 3. Terbilang pelan, sampai-sampai kepala sekolah di depan sana sudah dipastikan tidak akan bisa mendengarnya.
"Sst sstt..."
Suara itu kembali lagi. Rendah tapi penuh penekanan, menuntut tanggapan dari teman yang berdiri di sampingnya. Langsung saja, orang yang dimaksud itu melirik ke arahnya. "Bentar, dikit lagi."
"Jangan kelamaan. Keburu pingsan beneran gue."
Dua siswa ini sepertinya sedang merencanakan sesuatu. Siapa lagi jika bukan Teddy dan sohibnya -Malik.
"Ya sabar ... gue masih butuh pemanasan," balas Malik serendah mungkin, supaya hanya bisa didengar oleh Teddy.
"Pemanasan apa lagi, sih? Ini dari tadi udah panas. Sampe keringetan ini... Ketek gue basah woi," sinis Teddy berusaha menekan suara dan kekesalannya.
Lirikan mata Malik tak kalah sinisnya dengan Teddy. "Dikit lagi."
Pemuda yang berdiri di depan mereka berdua hanya bisa menghela napas mendengar samar-samar percakapan kedua temannya. Setelahnya, tidak ada percakapan lagi di antara mereka. Malik sibuk memantapkan kegiatan pemanasan dan penghayatannya. Sedangkan, Teddy sibuk meratapi ketek basahnya yang membutuhkan pertolongan pertama, segera.
"OEMJI! Malik?!" seru Teddy saat mendapati tubuh Malik yang tiba-tiba tumbang alias pingsan. Ia terduduk sambil memangku kepala temannya di paha. Dramatis.
"Wahai para PMR yang terhormat! tolongin sohib gue! Malik telah gugur!" serunya lagi tak kalah kencang. Banyak pasang mata langsung menatap ke arah mereka. Termasuk para guru pengajar yang saling melongok melihat kegaduhan. Tak lama, kepala sekolah yang berdiri di depan itu tertarik dan segera mengintruksikan para petugas yang bersangkutan untuk memberi pertolongan pada Malik. Tidak tahu saja, jika keduanya memang sedang berakting.
Jika Teddy sibuk menepuk-nepuk pipi Malik dengan kepanikan palsunya, jauh berbeda dengan Dewa.
Dewa Sebastian Virendra.
Enggan tuk mengakui sebenarnya, bahwa ia adalah teman dari kedua manusia yang sedang beradu peran itu. Entah sudah ke berapa kalinya pemuda itu menghela napas menyaksikan kegilaan kedua temannya. Walaupun, tidak bisa terpungkiri, ia sebenarnya turut mendukung aksi mereka. Bahkan, berterima kasih. Dengan begitu, sang kepala sekolah itu peka akan kondisi dan upacara bisa segera diakhiri.
Tak sedikit pasang mata yang melihat ke arah Teddy dan Malik. Keduanya sama-sama menjadi pusat perhatian sekarang. Berkali-kali kepala sekolah meminta setiap barisan untuk tenang. Detik-detik gugurnya Malik dari barisan cukup menyita banyak perhatian. Apalagi saat tubuh Malik diangkat dan dilarikan ke ruang UKS menggunakan tandu.
Kepala sekolah di depan sana kembali meminta para barisan untuk tenang dan tetap mengikuti jalannya upacara dengan saksama. Tidak lupa di penghujung pidatonya, ia meminta kepada seluruh siswa untuk selalu menjaga kesehatan di tengah musim pancaroba yang melanda. Kepala sekolah yang perhatian, tapi sayangnya kurang peka dan pengertian.
![](https://img.wattpad.com/cover/301239160-288-k473120.jpg)