☕+🍵
_
_
_
_
_
-Setelah mengikuti kegiatan pembelajaran selama kurang lebih setengah jam, gadis yang satu ini mendadak merasa kehilangan sesuatu. Berkali-kali ia merogoh saku seragamnya, berharap dapat menemukan benda yang tengah ia cari-cari tapi tidak nihil. Berkali-kali juga ia memeriksa jahitan saku, khawatir benda yang ia cari hilang akibat saku yang bolong. Namun, setelah ia periksa dan yakin sekali, sakunya tidak berlubang sedikit pun. Jahitannya masih rapat dan bagus.
"Kenapa lo?" tanya temannya setengah berbisik, supaya suaranya tidak terdengar sampai ke depan.
Sandra. Gadis yang merasa kehilangan sesuatu itu, masih larut dengan kebingungannya sendiri. Memeriksa laci meja, kotak pensil, hingga ke dalam tasnya.
"Kenapa, sih?" teman sebangku Sandra, si Upi, semakin penasaran. "Lo kehilangan sesuatu?"
Sandra menatap ke papan, mencoba menerawang ingatannya. "Iya, kunci ruang OSIS."
Ia menatap Upi. "Lo liat nggak? atau lo nemuin kunci nggak selama kita di kantin tadi? atau kuncinya ada di elo sekarang?" tanyanya beruntun dengan suara rendah.
Upi menggeleng. "Enggak. Gue aja nggak tau kalau lo bawa kunci ruang OSIS pas kita ke kantin tadi. Pas kita makan pun, gue nggak liat lo ngeluarin kunci sama sekali."
"Iya juga ya?" Sandra kembali memeriksa kotak pensil, lalu sakunya.
Sandra menghembuskan napasnya gusar. "Jadi tadi itu, Clara ngasih kunci ruang OSIS ke gue pas kita lagi di-" pikiran Sandra langsung berlari ke kejadian sewaktu di toilet tadi. "-di toilet." Tatapan Sandra jatuh apda Upi, yang masih setengah bingung.
Sandra dengan segera menutup kotak pensilnya. "Bentar, gue ijin ke toilet dulu," ucapnya pada Upi.
Sandra pun beranjak dan mendekati meja guru. Sebelum keluar dari kelas, ia meminta ijin pada guru pengajar terlebih dahulu. Setelah mendapat persetujuan, gadis itu pun keluar kelas dan langsung menuju toilet. Karena semuanya berawal dari sana. Jadi, ia harus segera mencari dan menemukan kunci itu di tempat kejadian. Kalau tidak, apa kabar dengan rapat pengurus OSIS nanti?
Sandra menggelengkan kepala cepat, mengenyahkan segala ke-overthinking-an yang justru menambah beban pikirannya.
Ketika melihat pintu toilet perempuan, tanpa basa-basi lagi ia berjalan masuk. Namun, selang beberapa detik Sandra keluar lagi karena baru ingat bila saat ia menunggu Upi dan pada saat Clara menyerahkan kunci ruang OSIS, ia berada di luar. Ia sama sekali tidak masuk ke dalam toilet wanita. Kegelisahannya membuat pikiran gadis itu sedikit kacau. Demi mengatasi itu, ia mengatur ulang napasnya, berusaha fokus, dan bersikap tenang.
Sandra kembali memutar ingatannya pada detik ketika Clara, si sekretaris OSIS memanggilnya waktu itu.
Dan yang menjadi kebiasaan Sandra adalah menggigiti kuku jari tangan. Pertama, ketika ia sedang merenung memutar otak untuk berpikir. Kedua, saat ia sedang merasa gelisah.
Kedua bola mata Sandra terbuka lebar. Ia menjentikkan jari, "Itu dia!" ujarnya saat mengingat adegan di mana ia memasukkan kunci ke dalam saku seragam, tapi tiba-tiba ada orang yang menabraknya. Dan pelakunya adalah Malik.
"Pasti waktu dia nabrak gue ... kuncinya jatuh, tapi gue-nya nggak sadar."
Sandra menghentakkan satu kakinya ke lantai, bertujuan menyalurkan rasa kesal. "Kok bisa sih?!"
Tak ingin buang-buang waktu, Sandra segera mencari kuncinya. Mulai dengan membolak-balikkan pintu toilet, menelusuri lantai, teras, hingga tempat sampah. Bola matanya terus menjelajah ke bawah. Ia membuka penutup tempat sampah, mengintip ke dalam, lalu ditutupnya lagi. Sandra berjongkok, mulai menajamkan mata, menelisik layaknya predator yang sedang mencari mangsa.