08. a mystery

734 58 17
                                    

Demam Jungkook sudah turun. Bahkan lelaki itu sedang di meja kerjanya. Wajahnya yang masih sedikit pucat dan berantakan, tidak membuatnya kehilangan konsentrasi kendati kedua netra legam seseorang di belakangnya membuatnya gelisah.

“Aku tidak habis pikir.” Terdengar helaan napas Hwayoung lelah. Ia bersandar di meja, di samping Jungkook yang berkutat dengan laptopnya. “Bukankah kau harus memulihkan energimu agar besok bisa bekerja dengan segar? Tapi apa yang kau lakukan sekarang, Jungkook?”

Siang tadi, Hwayoung bahkan meminta bantuan Heewon untuk membelikan obat untuk Jungkook, karena ia takut jika Jungkook akan meminta tolong di saat ia tak ada. Namun sekarang kenyataannya, larut malam pria itu malah berkutat dengan pekerjaannya. Bibir pucat dengan wajah tampan tapi lesunya itu terlihat mengenaskan.

Sebenarnya Jungkook pun masih pusing, namun pekerjaannya harus ia tangani hari ini agar ia bisa berangkat besok ke luar kota dengan tenang. Ia membutuhkan waktu, bahwasannya ia memang sedang kalut hingga membuatnya sakit seperti ini. Padahal, jika ia bisa, ia ingin mengabaikannya. Namun, pikirannya berkecamuk setelah malam itu.

Lamunan Jungkook terbuyar ketika ada seseorang yang menggenggam lengannya. Menyingkirkan satu tangannya lalu duduk menyamping di pangkuannya. Benar, tentu saja itu adalah Hwayoung.

Kedua netra wanita itu terasa tajam dan menusuk ketika saling bertatapan. Jungkook merutuk, ia melamun ketika diajak berbicara oleh sang istri. Apalagi yang ia lamunkan adalah mantan kekasihnya. Itu tidak benar!

“M-maaf. Aku hanya sedang banyak pikiran, jadiㅡ”

“Sst.” Hwayoung menempelkan jari telunjuknya di depan bibir Jungkook yang membuat pria itu terdiam. Lalu setelah melihat Jungkook terdiam, Hwayoung yang masih mempertahankan wajah dinginnya menghela napas. Jemari telunjuknya yang masih berada di depan bibir Jungkook mulai menjauh.

“Aku juga sangat mencintai pekerjaanku, tapi kalau dengan keadaan sakit seperti ini, kau juga harus paham ada batasnya jika tubuhmu tidak menyanggupinya. Kau terlalu memforsir diri.”

Kedua netra Hwayoung yang memandangnya membuat Jungkook tahu bahwa istrinya itu benar-benar mengkhawatirkannya. Walaupun raut wajahnya masih sama, dingin. Apa yang sebenarnya yang ia pikirkan? Bukankah bagus jika sudah menjalin hubungan dengan orang yang tulus menikmati waktunya bersamamu? Ia tidak perlu memikirkan sang mantan kekasih begitu dalam. Ia bisa buktikan bahwa ia benar-benar melupakannya. Meski pada kenyataannya akan sulit ketika melakukannya.

Jungkook lantas dengan sekejap memeluk belakang punggung Hwayoung dan menempelkan hidungnya pada hidung Hwayoung. “Terima kasih sudah mengkhawatirkanku.” Diiringi seringai jahil di bibir pucatnya, ia mencium pipi kanan Hwayoung. “Jangan marah. Kau membuatku takut.”

Mungkin, Hwayoung akan mendorong Jungkook karena aksi tiba-tibanya ini, namun ia sendiri menyukainya. Perlakuan lembut Jungkook yang kadang tidak terduga. Pipinya mulai memanas. Hwayoung mencoba memahami sang suami, lalu menghela napas. Ia berdeham.

“Kalau begitu, ayo kita tidur. Kau butuh istirahat yang banyak,” ujarnya dan melepaskan kedua tangan Jungkook yang masih memeluknya dan ingin beranjak. Namun hal itu ditahan oleh Jungkook lalu tanpa disangka lagi, Jungkook menggendongnya ala bridal. Membuat Hwayoung cukup terkejut.

“Kau sudah lelah mengurusku, sekarang biar aku yang melakukan apa yang kuinginkan untukmu.”

---oOo---

“Kau tahu aku sangat menyukai Hwayoung-ssi. Aku ingin melihat hasil pemotretannya denganmu.” Heewon mendengkus, lalu duduk di sofa. Taehyung hanya mengangguk-angguk mengerti. Adik perempuan kesayangannya itu memang menyukai sang kliennya hingga menggeluti bidang yang sama. Walaupun yang diketahui, perempuan itu sangat gengsi jika mengakuinya di depan Hwayoung. Daripada mengakuinya, ia malah sering mencela pribadi Hwayoung sendiri.

Sacred Promise isn't A GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang