09. Trauma

225 18 11
                                    

Hwayoung tak bisa menahan pergolakan hatinya ketika melihat ponselnya berdering. Layar ponsel yang menyala dengan satu panggilan bernamakan Jeon Jungkook. Tentu ia tak kunjung menjawab lantaran karena ingin ia abaikan.

Sehabis bertemu dengan dokter pribadinya, entah kenapa ia merasakan harus menghindari Jungkook. Ia takut semakin terbawa perasaan yang tidak semestinya ada. Walaupun pria itu tidak seperti Namjoon, tapi Hwayoung tidak ingin terlibat perasaan dengan siapapun lagi.

Tak lama, ponselnya berhenti berdering. Lalu ada notifikasi muncul setelahnya.

Dua kali panggilan tak terjawab.
3 notifikasi pesan line.

Jeon Jungkook
Sedang sibuk?
Aku akan kembali lusa, ada yang kau inginkan?
Setelah melihat ini, kuharap kau menghubungiku kembali.

Hwayoung menghela napas panjang. Ia menyimpan ponselnya kembali ke dalam tas lalu pergi dari sana. Ia mungkin tidak akan pulang, dan akan menginap di hotel. Sebab rumah itu sudah tersimpan dalam memori tentang mereka.

———oOo———

Menata satu persatu tangkai bunga dengan tangannya yang lentik, ia mengurai senyum ketika buket bunga yang dipesan pelanggan sudah selesai ia rangkai dengan cantik. Terlintas sekelebat memori ketika melihat bunga mawar tersebut, membawa ingatannya pada pria yang pernah memberikan buket bunga mawar yang begitu besar dan sebuah boneka beruang. Sampai saat ini, dua benda itu masih tersimpan rapi di rumahnya, tepatnya di kamar pribadinya. Meskipun ia tahu, bunga itu pasti akan layu. Karena bagaimanpun kenangan indah itu tidak akan bisa dilupakan. Kenangannya bersama seseorang. Ia melamun tanpa sadar.

"Permisi, aku ingin memesan buket bunga lily krisan."

Sontak ia terkejut, lalu buru-buru memberikan buket bunga yang sudah selesai ia rangkai tadi kepada sang pelanggan. Ia mengarahkan sang pelanggan untuk beralih ke kasir.

"Maaf, tunggu sebentar," ujarnya pada pelanggan baru yang menyadarkan lamunannya. Ia lalu mendekat pada wanita cantik tersebut yang memakai pakaian bak model dengan surai rambut panjang yang menjuntai indah. Memang cantik. Wajahnya pun terlihat tegas.

Ia terkagum sesaat.

"Apa Anda ingin memilih sendiri bunga—"

Wanita itu menginterupsi, "langsung saja. Saya terburu-buru." Lalu wanita itu tersenyum tipis. Ia pun lalu mengangguk dan mengambil beberapa tangkai bunga lily dan krisan dari pot.

Selagi merangkai, ia melirik beberapa kali ke pelanggan tersebut. Sepertinya wanita tersebut baru kemari pertama kali. Wajahnya benar-benar sangat visual, apalagi melihat pakaian dan tasnya dari merek ternama. Jarang sekali ada pengunjung sepertinya. Mungkin ada, tapi orang tersebut adalah suami atau adik iparnya sendiri.

"Bagaimana Anda tahu tempat ini?"

Wanita itu agaknya tersentak karena tiba-tiba ia mengajaknya mengobrol. "Ne?"

"Saya baru melihat seseorang seperti Anda mengunjungi florist ini. Anda seperti seorang selebriti. Makanya saya bertanya bagaimana Anda tahu tempat ini." Lalu ia terkekeh canggung.

"Ooh." Wanita itu ber-O ria. Lalu menjawab dengan singkat. "Igeoneun ... hanya kebetulan. Saya melewati jalan dan melihat ada toko bunga disini, jadi saya mampir."

Ia tak mengonfirmasi dia selebriti atau tidak. Namun, yang ia yakini pasti pekerjaannya masih satu profesi dengan apa yang ia pikirkan. Karena tidak mungkin, orang biasa bisa memakai brand mewah seperti yang wanita tersebut kenakan. Kecuali memang ada seseorang kaya yang menafkahinya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 08 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sacred Promise isn't A GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang