02. givin' him something?

4.3K 375 32
                                    

Hwayoung tahu, Jungkook tak bisa tak perlihatkan keterkejutannya tentang sebuah rahasia antara ia dan Namjoon. Namun siapa peduli, jika percikan birahi sudah menguasai diri mereka masing-masing. Jungkook butakan matanya sebentar untuk mencecap indahnya surga dunia, ia hunjamkan untuk mengoyak liang sempit yang sudah basah akibat ulahnya. Suara yang merasuk ke dalam telinganya hanya terisi lenguhan istrinya, bukan pernyataan si puan tadi yang buat sakit kepala.

Masih teringat di ingatan, jika Hwayoung tetap seksi ketika menampakkan raut dinginnya sedang menggigit bibir bawah, mencengkeram bahu polosnya untuk menyalurkan betapa tersiksanya ia bergerak di ruang sempit. Jungkook sempat terkagum. Jadi, apa yang membuat Namjoon dan Hwayoung tak pernah lakukan hal semacam ini kendati pernikahan mereka sudah memakan waktu delapan belas bulan lamanya?

Jungkook tak bisa mengira jika Namjoon menahan semua itu. Namun, Jungkook juga tak berhak tahu, untuk mengorek informasi lebih dalam. Walaupun ia penasaran.

“Kau indah.” Jungkook berbisik, seraya menangkup dada Hwayoung untuk ia kulum dengan mulutnya, memberi sengatan listrik yang cukup membuat Hwayoung merintih pelan.

“Apa seperti ini daya tarikmu, ketika melakukan cumbu?” Pun Hwayoung berbisik, sanggamanya masih bertautan erat dengan Jungkook, kendati mereka sudah berada di puncak dan menumpahkan lahar masing-masing. Hwayoung sedikit merasa ... geli.

Jungkook bergumam, karena mulutnya sibuk mengulum. Tak sadar membuat Hwayoung menekan ujung selatannya di sana lebih dalam hingga ia melenguh tertahan.

“Tch, Fuck!”

Hwayoung tersenyum tipis. “Kau merasa tertantang lagi, hm?”

Jungkook kobarkan api gairah di kedua matanya dalam sekejap. Ia mengulas senyum miring. “Kubuat kau menikmati bagaimana keluar berkali-kali di tempat seperti ini.”

Waktu yang Jungkook buat agar efektif dalam menempuh perjalanan, supaya esoknya tak terlambat, agaknya membuat nya seketika lupa. Ia kini sedang menyukai malamnya terusik dengan ombak yang mengalun berisik.

---oOo---

“Ada apa dengan freelance modelnya?”

“Terlambat datang, sepertinya, sajinsa-nim.”

Sang fotografer, Gong Taewoo menautkan kedua tangan untuk dilipat di depan dada, mendengkus kesal. “Apakah seorang model punya derajat yang tinggi? Sekalipun ia bisa meminta waktu untuk kedatangan, ini bukan waktu yang tepat untuk mengundurnya!”

Si asisten bermarga Lee hanya menunduk takut. Pun ia berinisiatif untuk menghubungi sang model. Kendati harusnya sang model yang memberi kabar terlebih dahulu bahwa kedatangannya terhalang jika ada masalah. Ini sama saja memberi makan dirinya pada sang atasan.

“Halo, Jung Hwayoung-ssi. Beritahu saya sekarang Anda berada dimana. Anda tahu 'kan Anda sedang terlambat untuk pemotretan.”

“Eoh?” Suara khas pria yang sedang bangun tidur menyapa gendang telinganya. Membuat si asisten mengernyitkan kening. Memandang layar ponselnya lagi, ia tak salah menelepon, kok.

“O-oh. Mianhaeyo. Istriku sedang lelah. Katakan saja, jadwalnya hari ini batal dan gantikan di hari berikutnya. Aku akan membayar kompensasinya.”

“A-ah, b-baiklah. Terima kasih.”

Pip.

Sang asisten Lee mendapati dirinya menggenggam ponselnya dengan perasaan bingung. Suami Jung Hwayoung kabarnya dikabarkan meninggal karena kecelakaan seminggu yang lalu.  Perempuan itu yang mengatakannya sendiri, untuk mengatur jadwal pemotretannya karena ia sedang berduka.

Sacred Promise isn't A GameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang