Ben mengadakan pertemuan di ruang tengah berempat dengan Joana dan Marvin, mengadili dan mencari kebenaran dari Emma.
Marvin memang ga ada di rumah saat mereka bertengkar tapi dikabari oleh Joana dan saat itu juga dia langsung pulang, sebenarnya Marvin bukan khawatir dengan ibunya lebih peduli pada Haesel dan ingin mencari tau apa yang terjadi.
" Pa, mama ga salah kok. Mama cuma mendidik kak Haesel aja, kita juga semua tau kalau dia itu terlalu dimanja dan jadinya malas. Nanti kalau aku udah nikah, aku ga akan kaya gitu biarpun keluarga kita kaya " Joana tiba tiba bersuara membela mamanya, sebenarnya dia kesal banget karena Haesel mengadu pada Jensen.
Apa ga bisa menyimpan dan memendam masalah sendiri kalau udah tau bakal menjadi keributan? Joana merasa dia lebih dewasa daripada Haesel, kalau ada di posisi Haesel pasti dia ga akan mengadu dan memandam sendiri saja.
" Bukan malas kali, namanya juga lagi hamil. Siapa tau badannya lemas, ga enak dan butuh istirahat makannya di kamar aja " Marvin angkat bicara tetapi dia membela Haesel.
" Tetap aja dong kak bukan alasannya jadi malas dan ga keluar kamar, keluar kalau makan aja. Piring bekas makan aja masih di cuciin bibi. Apa ga malu sama umur? Bukannya udah jadi istri dan mau jadi ibu? " Joana tetap menyalahkan Haesel.
Marvin lebih berpikir logis, perasaan ga ada seorangpun di rumah ini yang mencuci bekas makannya sendiri. " Udah bayar yang kerja. Apa harus kerja sendiri? Buat apa punya banyak bibi? Kaya orang susah aja, lagipula kamu juga bekas makan masih diberesin orang. Mama juga samanya"
Joana hanya bisa menahan kesal dalam hati karena Marvin lebih memihak pada Haesel daripada mereka, Joana berniat membantu mamanya tapi Marvin malah memperkeruh suasana.
" Pa, ini salah mama yang terlalu banyak mengatur. Harus di kasih tau biar ga ganggu Haesel, udah tau lagi hamil. Papa mau terjadi sesuatu sama cucu papa? " ucap Marvin lalu pergi ke kamarnya.
Akibat ucapan Marvin, Emma di marahi habis habisan oleh Ben dan mereka bertengkar hebat sampai suara teriakan Ben terdengar.
Joana pergi ke kamar Marvin mau menegur kakaknya, kalau ga ada hubungan pasti Marvin ga akan membela Haesel kaya tadi.
" Kakak kenapa sih belain kak Haesel terus? Ada apa di antara kalian? Kakak tergoda sama cewe kaya gitu?" marah Joana.
Marvin menatap adiknya malas " Kamu yang aneh. Haesel salah apa sama kamu sampai berubah kaya tadi? "
" Aku ga berubah, aku baru sadar aja dia aslinya gimana "
Marvin mendekati Joana " Memangnya Haesel kaya gimana? "
" Dia kaya cewe murahan aja, gatel "
Marvin ga mengerti selama tinggal di satu rumah dia merasa Haesel baik baik saja, sikapnya masih wajar dan bisa dibilang selalu menjaga sikap.
" Gatel? Memangnya dia godain siapa? Godain kakak? Godain papa? "
Joana semakin terpojok dan semua ini karena Haesel, dia semakin ga menyukainya.
" Kak Marvin suka kan sama dia! Aku bakal aduin kakak ke kak Jensen! " ancam Joana, udah ga bisa melawan dan membalas ujungnya jadi mengancam.
" Aduin aja kalau Jensen mau ngomong sama kamu "
Joana pergi keluar dari kamar kakaknya, Marvin yakin Joana berubah karena terpengaruh omongan mamanya.
Marvin juga heran sebenarnya dia udah menyakiti dan senang menganggu Haesel tapi tetap membela kalau Haesel diperlakukan ga adil. Haesel harus berterimakasih karena Marvin mau membelanya, Marvin harus bilang pada Haesel.
KAMU SEDANG MEMBACA
HUSBAND WITH BENEFITS
Romance" Aku hamil " " Ayo menikah " " Tapi kamu adik tirinya " Menikah memang solusi untuk Haesel atas kehamilan yang ga diharapkannya tapi bukan dengan adik tiri dari lelaki yang seharusnya bertanggung jawab.
