Italy, 1980.
Alys merasakan sapuan angin menyapu wajahnya dengan merdu, ia merasa seperti tengah berada di awan yang sangat lembut. Selembut permadani. Semerbak aroma bunga menyebar memasuki indera penciumannya, sangat candu meskipun ia tidak begitu suka. Terkadang baunya membuat Alys mual, namun terkadang mampu membuat Alys merasa tenang.
"Alys! Oh, astaga! Alys! Cepat bangun, apa yang akan ayahmu katakan kalau melihatmu tertidur di tengah-tengah untaian bunga seperti ini?!" Esme memekik, berdecak sebentar lantaran tidak mendapatkan respon apapun dari sang empu. Gadis dengan head scarf berwarna putih dengan motif pulkadot itu celingukan ke kanan dan ke kiri, memastikan kalau tidak ada yang melihatnya.
Ia menghela napas jengah, kemudian dia berjongkok dan mengguncangkan bahu Alys lumayan kencang—sampai tubuhnya bergoyang ke sana dan ke mari. Esme—asisten pribadi Alys, bersumpah akan menyirami Alys dengan air kalau dia tidak segera bangun juga. Baru saja dia akan berdiri—tiba-tiba saja Alys memanggil namanya dengan suara parau khas orang yang baru bangun tidur.
Oh, ya Tuhan, ada apa dengan Alys sebenarnya? Tidak biasanya gadis itu seperti ini.
Tentu saja ini aneh untuk dilakukan, Alys kerap dilatih menjadi sosok primadona yang anggun serta menawan seperti seorang peri. Ia harus tetap elegan serta menjaga sikap bak seorang putri. Namun—apa ini?! Bisa-bisanya dia tertidur di atas rerumputan penuh bunga dengan buku dongeng bersampul hijau dengan ukiran bingkai berwarna emas yang ditimpa beberapa daun di sudutnya.
Esme mengambil buku itu dari dekapan Alys. Dan kini Alys sudah mulai tersadar, dia mengubah posisinya menjadi duduk. Kepalanya menerawang ke sana dan ke mari seperti menyingkronkan sesuatu, kemudian dia menyipit seperti kebingungan.
Esme berdiri, memperhatikan hal itu ikutan menyipitkan mata, menatap penuh selidik ke arah Alys. Lima detik kemudian dia memekik terkejut dengan mulut ternganga lebar dan mata terbelalak, dia menutup mulutnya—menjatuhkan buku yang lumayan tebal itu hingga jatuh membentur tanah. Kemudian dia kembali berjongkok dan mengguncang bahu Alys lagi, "Alys, Alys, ini aku! Esmeralda, pelayan setiamu. Kau ingat aku, kan? Alys, bangunlah! Kau tidak pergi ke dimensi lain kan? Ini jiwamu, kan? Bukan orang lain, kan?" ucapnya dengan penuh dramatis dan menangkup kedua pipi Alys serta mengguncangnya dengan lumayan kencang.
Alys berdesis, makin pusing. Dia memejamkan mata, sama sekali tidak memberontak ataupun menyuruh Esme menyingkir. Bisa-bisanya gadis itu mengira dia bangun dalam jiwa yang berbeda, sama halnya seperti cerita fiktif yang pernah ia baca. "Iya, iya, Esme. Aku tahu itu kamu, jadi tolong pindahkan tanganmu, ya?" ucapnya penuh kesabaran sembari melirik tangan Esme yang berada di pipinya dengan sinis.
Tanpa rasa bersalah, Esme malah bernapas lega dan mengelus dadanya. "Aku kira jiwamu masuk ke dalam buku itu," ungkap Esme dengan lugu, sembari memungut buku yang kertasnya mungkin telah kotor. "Salahkan dirimu yang linglung begitu. Kau kenapa tiba-tiba bertingkah aneh seperti tadi?" cibir Esme sembari memilih duduk di samping Alys dengan bibir mengerucut.
Alys menghembuskan napas pelan, kemudian ia memejam dan memijat pelipisnya. Mungkin karena tertidur di dataran yang keras membuat kepalanya pusing dan sakit. "Aku hanya bingung kenapa aku bisa tiba-tiba ada di taman bunga, padahal tadi aku berada di perpustakaan," cicit Alys yang mampu membuat sebelah alis Esme tertarik ke atas.
Esme mencoba tertawa tidak percaya, dia menaruh punggung tangannya di kening Alys. "Oh, sungguh, aku takut sekarang. Ini benar-benar dirimu, kan?"
"Kau pikir aku tinggal di dimensi mana, huh?" balas Alys dengan nada rendah namun frustasi, kepalanya masih pusing.
"Kau tidak pergi ke perpustakaan, Alys. Setelah berkeliling di taman, kau memintaku membawakan buku ini. Buku yang kau pinjam di perpustakaan kemarin lusa."
Sontak mata Alys terbuka sepenuhnya, "Huh? Sungguh? Jadi pria yang tadi itu mimpi?" ucap Alys tak percaya dengan apa yang ia dengar.
Mendengar penuturan Alys membuat kedua sudut Esme tertarik ke atas, "Woaw, jadi kau memimpikan seorang pria, Alys?" godanya sembari menyikut bahu Alys dengan senyuman meledeknya.
Alys menghiraukan godaan Esme, pikirannya hanya tertuju pada satu hal, yaitu; tatapan pria itu. Tatapannya sangat nyata, tatapannya sangat hangat bahkan sampai menjalar ke seluruh tubuh Alys. Ia bahkan masih merasakannya sampai sekarang. Ia masih merasakan pipinya yang agak menghangat dan jantungnya yang berdebar merdu.
Andai Jimin itu nyata, dapat ia genggam.
Morpheus sialan. []
— dictionary :
OO1 — Morpheus: dewa di dalam mitologi Yunani yang bertugas membawa mimpi baik untuk manusia, biasanya dia ditugaskan membawa pesan para dewa kepada manusia melalui mimpi. Dia bisa menyamar sebagai manusia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lointain Souvenir | PJM
FanfictionLointain Souvenir : Distant Memory Alys dengan segala ketakutan yang ada di dalam dirinya membuat kehidupannya terasa suram, tidak memiliki ekspresi. Bertahun-tahun Alys merasa kesepian dengan hidup yang berulang; latihan menari balet, menjadi peri...