Proses pemulihan Alys berjalan dengan lancar, selama seminggu Jimin harus rela melayani gadis itu dan sesekali harus menerima permintaan jahil dari sang empu. Perjalanan mereka belum dilanjutkan, karena Jimin ingin Alys memiliki kemampuan untuk melindungi dirinya sendiri agar setidaknya Alys bisa melindungi dirinya di kala Jimin lengah.
Tiga bulan berlalu dengan Alys yang mengambil kursus berlatih pedang dan bela diri yang digurui oleh Jimin. Sejauh ini, gadis itu berlatih dengan baik dan sudah menguasai hal-hal dasarnya.
"Tidak, tidak, permainan panahmu buruk sekali." Jimin mengomentari Alys yang sedang memanah sebuah apel di atas meja tinggi berdiameter kecil yang berjarak empat meter dari tempatnya berdiri. Ini bukan latihan khusus ataupun tambahan, ini hanya permainan untuk mengusir bosan. Tadi memanah balon, sekarang apel.
Mendengar perkataan Jimin yang terdengar tajam, mampu membuat bibir Alys mengerucut. Cemberut. Dengan begitu, gadia itu ancang-ancang ingin menaruh busur dan panahnya di atas rumput—namun ditahan oleh Jimin. Pria itu menahan tangan Alys yang akan menaruh material itu, dan kemudian ia berdiri di belakang sang empu.
"Ke mari, akan aku ajarkan cara memanah dengan benar," ujar Jimin sembari mengarahkan tangan Alys untuk menggenggam material itu dengan benar. Namun, alih-alih fokus, Alys malah semakin buyar lantaran Jimin tepat di belakangnya. Ia bahkan bisa merasakan napas Jimin menerpa lehernya.
Apalagi di saat Jimin menyuruhnya untuk fokus menatap apel itu dan mengarahkan panahnya ke sana. Alys benar-benar menahan napasnya detik itu juga. Ketika ia menoleh ke samping, wajahnya merona lantaran langsung bertemu dengan wajah Jimin—tampan. Rahangnya tegas, dengan rambut hitam yang sedikit berantakan karena keringat, mata sipitnya memicing ke sasaran dengan tatapan tajam. Jadi sudah dipastikan ia takkan sadar Alys menatapnya.
"Seperti ini, lalu lepaskan panahnya seperti ini." Jimin memberikan instruksi lagi, namun percuma, Alys tidak fokus. Alhasil ketika panahan itu mengenai si apel, hanya Jimin yang berseru senang. Sementara Alys langsung tersadar dengan apa yang ia lakukan, langsung menggeleng menetralkan dan pura-pura bersorak senang.
"Aku akan mengajarkanmu cara memanah dengan benar setelah kau lulus ujian bermain pedang. Jadi fokus dulu untuk bermain pedang, huh!" Jimin memperingati gadis itu dengan nada ditekankan namun terkesan bercanda, Alys hanya menaikkan bahunya seolah-olah pasrah dengan keputusan Jimin.
" Ugh, di sini panas sekali." Alys mengibaskan tangan pada lehernya, mencoba mencari angin sebanyak mungkin untuk menghentikan peluhnya. Matanya memicing ke sana dan ke mari—kemudian sesuatu menarik atensinya, "Oh? Ada ayunan? Sejak kapan ada ayunan di sana?" Alys menunjuk ke sebuah pohon rindang besar—tempat di mana biasanya ia dan Jimin berteduh.
Jimin yang sedang memasukkan busur dengan panahannya ke dalam tas langsung menoleh, "Ohh itu, kemarin sore aku membuatnya. Kau sendiri yang bilang ingin bermain ayunan, kan?"
Alys terperangah, "Woaw, Jimin François. Aku terpukau. Padahal aku hanya bergumam random, rupanya kau mewujudkannya. Aku bahkan sudah melupakan ucapanku yang itu."
Tanpa ingin mendengar apapun lagi, kaki Alys melenggang menuju ayunan itu dengan elegannya, "Boleh aku duduk di sini?" tanya-nya menunjuk ayunan tali itu dengan lugu. Tawa Jimin meledak mendengarnya, tentu saja itu sudah dipastikan boleh. Toh, Jimin saja membuatnya untuk gadis itu. Terkadang Jimin tidak habis pikir dengan jalan pikiran Alys yang membuatnya tercengang.
Jimin menghampiri gadis itu, "Siapa yang melarang? Ini teritorialku. Semua ini milikku, dan bisa dimiliki olehmu." Jimin berkata dengan tulus, sedangkan Alys terkekeh.
"Termasuk hatimu?"
Hening untuk seketika. Jimin menoleh kepada gadis itu yang sedang menatapnya dengan tatapan tanpa arti.
"Untuk dijual," timpal Alys seraya mendudukkan dirinya di atas papan kayu yang tidak begitu besar itu. "Aku penasaran, kalau hati seorang demigod dijual—apa harganya akan makin mahal? Apa akan naik dua kali lipat? Oh! Atau bahkan sepuluh kali lipat?! Kurasa aku akan menjadi orang kaya dalam sekejap."
Jimin menghela napasnya, entah mengapa ia begitu terkejut dengan kalimat yang dilontarkan Alys tentang hatinya. Namun dia menepisnya, memilih melenggang ke belakang Alys yang tengah mengayunkan dirinya dengan kecepatan pelan dan malas-malasan.
"Pegangan yang erat."
"Hm?"
Tanpa aba-aba, Jimin langsung mendorong ayunan itu dengan kencang. Membuat Alys memekik karena terkejut ayunannya mengayun dengan sangat tinggi—bahkan kepalanya hampir melewati dedaunan di pohon-pohon. "Jimin! Aku akan benar-benar menjual hatimu kalau kau tidak menurunkan kecepatannya!"
"Keturunan Esterella bisa takut juga ternyata."
"Jimin!"
Alih-alih menurutinya, Jimin malah terkikik geli sambil berkacak pinggang di belakang. Beberapa detik kemudian, setelah puas menikmati Alys yang ketakutan, Jimin menahan ayunan itu dan merubahnya ke irama pelan namun makin lama makin kencang. Berbeda seperti tadi, kali ini Alys lebih menikmatinya. Sesekali gadis itu terkikik geli dengan angin yang menderu tubuhnya.
Jimin beralih ke samping ayunan itu, memilih berteduh di samping Alys yang masih berayun kencang. Dia merebahkan dirinya di batang pohon, kemudian menoleh ke samping—ia menemukan lanskap baru yang tidak kalah indahnya dengan sebelum-sebelumnya. Labium merkah berwarna merah milik Alys menyungging ke atas menampilkan senyuman manis, terkadang diiringi kekehan kecil karena geli. Terkadang mendongak ke atas sembari memejamkan mata—menikmati deru angin.
Semua itu membuat Jimin berdebar.
Sesuatu serasa menggelitikinya.
Jimin menyukai panorama yang satu ini. Kalau bisa, ia ingin meminta waktu untuk berhenti dalam waktu yang panjang. Membiarkannya terdiam dalam lamunan seperti ini. Membiarkan perasaannya meletup tanpa rasa takut.
"Alys ..." Jimin memanggil dengan sebuah lirihan manis, seperti hipnotis, membuat Alys gagal menunjukkan wajah skeptis, malah membuat si gadis menoleh dengan manis.
"Apa?" dia memberhentikan ayunannya dengan menyeret kakinya ke tanah.
"Aku rasa, aku jatuh hati," ujar Jimin dengan debaran di jantungnya.
"Pada siapa?"
"Pada seorang gadis yang sedang duduk di atas ayunan."
Dan, tanpa disembunyikan, wajah Alys langsung bersemu merah. Padam, seperti udang rebus. Mampu membuat Jimin terkekeh gemas.
"Dia sangat manis, apalagi ketika pipinya merona." []
dor! yh aku cuma bilang jangan berharap banyak sama aku 🙏 dan—ya maaf telat lagi :D
anw, welcome kalian yang baru datang di lapak aku ♡ dan thank you and ily buat yang udah lama di lapak aku 💗 semoga betah yyap <3
ps; besok aku mau update lagi hwhwhw
KAMU SEDANG MEMBACA
Lointain Souvenir | PJM
FanficLointain Souvenir : Distant Memory Alys dengan segala ketakutan yang ada di dalam dirinya membuat kehidupannya terasa suram, tidak memiliki ekspresi. Bertahun-tahun Alys merasa kesepian dengan hidup yang berulang; latihan menari balet, menjadi peri...