17. Penyusup

2.1K 77 15
                                        

Edward menutup gorden setelah melihat memang ada orang di kebunnya. Edward berjalan ke arah pakaiannya yang berhamburan. Jeni panik, tapi tertarik melihat Edward yang nyaris telanjang berjalan kian kemari sambil mengenakan pakaiannya.  Pinggulnya di lilit selimut dengan asal-asalan. Namun pria itu tetap saja terlihat sangat seksi dan tampan.

"Kamu mau kemana?" Tanya Jeni gusar.

"Aku harus kesana melihatnya."

"Itu bahaya Edward."

"Ini rumahku, aku tidak takut, dan rumahku tidak berbahaya sama sekali."

Edward mengenakan celana jinsnya lalu keluar dari kamar dengan buru-buru. Jeni mengekorinya dengan khawatir.

"Aku ikut." kata Jeni.

"Nggak!" tolak Edward.

"Pokoknya mau ikut." desak Jeni.

"Bahaya!"

"Ini rumah kamu, katanya nggak bahaya?"

"Ya...?  Bahaya buat kamu."

"Jangan mengada-ada, ikut!"

Jeni melotot sambil mencengkeram ujung kaos Edward dan agak menariknya.
Kemarahan Jeni adalah kelemahannya. Edward tidak bisa menolak permintaan gadis kesayangannya itu.

"Ok, janji, hati-hati dan selalu di dekatku, ok?" Edward mengancam.

"Ok sayang. " Jeni sepakat.

Tentu saja Edward tidak mau gadisnya basah dan kedinginan. Edward membantunya mengenakan jas hujan dan menyuruhnya memakai sepatu boot.

"Bawa senter ini, matikan kalau aku menyuruhmu, dan kamu jangan sampai jatuh. Mengerti?"
Edward memleringatkan Jeni.

"Tenang, aku bukan gadis manja, aku pernah naik gunung ketika hujan deras."

"Masa?" Edward tidak percaya.

"Nggak percaya?" Jeni kembali mendelik.

"Percaya. Ayo!"

Edward menggandeng tangan Jeni yang dingin. Mereka mulai mengendap-endap menuruni tanggul setelah menyeberangi lapangan, Edward selalu memergunakan lapangan sebagai tempat menyendiri ketika melamun atau mencari inspirasi. Edward juga memiliki kebun yang oleh para pengurus rumah tangganya di tanami sayuran dan beberapa buah-buahan tropis.

Tapi musim ini seorang pelayan meminta izin menanam jagung. Dan pohon itu sudah lumayan tinggi dan tidak menyangka penyusup bisa masuk ke wilayah pribadinya melalui perkebunan Jagungnya.

"Matikan senter!" bisik Edward. Dengan patuh Jeni mematikannya. Terdengar obrolan dari para penyusup.

"Sue, kita udah masuk ke dalam kawasan pribadi tanpa izin. Kita bisa mati di gantung." kata salah satunya. Suaranya seorang pria. Mungukin berusia dua puluhan.

"Di gantung? Emang yang punya psychopath? Kita bisa ngaku aja kalau kita lagi nyasar dan butuh bantuan." suara yang lain menyahut.

"Semoga aja tuan pemilik tanah ini orang baik." yang lain lagi menyahut.

"Paling mentok kita di laporin polisi."

Mendengar percakapan mereka Jeni hampir saja akan tertawa. Tapi Edward segara meremas tangan Jeni.

"Nggak papa, yang penting kita ga di siksa dulu. Ngeri-ngeri kayak Rumah Dara ini. Habis di suruh makan kita di mutilasi."

Edward mendengarkan setiap kata yang di ucapan oleh para penyusup. Edward merasa yakin bahwa mereka tidak berbahaya sama sekali untuknya dan Jeni.

Edward's BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang