6. Janji Jeno

2K 93 4
                                        

Jeni tidak pulang ke rumah. Nessa menyadari setelah ia melihat jam dinding, sudah lewat tengah malam tapi tidak mendengar suara Jeni di dalam rumah.

Kamar Jeni kamar kosong dan dingin.  Jeno sudah tidur dengan Allison di dadanya. Nessa mendekati suaminya, membangunkannya dengan cara menepuknya dengan lembut.
Jeno membuka matanya yang masih mengantuk.

"Aku tidak bisa menghubungi Jeni, dia belum pulang." bisiknya. Jeno bergerak, menegakkan tubuhnya perlahan supaya tidak membangunkan putrinya. Allison menggeliat, Jeno mendesis sambil menepuk bokong bayi itu dengan lembut.

"Aku akan mencarinya." kata Jeno.

"Ya, lakukan cepat! Aku sangat khawatir setelah tadi kalian bertengkar."

Dalam sekejap Allison telah berpindah dalam gendongan Nessa. Kebetulan sudah waktunya bayi itu menyusu. Jeno bergerak keluar.

"Jeno, kalau kau menemukannya, tolong jangan marahi dia lagi ok? Aku tahu dia sangat marah pada dirinya sendiri."  Nessa memperingatkan suaminya.

"Ya." Jeno mengangguk. Jeno tidak tahu akan mencari adiknya di mana, semua teman-temannya tidak tahu keberadaan Jeni.

Jeno duduk di kursi bersandaran tinggi dengan perasaan gelisah.  Jeno memang bertengkar hebat dengan Jeni ketika adiknya itu menolak menikah. Jeno menjelaskan bahwa undangan sudah di sebarkan, Wedding Organizers sudah mengatur semua dengan sempurna. Jeni bahkan sudah membawa pulang gaun pengantin yang dia inginkan.

Hanya tinggal menunggu hari peristiwa suci itu akan terlaksana, tapi Jeni begitu cepat berubah pikiran karena ia kecewa pada tunangannya yang berselingkuh. Jeni tidak mau lagi menerima Romeo dengan alasan apapun, tapi Jeno memaksa dengan alasan tidak mau mempertaruhkan harga diri Geronimo. Geronimo tidak mau menanggung malu atas batalnya pernikahan Jeni dengan Romeo Adiaksa.

Tiba-tiba ponsel yang sedang di genggamnya bergetar. Jeno melihat nama Edward mengiriminya pesan.

"Aku melihat Jeni, dia di Orchid Night Club, sedang mabuk."

Dengan gerakan super cepat dia berdiri. Ia segera meraih kunci mobilnya lalu meninggalkan rumah. Jeno memacu mobilnya ke arah tempat yang di tunjuk oleh Edward. Benar saja, Jeno melihat Jeni sudah ambruk, tubuhnya menelungkup di atas meja tanpa seorangpun peduli padanya. Jeno bersyukur karena adiknya tidak di isengi laki-laki hidung belang.

Percayalah Jeno, ada sepasang mata elang mengawasi keberadaan Jeni di sana sehingga Jeni tetap aman di sana meskipun ia mabuk hingga tidak sadarkan diri, karena terlalu banyak minum.

Sebenarnya Jeni tidak pandai minum alkohol karena tidak terbiasa, tapi kali ini gadis itu meminumnya karena putus asa.

Jeno membawa pulang adiknya. Jeni tersadar walaupun dengan kepalanya sakit dan tubuhnya sempoyongan. Dia marah pada Jeno sambil menangis karena kecewa.

"Aku hanya ingin di mengerti sekali ini saja, kenapa kamu tidak bisa menerimaku?"

Jeni mengamuk, menangis sambil memukul -mukul dada Jeno. Jeno tidak melawan, ia membiarkan Jeni melakukan apa yang ingin ia lakukan terhadapnya.

"Aku sedang membuatmu bertanggung jawab dengan apa yang sudah kamu lakukan, Jeni." kata Jeno parau.

"Aku tahu, aku terlalu cepat mengambil keputusan, di batalkan lebih baik dari pada aku menyesal."

"Jeni, maafkan aku oke? Aku akan menjagamu, aku janji aku tidak akan membiarkan Romeo melakukan kecurangan padamu."

Jeno melihat pipi Jeni yang basah, wajahnya pucat dan sangat sedih. Lama-lama Jeni merasa mual, muak akan basa-basi Jeno yang sama sekali tidak mengerti perasaannya.

Edward's BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang