PROLOG

23.2K 429 6
                                    

Author PoV.

Gadis berkuncir kuda itu mati-matian mengejar bus yang sudah berangkat 5 menit tadi, karena sesuai peraturan-bus berhenti di pemberhentian bus berikutnya. Tapi, gadis itu tetap gigih mungkin karena itu bus terakhir yang mengarah tempat kerjanya. Padahal kalau dia mau, dia bisa naik taksi-mungkin kalau dia naik taksi dia tidak akan makan malam ini dan besok.
____________________
Anna PoV.

Saat aku sedang gigihnya mengejar bus, seorang ibu berteriak-teriak minta tolong. Ibu yang bisa dibilang kaum sosialita itu telah dicopet tasnya, namun tidak ada satu orangpun di sekelilingnya bergeming. Mereka hanya menatapi sang ibu iba dan bingung, kemana sikap perikemanusiaan mereka? Akhirnya kuputuskan untuk berhenti mengejar bus dan berbalik arah mengejar pencopet yang hampir hilang bayangannya.
Aku terus mengejarnya masuk kedalam jalan sempit, naik kedalam apartemen sambil berteriak. "Stop!! Berhenti disana!!!" Namun sang pencopet tidak bergeming. Untung hari ini aku memakai celana panjang bukan rok tiga perempat seperti kemarin, kalau aku pakai rok habislah rok itu sekarang. Kenapa pencopet ini tidak mau mengalah?!! Apa dia menghidupi seseorang, huh?!!-gumamku dalam hati. Rasanya sudah cukup sampai sini. Kuambil balok kayu yang super tebal dan kulemparkan balok itu tepat mengenai tengkuknya membuat ia jatuh terkapar, barang-barang sang ibupun ikut jatuh berceceran. Pencopet itu kelihatannya juga geram olehku, karena setelah jatuh ia langsung mengambil kuda-kuda siap melawan. Aku sendiri yakin bisa menang melawannya karena dengan tubuh sebatang lidi seperti itu mana bisa ia melawan aku yang bersabuk hitam karate.
"Kau terlalu banyak ikut campur, slut!!!" Sesaat setelah mengataiju seperti itu ia berlari hendak menonjokku dan alhasil
Buugg!!!
Benar, dia berhasil menonjokku. Tapi sayangnya aku tak semudah itu terkalahkan, bahkan sampai darah mengalir diujung bibirku aku tak jatuh sedikitpun-tidak salah ayah mengajariku ilmu beladiri. Kutonjok balik muka pencopet itu membuat ia terkapar lagi, dan sekarang tak bisa bangun lagi. Yeaah!!
"Mo-monster!!" What?! I mean who?!!!
"Siapa yang monster, huh?!" Kuberikan sedikit jeda "kaulah yang monster! Mengambil barang orang lain!!" Pencopet itu bergetar saat kubentak-meski bentakkan itu tidak seberapa.
"Aku hanya sedang menafkahi keluargaku!! Kau tidak tau apapun!!" Deg! Hatiku lenguh mendengar kalimat itu.
"Kau sedang menafkahi? Berapa anakmu?" Tanyaku polos. Dia menggidig sedikit takut.
"4" betapa kasihannya dia, tapi tetap caranya bekerja itu tidak baik. Lebih baik kuberikan uangku padanya, tapi kalau kuberikan aku tidak bisa makan besok.
"Ini, saya hanya memiliki segini. Saya akan kembalikan ini pada ibu tadi." Ucapku sambil menyodorkan beberapa uang yang kupunya. Kutinggalkan pencopet tadi yang sedang menghitung uang pemberianku.
Saat sampai ditempat ibu tadi, ibu-ibu itu sedang bersama polisi seperti menceritakan seluruh kejadian yang dialaminya.
"Permisi nyonya, ini tas anda yang tadi tercopet." Ibu tadi langsung berjalan cepat kearahku menatap tasnya seolah tidak percaya tasnya kembali. Setelah ia mengeceknya dia hanya mengangguk antusias kepadaku, para polisi langsung menjabat tanganku memberikan ucapan terima kasih.
"Gadis muda siapa namamu?" Ibu-ibu tadi mulai menanyakan identirasku.
"An-Annastasia Doughlass."
__________
Author PoV.
Ny. Handerson mengajak Anna memasuki mansion milik keluarga Handerson. Dia tidak henti-hentinya mengagumi dekor mansion tersebut, selain itu matanya makin berbinar-binar melihat ruang tengah yang megahnya sebanding dengan tiga kali luas apartemennya dulu.
Flashback.
"Awwh..!" Luka akibat tonjokkan sipencopet itu mulai bereaksi, sudut bibir Anna mulai terasa nyeri.
"Apakah itu sangat menyakitkan?" Tanya RoMa pada Anna.
"Yah, tapi tidak apa nanti pasti sembuh." Selesai perbincangan RoMa mulai terbesit memikirkan suatu ide yang brillian. "Lebih baik saya pergi kerja sekarang meski hari ini adalah hari kerja terakhir saya" sambil lalu Anna melangkahkan kakinya menjauhi RoMa.
"Darling, wait! Aku ingin kau kerumahku. Jadilah anak angkat Handerson!!" Kalimat itu membuat hati Anna lenguh. Mungkinkah Anna menjadi bagian dari keluarga terkaya kedua didunia ini? That's real? Tapi mungkin saja saat Anna menjadi bagian dari mereka Anna tidak boleh kuliah lagi.
"Aku kul-" belum habis Anna bicara.
"Kau masih bisa kuliah, makan teratur, mempunyai pekerjaan yang layak. I'll promise!"RoMa segera meyakinkan Anna seluruh kehidupan dan biayanya ditanggung oleh keluarga Handerson. Annapun akhirnya mengangguk pelan, diikuti teriakkan girang RoMa. "Oke, besok jam 1 sianh akan ada orang yang menjemputmu saat dia tiba, kau harus segera ikut.!"
Flashback off.
"Mulai sekarang ini akan menjadi rumahmu juga, jadi semoga nyaman disini," setelah sedikit menjelasakan. RoMa kembali nenarik nafasnya. "JOSH!!!" Dipanggilnya sebuah nama yang beberapa menit kemudian lelaki itu sudah berada di sebelah RoMa.
"Anda memanggilku, nyonya?" Laki-laki iyu sedikit gugup .
"Ya, Josh ini Annastasia Doughlass, Anna dia Josh. Pengawal-supir-pelayan pribadimu." Josh membungkukkan sedikit tubuhnya berlaku sopan pada Anna. Saat bungkukkannya selesai mata Josh dan Anna saling bertemu tiba-tiba hawa panas terasa diantara mereka, RoMa tidak menyadarinya sama sekali dia hanya mulai mengecek handphonenya yang sedaritadi bergetar. "Oke Anna, jam 5 nanti temui aku di ruang kantorku. Josh jaga dia baik-baik" tatapan mereka terhenti, Josh nampak gelagapan salah tingkah. Sambil setengah membungkuk Josh mencuri pandangan pada Anna. RoMa meninggalkan mereka berdua yang mematung gugup.
"Baik nona Doughlass, mari kuantar kau ke kamarmu" awalan pembicaraan yang dimulai oleh Josh. Anna hanya mengangguk pelan mengikuti langkah Josh yang berjalan mendahuluinya.
_________________
Anna PoV.
What?!!!! That's my bedroom? Oh my GOD!!!!! Ini sangat besar, terlampau besar aku tidak bisa mengungkapkannya dari kata-kata. Ini adalah kamar terbesar yang pernah kumiliki. Tanpa sadar mulutku sudah terlalu lama menganga membuat Josh menahan tawanya. Saat kutolehkan wajahku kearahnya, dia malah membetulkan sikapnya dan berdehem. "Ehemm. Jadi ini kamar anda nona Doughlass, panggil namaku jika kau butuh seauatu. Aku ada disekitar sini." Josh segera meninggalkanku, tapi aku hendak menahanya sebentar.
"Aku ada satu permintaan padamu." Tatapannya mendingin, seolah hafal dengan sikap yang kulakukan ini. "Aku ingin kau memanggilku Anna, not nona Doughlass or anything!" Tatapan dinginnya berubah kembali menjadi lebih baik. Dia segera menganggukkan kepalanya dan segera pergi.
------------------------
Aku rasa aku akan sangat menikmati mansion ini. Ngomong-ngomong bukannya keluarga Handerson memiliki pewaris? Tapi, kenapa daritadi sepi ya? Mungkin sedang pergi, atau bekerja. Apapun itu sampai dia tidak ada dirumah ini.
Bruuumm...
Mobil? Ada yang datang? Kutengok arah suara itu dari jendela kamarku. Mobil Alphard, melaju melewati gerbang rumah ini. Saat mobil itu berhenti, pintu dari mobil itu terbuka ada banyak sekali orang yang keluar dari mobil itu, yang pertama keluar adalah wanita cantik yang menggendong bayi beberapa bulan di tempat duduk depan lalu dilanjutkan anak-anak berumur belasan tahun mengikutinya turun diantara mereka ada yang kembar juga. Kurasa itu cucu dari Tn. Dan Ny. Handerson, dari pintu pengemudi turunlah sesosok pria tampan yang umurnya kurang lebih 25-an. Kurasa dialah pewaris keluarga Handerson, apakah ia kawin muda? Dia sangat muda untuk memiliki banyak anak seperti itu. Lamunanku buyar saat seseorang mengetuk pintu kamarku.
"An-Anna! Keluarga Handerson ingin berkenalan dengan anda, anda ditunggu 10 menit lagi." Ha?!! Mereka mau langsung bertemu aku? Oke, tenang Anna. Sekarang kau harus mandi dulu, lalu cari baju sopan dan terbaik yang kau miliki. Selesai mandi saatnya aku pakai baju dan mataku tertuju pada baju casual milik mendiang ibuku, yabg ia bilang mampu mengabulkan seluruh keinginan sang pemakai-walau kurasa itu tahayul besar, aku menggunakannya karena cantik. Setelah aku turun dari lantai dua seluruh mata memandang kearahku. All of them, aku merasa malu ditatap seperti itu.
"Jadi kau anak yang mama angkat? Cantik, siapa namamu? Aku Melody Handerson." Ucap gadis yang menggendong bayi tadi, kemana si bayi tadi ya?
"Ak-" perkenalan diriku terpotong oleh dua orang anak kembar yang tak kalah antusias berkenalan denganku. "Aku James, Jack. Yang lagi main gadget itu Emily! Dia pencinta gadget, sebelahnya Harvard, sebelas dua belas dengaj Emily, itu kak Damian tampan tapi seperti iblis. Dan ketiga anak kecil itu adik kami, yang paling kecil George, lalu Louise and Jasmine." Ucapan mereka yang berganti-gantian perlahan ku teleah saat aku menyadarinya bahwa dia bukan ayahnya melainkan kakaknya. Ja-jadi dimana ayahnya? Pewaris keluarga Handerson, ha? "Lalu, what's your name?" Tanya suara parau yang keluar dari bibir Damian.
"Me? Na-namaku.. Annastasia Doughlass. Panggil aku Anna saja, not more." Pengenalan yang sangat singkat, terlihat dari sudut mataku bibi Damian, Jack dan James menampilkan senyum bahagia saat melihatku yang memperkenalkan diri. Lalu Louise segera berjalan padaku dan memberikan sambutan hangat. Dia menyukaiku, oiya aku harus menanyakan siapa dari mereka pewaria utamanya. "Maaf, jadi siapa anak Tuan Handerson?" Saat aku bertanya seperti itu mereka, hanya tertawa terbahak-bahak sambil menatapi kebodohanku.
"Kamilah anaknya!" Ucap gadis yang bernama Melody.
"Ap-apa?!!" Kalimatnya sukses membuat hatiku jadi tidak karuan. Bingung, aneh, malu. Semuanya menjadi satu, lagi pula bagaimana bisa tuan dan nyonya Handerson memiliki anaknya sebanyak ini. Satu.. dua.. tiga.. Sembilan?!! Ya tuhan mereka selalu bekerja ya setiap malam. "O-oke jadi kau anak pertama lalu-" lagi-lagi kalimatku terpotong oleh sikembar Jack dan James, mereka terkikik saat aku bicara seperti tadi.
"Jadi sis Anna biar ku beritahu, aku adalah anak ketujuh keluarga Handerson. Dan jangan kau tanya apakah Melody anak pertamanya? That's false, dia anak keenam." Damianpun berdiri dan segera menghampiriku. Wajahnya mendekat, yang membuat tubuhku malahan menjauh darinya. "Kalau yang kau cari cari adalah Mars Handerson, he is not here, darling" bisik Damian padaku, saat dia berbisik seperti tadi aku merasakan hatiku mulai berdetak tak menentu.
"Come on, Damian dia bukan wanita mainanmu!" Bentak Melody pada Damian, Damian malah tertawa kecil, lalu menatap kembali padaku. Dia mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum nakal padaku. "Jadi sampai sinilah perkenalan kita, Anna. Oiya tentang kak Mars, Chrisfin, Griffin, Freeze, Lily dan Liona mereka sedang ada perjalanan bisnis, kak Griffin dan Chrisfin ke Turki, ka Mars ke Jepang dan sisanya ke Hongkong. Semoga kau senang ya menjadi bagian kami." Terang Melody panjang lebar, lalu ia tersenyum lebar padaku.
----------------------------------
Author PoV.
Jam menunjukkan sudah pukul 10 malam rasanya sudah waktunya seluruh orang dirumah untuk tidur, tapi tidak dengan Anna, Melody dan Damian mereka terus nengobrol tanpa henti di kamar Anna. Ada saja omongan yang mereka bicarakan. Tiba-tiba obrolan mereka terhenti saat suara gebrakkan pintu terdenfar keras, ditambah suara teriakkan suara yang berat dan parau menggelenyar keseluruh isi rumah. Aku rasa itu Mars, sang anak pertama. Aku ingin berkenalan dengannya. Anna segera menjalankan kakinya menuju pintu kamarnya. Selangkah lagi ia hampir sampai didepan pintu tiba-tiba Damian sudah ada di hadapannya, bahkan tubuh Anna sampai limbung karena menabrak tubuh kekar milik Damian. Dengan sigap Damian menahan tubuh Anna melingkarkan tangannya dipinggan Anna.
"Aku rasa jangan sekarang kau berkenalan dengan ka Mars" seolah tau yang dipikirkan oleh Anna dia pun merapihkan posisi Anna menjadi berdiri dengan sempurna lagi.
"God! Berhentilah menggodanya Damian. Anna kurasa Damian benar, coba kau dengarkan dari pintu." Anna mematuhi perintah Melody dan menempelka telinganya didaun pintu.
"Mama!!! Akukan sudah bilang tidak pernah ingin dijodohkan apa itu kurang jelas?!!!" Bentakkan Mars membuat Anna tersentak dan perlahan memundurkan langkahnya. Langkah kaki Mars sangat terdengar dari dalam kamarnya. Anna sangat ketakutan, bahkan dia sangat sulit menelan ludahnya.
"Santailah Anna." Damian mencoba menenangkan Anna sambil menyentuh pundak Anna. "Tidak perlu setakut itu, nanti kalau ia sudah tenang kau boleh berkenalan dengannya, sayang" segera Melody menarik kerah Damian dari belakang menjauhkannya dari Anna.
"Jadi Anna, kejadian ini mungkin akan kau terus dengar setelah tinggal di rumah ini. Mars selalu menolak saat dijodohkan dengan wanita manapun dan ini sudah yang kedelapan belas dalam setahun ini, kau bisa dengarkan responnya apa. Oiya Anna ini sudah malan dan sepertinya Damian sudah sampai dipuncaknya, aku akan keluar membawanya." Setelah penjelasan Melody yang panjang Anna hanya mengangguk-angguk mengerti dan melihat kedua orang itu meninggalkannya sendiri. Aku sudah tidak tertarik untuk berkenalan dengan sipewaris itu, kalau memang harus berkenalan biar takdir yang melakukannya.
--------- 03.00 pagi.
Suara bising keluar dari perut Anna, sepertinya dia kurang makan atau memang dia cacingan. Karena setelah diingat-ingat tadi dia sudah makan banyak. Mungkin ini hanya tipuan dari perutnya saja, dia mungkin hanya haus akhirnyaa dia keluar untuk mengambil minum. Saat ia selesai meneguk airnya, ada sebuah ide mencuat dari pikirannya. "Mungkin lari pagi akan terasa segar." Gumamnya pelan.
"Jadi kau." Suara itu mengagetkan Anna sampai membuat air yang ia pegang tumpah semua kebajunya.
"Aahh.. basah semua deh" laki-laki tadi hanya tersenyum sinis melihat tingkah bodoh Anna. Dia mencoba mendekatkan dirinya pada Anna.
"Kaukah anak angkat mama? Sangat bodoh!" Ketus Mars pada Anna yang masih memunggunginya. Buku-buku jari Anna memutih, terlihat geram dengan ucapannya. Anna segera berbalik ingin melihat wajah si orang menyebalkan itu. Tapi saat dia berbalik Mars sudah ada tepat didepannya dan yang langsung terlihat Anna adalah dada bidangnya. Mata Anna melotot terkejut menatap pemandangan yang ada didepannya, wajahnya memerah akibat malu. "Ya tuhan, bahkan kau mesum ya!" Tambah Mars mengejek Anna. Kali ini Anna rasanya ingin meledak.
"Mulut banci!" Desis Anna, yang diyakini terdengar oleh Mars.
"Apa katamu?" Ucap Mars dingin. Mars melingkarkan tangannya di pinggang Anna. Anna mencoba melepaskan tangan Mars, tapi tangan Mars sangat kuat.
"Kaulah yang mesum disini tuan!!" Ucap Anna mendesis lagi. "Kau bahkan terus-terusan menatap pakaianju yang basah, jadi siapa disini yang mesum?" Tantang Anna pada Mars. Sepertinya Mars benar-benar terpojok jadi dia melepaskan lingkaran tangannya.
"Anggaplah aku mesum, aku belum mengenalkan diriku. Aku Mars Handerson anak pertama keluarga Handerson. Jangan pernamain-main denganku, gadis rendah!" Perkenalan yang angkuh itu membuat Anna muak bukan main. Sekarang giliran Anna memperkenalkan dirinya, Anna memajukan sedikit tubuhnya lalu menaruh tangannya dipinggang.
"Baiklah tuan Mars Handerson. Perkenalkan juga, aku Annastasia Doughlass. Kau panggil saja-"
"Dog?" Potong Mars.
"Ha?!!! Anna!!! Kau pikir aku hewan!??"
"Hahaha, wajahmu memerah! Aku suka melihatnya." Anna geram sekali dengan kelakuan Mars akhirnya ia menendang tulang kering Mars, lalu menjambak keras rambut Mars. Mars hanya merintih kesakitan, lalu berlutut lemas. "Oi! A-aduh!" Anna terus menjambak-jambak rambut Mars. "Ma-" Mars menangkap pinggang Anna lalu mengangkatnya tinggi-tinggi. "Akhirnya, huuuh. Kau itu unik sekali ya."Anna mencoba melepaskan cengkraman Mars dengan memukul-mukulnya. "Oke, Anna. Aku menyukai sifat angkuhmu itu, jadi akan kumaafkan kau kali ini" akhirnya Mars menurunkan Anna, Anna bersedekap menatap Mars bingung. Mars hanya menaikkan kedua pundaknya lalu meninggalkan Anna sendiri. Lelaki yang sangat menyebalkan. Gumam Anna dalam hati.

---------- ---------- ---------- ----------

Hai reader, Saya kembali dengan cerita dari keluarga Handerson nih. Lebih tepatnya kisah pribadi dari Mars Handerson pewaris sah Handerson. Oiya maaf ya kalo ada tipo dan gak nyambung. Maklum masih amatir hehehe :D.
Comment and voted ditunggu. Arigatou..

CHAOTICTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang