Part 7

9.8K 565 13
                                    

"Kenapa dia tidak mengantarmu pulang, Fay?" Revan mengulang pertanyaannya. Seketika aku menghentikan langkahku, berpaling menatapnya  lekat, ada rasa aneh yang menyebar didadaku. Apa ini bentuk kepeduliannya  terhadapku, tapi untuk apa? Meski aku masih mencintainya, sangat.

Tapi aku sadar posisiku, aku bukan siapa-siapa. Barangkali ini kepedulian seorang teman. Tapi tetap saja, menatapnya seperti ini sangat tidak baik buat kesehatan jantungku. Debar yang masih sama seperti dulu, tidak pernah berubah.

"Rara tidak tega membiarkanmu pulang sendirian, dia memintaku  untuk mengantarmu pulang?" jelasnya datar, seakan mengerti apa yang berkecamuk di otakku.

Aku tersenyum miris, jadi ini karena Rara, aku mengumpat dalam hati, kenapa aku berasumsi bodoh.Tidak mungkin seorang Revandra Adinata masih mempunyai rasa peduli padaku meski hanya sebagai seorang teman.

Aku mencoba menetralkan perasaanku,"Aku sudah pesan taksi online kok Van," kataku tenang.

Dia tersenyum sinis.

"Bukankah kamu tidak bisa naik kendaraan umum. Jangan banyak drama Fay, aku tidak memiliki banyak waktu," lanjutnya dengan nada yang terdengar meremehkan.

Rasanya aku ingin mengumpat, ohh, sepertinya dia tidak tahu kalau aku sudah sembuh dari trauma masa lalu, memang ada kejadian yang membuatku takut  menaiki kendaraan umum.Tapi itu dulu, beranjaknya waktu  trauma itu sedikit menghilang, meski tidak sepenuhnya.

Ternyata dia masih mengingatnya. Akh...aku lupa, ini semua karena Rara. Aku yakin dia sudah lupa semua tentangku.

"Aku sudah bisa naik kendaraan umum, dan katakan pada Rara jangan terlalu cemas, terimakasih atas tawarannya."

"Cihh... Keras kepala," dengusnya kemudian berlalu melangkah pergi.

Hatiku kembali berdenyut sakit, dia benar-benar sudah berubah. Aku benci, masih saja lemah berhadapan dengannya. Kemana keberanianku? Yang selalu saja menguap saat berhadapan dengannya. Aku bertekad sesakit apapun hatiku saat ini, aku tidak boleh lemah.

Setelah menghela nafas yang cukup panjang, kulangkahkan kakiku kepinggir jalan, sebenarnya masih ada perasaan was-was yang bergelayut, ketakutan akan peristiwa itu memang belum sepenuhnya hilang, tapi aku harus melawannya.

Sebuah mobil range rover hitam mendekat, ditempat aku berdiri menunggu taksi online. Aku tidak mengenal siapa pemiliknya, jelas itu bukan mobil Agil. Ketika aku ingin melangkah pergi, pemiliknya membuka kaca mobil, hingga terlihat  jelas orang yang ada didalam mobil mewah tersebut, seketika membuat jantungku kembali berdetak tak karuan.

"Masuk Fay!" perintahnya dengan datar.

Cihh... coba sekarang siapa yang keras kepala.

"Aku sedang menunggu taksi online. Kamu duluan saja," kataku menahan kekesalan.

"Kalau kamu menganggap Rara masih temanmu, masuk sekarang!" perintahnya tegas, seolah tidak bisa ditolak.

Apa-apaan ini.

"Dokter Revan yang terhormat, saya sudah memesan taksi online, sebentar lagi datang."

"Mana ponselmu!" manik  tajam itu sedikit melembut, tentu saja membuatku terbuai. Dengan bodohnya aku memberikan ponselku padanya. Dia membuka ponselku dan apa yang dia lakukan membuatku tercengang.

"Sudah aku batalkan, ayo masuk!"

Dengan berat aku masuk ke mobilnya yang beraroma maskulin. Aroma yang dulu membuatku nyaman, mungkin sampai sekarang.

"Mana HP ku?" pintaku setelah memasang seatbelt.

Dia menatapku datar dan mengembalikan ponselku, aku menerimanya dengan acuh dan segera menyapukan pandangan keluar. Siapa suruh bertindak seenaknya?

Bring My HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang