Bab 7 - Ungkapan Perasaan dan Nafsu

0 0 0
                                    

"Kau kehilangan akal?!" Andre membalas dengan kasar dan melepaskan tangan Siska dari lehernya.

Bukan ini yang diharapkan oleh wanita tersebut, pemikirannya lebih sederhana seperti meluluhkan hati suaminya. Namun, rasanya jarak di antara mereka semakin melebar, sangat tak terhingga.

Siska mulai kehabisan ide untuk memperbaiki semuanya dan Andre terpaksa membuat dirinya kembali egois.

"Kau boleh menyalahkanku! Apalagi mantanmu itu sudah menghancurkan segalanya, jadi aku sama sekali tidak perlu memiliki penyesalan. Tetapi, kau perlu ingat satu hal, bukan dia yang kau nikahi dengan sumpahmu, kau paham?" jelasnya menyudutkan Andre agar segera sadar.

Tak masalah kalau ada pembelaan, Siska siap melayani, mau sepanjang apapun itu.
Belum sempat Andre membuka mulutnya, tante Rida lebih dulu mengetuk pintu dan memanggil nama kedua pasangan tersebut.

Sontak, bola mata pria itu bertemu dengan Siska yang juga tak melepas pandangan darinya sejak tadi.
Rasa resah itu yang dirasakan Andre karena takut Ibunya mendengar perkataan Siska barusan.

"Tutup mulutmu!" ancam Andre yang segera keluar, lalu mengunci Siska di dalam kamar sendirian.

Siska berusaha mencegahnya, namun kecepatannya kalah oleh Andre dan terpaksa ia mendekam di kamar tanpa ponsel untuk menghubungi ibundanya.

"Ada apa?" Andre bertanya selepas mendapati tante Rida sedang berdiri tak jauh dari depan kamarnya.

Berulang kali ia meneguk salivanya, sebelum sang Ibu berbalik badan dan menunjukkan mata sembabnya.
Sejenak, Andre lupa cara untuk berkata-kata. Bibirnya terasa lengket, lidahnya seakan putus entah kemana.

Beberapa saat lalu, tak terlihat sama sekali kelopak mata yang membengkak. Apakah dirinya juga membuat sang Ibu begitu terluka?

"Tolong berhentilah mendekati Tiara sementara waktu! Kalau kau terus berusaha bersamanya, kau hanya akan merusak rumah tanggamu." Mohon tante Rida yang sesuai dugaan Andre mendengar ucapan Siska.

"Bu ...."

"Ara memang anak baik, tapi bukan itu yang dipermasalahkan di sini."

Andre kehabisan bahan untuk mengelak. Semua yang dikatakan sang ibu hanya bisa ia terima dan lakukan.

"Ya, aku tidak akan menemui Tiara lagi."

***

Rintik air menetes, mengalir membasahi jendela mobil yang terparkir di depan halaman luas milik keluarga Tiara. Detik demi detik dilalui oleh pria yang sedang menunggu kedatangan sang wanita.

Suara gemuruh, petir menyambar juga sesekali membuatnya terperanjat. Namun, secepat mungkin ia menghalau ketakutannya karena ia harus berani.

Tuk! Tuk!

Ketukan kecil diberikan oleh Tiara yang sedang memegang payung menanti pria itu keluar dari mobil, sekaligus memberitahu bahwa ia sudah sampai.

"Hei!" sambut Adam membuka pintu mobilnya langsung dan memberikan senyuman terbaik di hadapan Tiara.

Dengan malu-malu akibat kondisi wajahnya, Tiara masih mau membalasnya. Tetapi, setelahnya ia menunduk kembali menatap aspal.

"Ayo berteduh! Hujannya semakin deras," ajak Tiara menggandeng pergelangan tangan Adam.

Mereka akhirnya ke teras saat itu juga dan seusainya Tiara pun mengembalikan payung merah darah tersebut ke tempat payung yang ada di sebelah rak sepatu.

"Maaf, tadi sangat macet. Aku jadi pulang telat." Tiara menjelaskan alasannya lama kembali.

Adam memakluminya karena waktu sangat berdekatan dengan para pekerja kantoran pulang dan ditambah guyuran hujan. Pasti saja Tiara tak bisa pulang ke rumah seperti perkiraan.

"Tidak papa. Aku juga baru sampai," balas Adam menarik sudut bibirnya.

Walau, Tiara tahu pernyataan Adam bohong, tetapi ia tak memperdebatkannya. Ia malah kagum ada orang sesabar Adam.

"Oh ya, ini masakan buatanku. Aku baru-baru ini belajar memasaknya dengan guru lesku. Kuharap kau menyukainya," ucap Adam ketika menyerahkan kotak tupperware berwarna ungu itu kepada Tiara.

Di atasnya juga terdapat amplop putih yang Tiara tahu apa isi di dalamnya, cuma dirinya agak tak menyangka bahwa Adam akan seniat itu jauh-jauh ke sini.

"Masuklah! Kita minum kopi sebentar," tawar Tiara yang ingin menjamu Adam dengan ramah.

"Tidak usah, aku tahu anak-anakmu tidak akan suka melihat orang baru tiba-tiba datang seperti ini dan aku juga tidak membawa apa-apa untuk mereka. Menurutku lain kali saja kau menawari ku," tolak Adam hati-hati.

"Yang benar saja, mereka bahkan tak akan memikirkan tentang buah tangan," balas Tiara bercanda.

Adam kemudian menatap Tiara lekat-lekat. Awalnya wanita itu tak sadar dan sibuk menampilkan giginya yang terbuka lebar. Tawanya begitu nyaring terdengar. Akan tetapi, perlahan pudar saat matanya bertemu dengan pria dihadapannya.

"Apa aku boleh membuatmu bahagia?" tanya sang pria seperti mimpi bagi Tiara.

Baru saja ia mengalami kesedihan bertubi-tubi, tetapi sekarang seorang pria hadir dan mengatakan hal yang benar-benar tak masuk akal.

"Hah?" Respon reflek Tiara.

"Buka telingamu lebar-lebar dan dengarkan bahwa pria di depanmu sekarang ingin membuatmu bahagia!"

Tak bisa dipercaya, Tiara begitu menyelidiki setiap kata-kata yang keluar. Apa ia salah dengar? Atau mungkin saat ini ia sedang dalam alam tidur.
Konyol, seharusnya pria semuda Adam lebih baik mencari wanita lain yang belum berumah tangga dan memiliki anak.
Kenapa malah memilihnya?

"Aku akan melupakan semua ini, seperti kau tidak pernah mengungkapkan sesuatu padaku. Jadi, jangan membuat situasi kita canggung! Kumohon," balas Tiara tak mau menerima ungkapan cinta dari Adam.

Lagipula, ia tak memiliki perasaan lebih, hubungannya selama ini bersama pria itu adalah sebatas penjual dan pembeli. Kisah romantis di antara mereka? Itu hanyalah mimpi.

"Jangan mengatakan apapun! Karena aku tidak meminta jawaban darimu Tiara."

"Aku seorang janda, aku punya dua anak, dan aku belum bisa melupakan masa laluku." Tiara berucap lagi dengan cepat.

Setidaknya, ia harus terlihat sangat tidak layak di hadapan pria itu agar Adam mau menjauh, sejauh-jauhnya.
Bodoh amat jika Adam tak sudi lagi ke toko kainnya, yang jelas ia masih memiliki pelanggan setia lainnya.

"Ceritakan semuanya nanti, bukan sekarang!"

Permintaan yang singkat dibarengi senyum lebar itu mampu membungkam mulut Tiara seketika. Suara gerimis yang menyatu dengan lalu lalangnya kendaraan sekitar komplek menjadi saksi bisu asmara mereka.
Bukan salah cinta, tetapi waktu yang kurang tepat adalah titik alasannya.

Sesaat, harapan baru terukir kembali dalam hidup Tiara. Namun, bukan nama Andre yang terbaca, melainkan pria tersebut.

"Aku bisa menolakmu lebih kejam dari ini, apa kau sanggup?" tanya Tiara masih belum berhenti menakuti sang pria.

"Sanggup, aku bahkan sudah berkali-kali merasakannya dan aku bisa menahannya."

"Kau sangat aneh."

"Mantanmu pasti lebih aneh, bukan?"

***

Elusan memutar lembut Andre berikan di area perut Siska yang baru saja ia suapin nasi goreng.
Kenyang? Tentu saja. Bahkan kebahagiaan memuncak dalam hati Siska menerima perlakuan sebaik ini dari suaminya setelah pertengkaran tadi siang.

Apapun alasannya, Siska tak peduli, asalkan Andre kembali ke pelukannya itu bukan masalah.

"Mas, aku seneng kamu yang seperti ini. Tolong jangan berubah!" Mohon Siska ketika menggenggam pelan telapak tangan Andre.

Andre mengedarkan pandangannya kearah sang istri. Senyum memaksa ia lempar supaya istrinya itu tambah bahagia.
Sedikit demi sedikit, Siska mendekatkan tubuhnya, lalu mendekap hangat Andre yang sejak kemarin dingin kepadanya.

"Lupakan Tiara, aku bisa membuatmu lebih merasa puas," bisik Siska menggoda.

Wanita Lain : Di Antara KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang