Dari Seberang Balkon

292 33 3
                                    

"ai'Kong, mengerjakan tugas lagi, huh?" sapa Arthit dengan nada setengah meledek.

Si pemilik nama panggilan Kong itu mendongak dan tersenyum "iya Arthit, akhir-akhir ini profesor seperti tidak memberikanku istirahat" keluh Kong.

Arthit mengangguk paham "kita mahasiswa tingkat akhir, mungkin Profesor ingin memberikan sedikit kenang-kenangan padamua sebelum lulus hahaha!" ledekku "oh! Aku baru ingat untuk apa aku memanggilmu, tadi pagi membuat kukis coklat dibantu mae, aku sudah mengirimkannya pada mama" ucap Arthit.

Kong mengangkat sesuatu di tangan kanannya "ini maksudmu?" tanya Kong, Arthit mengangguk senang "iya!" siku si lelaki manis itu ditumpukan pada tembok pembatas balkonnya "bagaimana rasanya?" tanya Arthit penasaran.

"enak! Tapi aku sudah terlampau bosan mencicipi makanan manismu, apakah kau tidak bisa memasakkanku hal lain?" Keluh Kong "satu kotak bekal makan siang misalnya" sambung lawan bicara Arthit tersebut.

Arthit nampak berpikir "eum...besok datanglah ke fakultasku sebelum jam makan siang, aku akan membuatkanmu sesuatu, kalau begitu aku pergi dulu!" Dan kini Kong hanya melihat pemandangan kosong di depannya.

Kong dan Arthit, tidak tidak, Kongpob dan Arthit maksudnya, mereka merupakan teman satu universitas yang kebetulan bertetangga rumah, juga balkon mereka bertetanggaan.

Hal-hal seperti yang diceritakan diatas sudah sering dilakukan keduanya, mereka akan melupakan ponsel dan lebih memilih berbicara lewat balkon masing-masing.

Bahkan Kongpob sengaja membuat balkonnya menjadi tempat belajarnya, ia menata meja belajarnya sengaja menghadap balkon Arthit. Bagi Kongpob, meja belajar adalah kasurnya, ia menghabiskan sebagian besar waktu di rumahnya hanya dengan duduk di meja belajar mengerjakan apapun yang ia rasa harus dikerjakan. Selain itu, Kongpob juga mempunyai maksud tersendiri menata meja belajarnya sedemikian rupa, kalian pasti tahu apa maksudnya, iya kan?

Arthit seringkali mengganggu Kongpob yang sedang serius mengerjakan tugasnya, ataupun Arthit yang kadang kesal karena waktu mencari inspirasi menulisnya harus terganggu oleh lemparan pulpen dari tetangga balkonnya. Entah sudah berapa pulpen Kongpob yang menjadi korban leparan.

Keseharian itu sudah mereka lakukan sejak Arthit pindah ke rumah barunya tiga tahun lalu saat ia memasuki tahun pertama. Awalnya Arthit dan Kongpob hanya bertegur sapa dan basa basi sekenanya, namun saat mereka mengetahui bahwa mereka mengenyam pendidikan di universitas yang sama, mereka mulai akrab. Baik di universitas, atau dimanapun.

Mereka sangat memperhatikan jadwal perkuliahan mereka. Karena jika waktu senggang mereka sama, maka mereka akan menghabiskan waktu bersama. Entah untuk berangkat atau pulang bersama.

Seperti sekarang ini, Arthit sedang duduk di kantin fakultasnya dengan dua kotak makan siang. Yah...walaupun waktu makan siang masih dua jam lagi, namun satu jam lagi ia ada janji menemui dosennya. Sementara Kongpob...

"kemana sih anak itu? Seharusnya ia sudah keluar kelasnya setengah jam yang lalu" gerutu Arthit.

Sedetik kemudian, Kongpob datang dengan napas yang tersengal "maafkan aku terlambat, tadi aku mengantre ini di stand fakultasku" ucap Kongpob seraya duduk di depan Arthit dan meletakkan satu gelas berisi cairan warna cokelat pekat dihadapannya sendiri, dan satu gelas berisi cairan berwarna merah muda yang menggoda tenggorokan Arthit.

"nom yen untukku?" binar Arthit

Kongpob mengangguk "iya, imbalanku untuk dirimu karena membuat uang saku-ku aman lima puluh persen!" jawab Kongpob semangat "mana makananku?" todong Kongpob.

"euhh baiklah, ini makananmu" Arthit menggeser satu kotak makanannya yang ia pinjam dari mae-nya tadi pagi.

"bagaimana?" manik Arthit membulat lucu menunggu penilaian dari Kongpob yang baru mengunyah satu suap.

Kongpob Arthit OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang