Dari Seberang Balkon (pt2!)

195 20 1
                                    

"Hati-hati di jalan, Kongpob paman titip Arthit, na..."

Kongpob mengangguk, ia tersenyum kepada kedua orang tua Arthit. Ayah dan ibu Kongpob akan mengantar Arthit dan Kongpob ke terminal bus yang akan membawa mereka pergi ke Kanchanaburi untuk magang sesuai jadwal mereka yang kebetulan sama. Arthit begitu senang, akhirnya setelah sekian purnama sang ayah mengizinkan dirinya pergi ke luar Bangkok tanpa orang tua, meskipun masih dengan Kongpob, sih.

Perjalanan tak memakan waktu lama, karena jarak Bangkok-Kanchanaburi tak terlalu jauh. Namun Arthit yang selalu mabuk perjalanan dan semalaman tidak tidur, kini sudah mendaratkan kepalanya di bahu Kongpob, tidur dengan nyaman hingga roda bus berhenti di tempat tujuan. "Arthit, ayo bangun," Pemuda manis yang terlelap sejak di Bangkok itu membuka mata, tubuhnya menggeliat meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. Ia kemudian tersenyum, suasana hatinya sungguh baik akhir-akhir ini.

Sebenarnya, Kongpob dan Arthit datang beberapa hari lebih cepat daripada jadwal mereka. Karena kedua pemuda itu akan tinggal selama tiga bulan, jadi mereka harus mengurus beberapa hal, selain berkas mengajar yang sudah selesai diurus saat mereka di Bangkok. Kongpob menyewa kondominium kecil berkapasitas dua orang dengan dua kasur tunggal terpisah. Arthit tak diizinkan ikut membayar, jadi sebagai balas budi, Arthit akan mengurus kebutuhan perut Kongpob selama tiga bulan di Kanchanaburi.

Ceklek!

Ini sebenarmya terlalu mewah untuk ukuran mahasiswa seperti Kongpob dan Arthit, tetapi sang penyewa adalah Kongpob, si sendok perak. Jadi mau bagaimana lagi?

Hari masih siang saat kedua pemuda tersebut sampai di kondo dan membersihkan tubuh mereka. Dan Arthit melanjutkan tidurnya yang tertunda, "Jika sudah sore bangunkan aku, ada beberapa hal yang harus kubeli di minimarket," pesan Arthit pada Kongpob, "Apa kau tak lapar? Kau hanya tidur saja sejak pagi"

"Tidak, aku mau tidur saja, jangan ganggu dulu"

"Baiklah, terserah kau," gumam Kongpob cuek, bayi tak boleh di paksa, kan?

***

"Eungghh!"

Arthit kembali menggeliat, di sebelah ranjangnya ada Kongpob yang tertidur dengan kaos yang sudah ditanggalkan, dan ia sedikit terkejut mendapati pendingin ruangan yang menyala kemudian ada selimut yang menutupi tubuh--tunggu! Apakah Kongpob melakukan hal yang tidak senohoh padanya? Arthit segera menyibak selimutnya.

"Huft! Aman!"

Eh tunggu, belum selesai sampai di sini, Arthit mencoba berdiri dan berjalan mengelilingi kamarnya dan mencoba merasakan sesuatu.

"Bokongku tidak sakit, tubuhku bugar," Gumamnya lirih, lalu ia mencoba menurunkan selimut Kongpob yang hanya setinggi pinggang. Celananya masih terpasang rapih. Ia belum puas, Arthit kembali berkeliling kamarnya, menelisik pojok sekitar Kongpob, tempat sampah, sampai kamar mandi. Pemuda manis itu juga membuka laci Kongpob. Tak ada hal-hal yang mencurigakan. Sepertinya Arthit sudah gila, Kao temannya yang sialan itu sudah meracuni otaknya dengan hal-hal tak baik untuk bayi polos seperti Arth-eh!

"Kau selalu mendengarkan dan mempercayai kata-kata sampah dari Kao, itu sebabnya aku selalu memanggilmu bayi..." Arthit terkesiap, sejak kapan Kongpob bangun?

Pemuda manis yang sudah bangun terlebih dulu itu tertawa kikuk, rasanya seperti tertangkap basah sedang mencuri sesuatu, "Eh...Kong sudah bangun, hehe..." Pemuda satunya mengangguk, ia tersenyum lalu meraih kaos yang ada di kakinya, "Maaf, aku terbiasa tidur tanpa kaos, setelah ini aku akan belajar menggunakan kaos saat tidur," tuturnya, ia menatap Arthit yang kaku sendiri terduduk di ranjangnya, Kongpob tersenyum kecil, "Sudahlah, lupakan saja," ujarnya lagi "Kau lapar? Aku belum melihat kau memakan apapun sejak pagi"

Kruyuk...

"Ehe...Kong, kau punya sesuatu untuk di makan?"

Lagi-lagi Kongpob tersenyum, senyumanya terkadang membuat Arthit ingin melebur saja, senyuman Kongpob terlalu berbahaya untuk kesehatan dirinya. Kongpob beranjak menuju mini bar di dalam kondo mereka, menyiapkan satu piring makanan yang sengaja ia belikan untuk Arthit. Sementara pemuda satunya menyusul Kongpob, "Nah, ini makanlah, maaf aku hanya membeli ini untukmu" Kongpob menyodorkan satu piring nasi beserta ayam saus Jepang. Meskipun sudah beberapa jam sejak di buat, namun aromanya masih membuat Arthit keroncongan. Kongpob meninggalkan Arthit yang sedang makan, Kongpob ingin mandi.

Sementara Arthit teringat sesuatu, "Euhh, Kong! Kita tak punya apapun untuk sarapan besok pagi!"

"Aku tadi keluar gedung, di depan sana ada banyak penjual makanan! Besok kita beli lagi saja!" Sahut Kongpob dari dalam kamar mandi.

"Baiklah"

Kongpob dan Arthit telah tertidur beberapa jam, langit sudah gelap sekarang, jika mereka ingin melanjutkan tidur mereka sudah tidak bisa lagi, kantuk mereka sudah hilang. Tetapi jam masih menunjukkan waktu tujuh malam, belum larut jika Arthit pergi ke minimarket sekarang, "Kong, aku ingin pergi ke minimarket, kau mau menitip sesuatu?" Tanya Arthit selepas mandi.

Pemuda satunya menggeleng, "Aku ikut saja," tutur Kongpob, kemudian Arthit mengangguk, "Kalau begitu kita ke supermarket saja! Aku ingin belanja bahan makanan, kan lumayan jadi tidak usah selalu membeli makanan, itu terlalu boros!"

Rasanya seperti pengantin baru, pindah ke tempat baru berdua, kemudian berbelanja di supermarket berdua. Astaga Arthit! Apa yang kau pikirkan? Tapi ini serius, Kongpob berdiri di belakang troli belanja mengikuti Arthit di depan troli yang asyik memilah bahan makanan. Ibu Arthit sepertinya akan bangga dengan putranya yang kini sudah pandai memilah bahan makanannya sendiri. Sementara itu Kongpob memandangi sahabatnya dari samping, Arthit yang tengah serius menghadap rak penyedap itu terlihat menggemaskan.

Diam-diam Kongpob tak sengaja membayangkan, apa ini yang terjadi jika ia menikah dengan Arthit nanti?












Kerjaan lama yang terbengkalai...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kongpob Arthit OneshootTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang