Arthit berkali-kali menarik napasnya dalam dan perlahan membuangnya kasar. Perasaannya campur aduk, dalam hati ia merapalkan doa-doa memohon perlindungan-Nya agar hari ini berjalan lancar.
"Khun Arthit, anda siap?"
Lelaki berusia seperempat abad itu menatap Fon sahabatnya kemudian mengangguk pasti pada perawat yang akan membawanya ke meja operasi.
"Keponakanku perempuan, ia lebih menyukai barang imut nan mewah, namun jika aku bisa, aku ingin anak laki-laki"
Sepanjang perjalanan menuju ruang operasi, Arthit teringat semua perkataan suaminya sebelum dia dan Arthit sepakat untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Kongpob, nama suami Arthit. Lelaki yang dua tahun lebih muda dari Arthit itu berkata jika ia menginginkan anak laki-laki di masa depan.
Sejak Kongpob mengatakan hal itu, ada setitik rasa bersalah dalam diri Arthit karena telah mengungkapkan perasaannya pada Kongpob dan mereka memutuskan menjadi sepasang kekasih.
Arthit dan Kongpob menikah tiga tahun yang lalu, Keluarga Kongpob dan Arthit menerima menantunya dengan baik meskipun di awal ada rasa kecewa dari ibu Arthit yang menikahi seseorang yang berjenis kelamin sama dengan anaknya itu. Berbeda dengan orang tua Arthit, keluarga Kongpob menerima Arthit amat baik bak putranya sendiri.
Saat Arthit menemui seluruh keluarga inti Kongpob, ia baru mengetahui jika Kongpob adalah satu-satunya penerus warisan kedua orang tuanya yang mana pastilah Kongpob dituntut untuk mempunyai pewaris juga.
Hal ini juga yang membuat Arthit merasa rendah diri dan merasa tidak berguna karena tidak bisa membalas kebaikan keluarga Kongpob. Namun tak ingin semakin mengecewakan orang tersayangnya, Arthit tetap melanjutkan pernikahannya dengan Kongpob sambil berusaha mencari ibu pengganti agar Kongpob bisa memiliki keturunan hingga sampai ia bercerita pada sahabat sekaligus istri dari kakak tingkatnya.
"apa kau tidak takut jika ibu pengganti itu akan merebut Kongpob dan perhatian keluarganya karena ia mengandung pewaris Kongpob? Kenapa tidak kau saja yang mengandung?"
Arthit terkesiap dengan pertanyaan sang kakak tingkat, bagaimana bisa? Dirinya mengandung sementara ia seorang laki-laki.
"Satu bulan dari sekarang, aku akan menghubungi temanku di China. Pikirkan apa keputusanmu"
Hingga disinilah Arthit, negara bersama dengan kedua kakak tingkatnya yang juga sahabat dekatnya dan Kongpob. Meminta bantuan ibu dan ayah Kongpob untuk menyembunyikan dari Kongpob tujuan Arthit pergi ke China.
"Aku ditugaskan papa untuk mengatasi kekacauan di pabrik pusat cabang China, sekitar enam bulan mungkin aku baru bisa kembali" ucap Arthit kala itu pada suaminya yang berakhir terus merengek hingga Arthit terbang ke China untuk tujuan lain.
Awalnya, orang tua Kongpob melarang dengan alasan mereka menerima Arthit apa adanya.
"Setiap kami berkencan, Kong selalu murung ketika tak sengaja melihat anak kecil bahagia dengan orang tuanya. Aku merasa sedih, aku merasa telah menghancurkan satu kebahagiaan Kongpob, jika aku tak melakukannya sekarang juga, maka aku akan menyesal seumur hidup. Ini bukan tentang pewaris perusahaan kalian, jika kalian telah menuliskan warisan bagian Kongbop akan di bagi dua denganku, meski Kongpob tak mempermasalahkan itu. Tapi ini masalah hati, aku tak bisa membiarkan suamiku termurung begitu saja menginginkan anak kandung seumur hidupnya tapi tak ia dapatkan karena aku seorang lelaki. Aku mencintainya, ia telah bahagia karena memiliki aku dan kalian, tapi ada satu sisi bahagia Kongpob yang belum tercapai, dan aku akan melakukan apapun demi mewujudkan kebahagiaannya"
Dengan perkataan Arthit saat itu, akhirnya orang tua Kongpob dan Arthit menyetujui bahkan membantu keputusan yang telah Arthit buat.
Operasi pencangkokan rahim.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kongpob Arthit Oneshoot
FantasyKumpulan cerita singkat tentang Kongpob dan Arthit