21 | Kopi Pahit dalam Hidupku

307 67 20
                                    

Aku menyalakan tape mobil, memutar lagu Young and Beautiful milik Lana Del Rey. Sesekali kulirik Dimas yang sedang fokus mengemudi, lalu Yasmin di kursi belakang lewat kaca spion dalam. Perempuan itu seperti tak merasa bersalah. Santai saja dan malah asyik mendengarkan lagu dari ponselnya dengan memakai headset, serta asyik memandang ke luar mobil.

Aku menghela napas. Pada akhirnya tak bisa menolak permintaan Dimas untuk menemani Yasmin selama Haris masih lembur di kantornya. Dimas sendiri tak enak pada buliknya jika harus menolak, apalagi Yasmin sangat memaksa, mengatakan bahwa hanya Dimas saudaranya di sini dan tak enak terus-menerus merepotkan Juwita yang juga tengah sibuk membantu Yasa.

Ya, kalau alasan itu aku sih bisa terima. Aku ingat bagaimana keluarga besar Haris, terutama mantan ibu mertuaku. Lebih baik menghindari mereka daripada akan sakit hati. Jadi, pilihan Yasmin merepotkan Dimas sudah tepat, meski membuatku kesal karena pada akhirnya aku harus ikut juga. Dimas pasti juga merasa tak nyaman sendirian ke mana-mana mengantar Yasmin. Apalagi aku menawarkan mobil untuk dia pinjam.

Ya sudah, selama aku longgar, it's okay! Aku tersenyum kecut, karena teringat ini akhir bulan. Pantas saja Haris sibuk. Dulu, kalau pas tutup bulan dia sampai tak pulang ke apartemen. Aku memaklumi hal itu, terus memaklumi, sampai kemudian sadar bahwa dia sering menggunakan alasan pekerjaan untuk menemui perempuan lain.

Tiba-tiba dadaku sedikit sesak. Kulirik lagi Yasmin dari kaca spion dalam. Kalau diingat-ingat memang perempuan itu terus sendirian dan Haris jarang menemaninya. Aku tak tahu apakah pekerjaan sebagai kepala cabang sesibuk itu, karena dulu waktu masih menjadi suamiku, jabatannya masih sebagai account officer.

Aku segera menggeleng pelan, ketika tiba-tiba persangkaan bahwa jangan-jangan Haris menggunakan lagi alasan pekerjaan untuk berselingkuh, terjadi lagi pada Yasmin. Mengingat pasti Haris juga tak mau menyia-nyiakan Yasmin yang masih muda, manis, penurut dan sedang hamil ini.

Bagian reff pada lagu Young and Beautiful membuatku tersadar dari lamunan, bersamaan dengan suara Dimas yang memanggilku. Segera kutatap Dimas dengan pandangan tanya.

"Mau makan di mana, Mbak?" tanya Dimas.

Aku mengerutkan kening. "Makan? Kita enggak cuman anter Yasmin aja?"

Dimas terkekeh-kekeh. "Belokan depan udah rumah Mas Haris. Maksudku, setelah nurunin Yasmin, kita mau makan di mana? Abis Mbak Fara bengong, jadi aku khawatir."

Aku ikut tertawa. "Oh, astaga! Maafin aku, Dim. Iya iya, gimana kalau di rumah aja? Mama bentar lagi pulang, Mbak Minah juga udah masak sayur dan goreng ayam. Kita makan bertiga."

Dimas tersenyum sambil mengangguk. "Oke, Mbak," jawabnya.

Mobil lalu mengarah ke belokan kiri dan beberapa detik kemudian sudah sampai di pelataran sebuah rumah sederhana, tempat Haris dan Yasmin mengontrak sementara, selama rumah KPR yang dibeli Haris masih dalam proses pembangunan.

"Aku enggak turun, ya?" tawarku pada Dimas, minta izin tetap di mobil. Dimas mengangguk. Dia turun untuk membantu Yasmin menurunkan satu koper baju yang tersisa.

"Mbak enggak turun?" Yasmin menanyaiku sambil memasukkan headset dan ponsel ke dalam tas kecilnya.

"Enggak, kami agak buru-buru karena mau makan malam sama mamaku di rumah." Aku menjawab sambil menatap Yasmin.

Yasmin tersenyum tipis. "Apa karena Mbak enggak mau ketemu Mas Haris? Bukannya aku udah bilang kalau kita bakal jadi satu kel--"

"Yas!" Aku segera memotong dengan nada setenang mungkin dan berusaha menekan emosi sekuat yang aku mampu. "Kasih aku waktu. Oke? Bukan karena aku masih gimana-gimana ke suamimu itu, tapi kenanganku sama dia di masa lalu--"

Kau dan Kopi di Senja Hari [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang