#01

537 33 2
                                    

"Sa! Rasya sa!"

Panggilan itu membuat Raysa langsung tertuju pada yang memanggilnya. Dengan cepat, dia mengikuti orang yang memanggilnya. Bisa-bisanya guru sedang rapat, dan Rasya dalam masalah. Raysa berlari mengikuti temannya yang menunjukkan jalan dimana Rasya mendapatkan masalah.

Dan benar saja, Raysa sudah terkapar di lantai dengan siswa-siswa lain yang mengerubunginya sambil menendangnya.

"MAS ACA!"

Teriakan itu membuat siswa-siswa yang sedang membully saudara kembarnya itu menoleh ke arahnya. Rasya dengan lemah mengalihkan pandangannya pada Raysa yang sudah berdiri beberapa meter saja darinya.

"wahhh, pahlawan lo dateng nih, sya..." kata salah satu siswa yang menendang perut Rasya. Raysa menatapnya dengan tatapan yang tajam.

"lo apain kembaran gue, sialan? sekarang, gue mohon dengan sangat, jangan gangguin Mas Rasya lagi..." kata Raysa dengan telapak tangan yang disatukan di depan wajahnya, tanda dia memohon agar Rasya tidak lagi diperlakukan begitu.

"ya salahin dia, kenapa dia terlahir cacat begitu?" tanya yang lainnya.

"AZKA!" teriak Raysa pada siswa yang menyebut saudaranya dengan kata 'cacat'.

"caaa... sakit caaa..."

Pandangan Raysa langsung tertuju pada Rasya yang memegangi perutnya dengan mata tertutup. Raysa langsung menghampiri kembarannya itu.

"gue gamau sekali lagi ada kejadian kayak gini. Lo yang bertanggung jawab, Azka!"

"ah ga rame, cabut deh cabut..." kata siswa yang merupakan ketua dari kelompok itu, Azka.

"liat gini lagi, gue gak segan buat lapor kepala sekolah dan ngutuk lo, Ka!" teriak Raysa dengan mata yang berapi-api.

"bodo amat, suruh siapa dia cacat?"

"Azka! Anjing lo ya!"

Raysa yang sedang menangis itu membantu Rasya untuk duduk, lalu dipeluknya saudaranya itu dengan erat.

"Mas acaaa... maafin gue... gue teledor jagain lo..." kata Raysa dengan tangisannya yang mengencang.

"harusnya gue yang jagain lo, ca... maaf ya, gue gabisa jadi Mas yang baik buat lo..." kata Rasya sambil membalas pelukan Raysa dengan kekuatan yang tersisa.

Nafas Raysa memburu, cepat. Ketakutannya muncul. Inilah yang dia rasakan setelah memberanikan diri untuk memaki orang lain, memarahi orang lain, ah pokoknya apapun yang bukan menggambarkan perempuan anggun, dia akan ketakutan. Seakan itu kesalahan, walaupun kenyataannya benar.

"tuh kan... gausah sok berani gitu..." kata Rasya dengan senyumannya, sampai terlihat jika sudut bibir bagian kirinya robek.

"diem, bibir lo, astaga Mas Aca! Ayo berdiri, ke UKS sekarang..."

---

"gue gamau papa liat lo babak belur gini, gue mau lo, diem di kamar abis gue obatin, ok Mas?"

Pertanyaan dari Raysa hanya ditanggapi anggukan oleh Rasya. Dia harus diobati ulang karena dia baru selesai mandi, dan jelas obat yang menempel tadi siang sudah hilang.

|1| My Precious Brother  •  Sunghoon ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang