#02

290 29 4
                                    

“tada…”

Mata sembab Raysa terlihat berbinar saat setelah Rasya memperlihatkan susunan makanan pada B&B plate-nya.

“jangan bilang ini buatan bi Inah, tapi lo yang ngaku-ngaku…” kata Raysa yang sengaja meledek kakaknya itu.

Rasya menghampiri Raysa dengan piring ditangannya, dia berjalan dengan hati-hati. Takut jika jalanya yang tidak seimbang ini menjatuhkan piringnya.

“bukan, ini special buat lo, Roti dengan selai caramel...” kata Rasya yang terlihat menyunggingkan senyumannya, walaupu rasanya sakit karena luka di sudut bibirnya itu masih terlihat basah.

“hah? selai apa? Ngadi-ngadi lo…”

“gue liat ini di internet, gue nyoba buat, eh berhasil… Cobain dong…” kata Rasya yang menaruh piring dengan hasil karyanya itu di depan Raysa. Rasya menatap asisten rumah tangganya yang tersenyum kearahnya sambil mengangguk.

“beneran ya, gue coba…” kata Raysa yang kini menggenggam Roti lapis dan bersiap memakannya.

Rasya segera mendekati kursinya dengan terburu-buru saat seseorang yang dia segani datang ke dapur. Ya, siapa lagi jika bukan Frans, papa mereka berdua dengan adiknya itu.

“enak loh, Mas… beneran… bikinin gue roti lapis ini tiap hari ya…” kata Raysa yang tidak menyadari kedatangan papanya, sedangkan orang yang sedang dipujinya menunduk dan melanjutkan makannya.

“kenapa anak papa bahagia begini hm?”

Pertanyaan dari Frans barulah membuat Raysa sadar bahwa papanya mendekati meja makan.

“ah, ini pa. Mas Aca bikin selai caramel, enak loh pa buat roti, papa mending cobain juga…” kata Raysa yang semangat memakan sarapannya. Bahkan menginstruksikan asisten rumah tangga mereka, Inah, untuk menambah porsi untuknya.

Frans duduk di kursinya, menatap roti lapis berisik selai caramel buatan anak sulung yang ia benci itu. ia mulai menggenggam roti itu dan memakannya.

Rasya menunggu respon papanya dengan tenang sambil memakan sarapan miliknya, namun tidak berani menoleh kearah papanya itu. namun saat papanya menarik tissue untuk mengeluarkan apa yang dimakannya, Rasya melirik kearah papanya.

“gaenak, makanan apa ini. Bi Inah buatin saya roti kayak biasa aja…”

Raysa tertunduk kecewa mendengar tanggapan dari papanya itu. Memang selainya tidak enak dan Raysa hanya berpura-pura mengatakan enak atau dia sebegitu dibencinya oleh papanya? Ah mungkin keduanya. Dia saja yang terlalu percaya diri pada dirinya sendiri.

Namun jika alasannya adalah karena dia dibenci oleh papanya, wajar. Tidak ada yang bisa dibanggakan oleh orang tua tunggalnya itu. mulai dari fisik hingga prestasi baik akademik maupun non-akademik, dia tidak memilikinya. Keadaan fisiknya yang terbilang tidak normal itu membuatnya terhambat jika ingin menggapai impiannya.

Sedari kecil, dia hanya bisa bermimpi tanpa menggapainya, ya, karena fisiknya. Dia ingin mencoba mengikuti lomba-lomba, namun guru yang tidak baik menyepelekan dirinya karena kondisi kakinya yang bisa membuat nama sekolah jadi tidak baik.

Dia juga mengikuti ekskul beladiri saat ingin menjadi atlit pun terhambat karena dia sering diejek teman-temannya, lagi-lagi karena kakinya yang pendek sebelah. Padahal hanya 10cm saja perbedaanya. Namun tetap ia akui, itu adalah kelemahan terbesarnya.

|1| My Precious Brother  •  Sunghoon ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang