#04

224 25 5
                                    

3 hari 3 malam, Rasya enggan membuka matanya. Setiap harinya, Raysa berangkat ke sekolah dengan harapan saat dia kembali, Raysa mendapati Rasya yang menyambutnya. Bahkan mungkin isi ruang pesan antara dirinya dan Andrea penuh dengan pertanyaannya yang khawatir pada Rasya.

Ini hari hari keempat, dan dia mendapatkan pesan bahwa Rasya tersadar dan langsung mencari dirinya. Dia bahkan meminta izin kepada guru piket untuk hanya masuk setengah hari saja.

“Ca, lo ngapain kesini? Lo harusnya sekolah kan…”

Mata Raysa berair, dan air itu bisa jatuh kapan saja. Bisa-bisanya Rasya memikirkan sekolahnya dibandingkan dengan bertemu dengan dirinya.

“lo yang nyari gue Mas, gue gasalah kan? Gatau ah, lo lama banget tidurnya, gue khawatir tau…” kata Raysa yang kini memegangi tangan kanan Rasya.

“persiapan olim lo gimana, ca?”

“ya ampun, masih mikirin itu? gue peduli sama lo sekarang, kerasa apa aja di badan Mas?” tanya Raysa yang menggengam erat tangan Rasya, tak ingin kehilangan kakaknya itu.

“badan gue lemes, kepala gue masih sakit, puyeng gitu, pandangan gue agak burem…” jawab Rasya dengan nada lembutnya.

“dokter udah cek Mas Aca kan, Mas Andre?”

Pertanyaan itu membuat Andrea, yang menemani Rasya selama Raysa di sekolah menoleh dan mengangguk ke arahnya.

“kata dokter apa?” tanya Raysa lagi.

“den Aca istirahat aja, rajin minum obat, dipastiin selama 2-3 hari bisa pulih dan bisa pulang…” jawab Andrea dengan tegas.

“denger kan kata dokternya tadi, istirahat sana, biar cepet pulang…” kata Raysa yang kini menatap mata Rasya dengan tatapan serius, namun Rasya malah menyunggingkan senyumannya.

“lucu…” kata Rasya yang masih memasang senyuman lemahnya. Menurutnya wajah adiknya yang serius itu menggemaskan. Ah, adiknya sudah berusia 16 tahun, namun kenapa dia begitu lucu?

“ah mas apaan ah, istirahat, gaada penolakan!”

Rasya melihat Raysa berdiri dan mulai meninggalkannya sendiri di ruangan itu. dia tersenyum simpul. Padahal dia ingin bercerita banyak tentang apa yang dia alami saat tidak sadarkan diri.

“Mas ketemu mama, ca…”

---

 
“Mas Andrea liat kan, bahkan saat dia sakit gitu, dia masih bisa senyum, ini yang bikin Caca takut kalo Caca bakalan kehilangan Mas Aca…”

Andrea yang posisinya hanya bawahan Frans yang baru yang masuk ke dalam keluarga itu kini mengerti bagaimana keluarga itu berhubungan. Dan rasa sebagai saudara yang saling mempunyai satu sama lain, dia juga merasakannya.

Andrea, yang kini berusia 22 tahun, mempunyai adik perempuan yang umurnya 5 tahun lebih muda darinya, namun telah meninggalkannya 7 tahun yang lalu. Posisi Raysa kini seperti dirinya pada 7 atau 8 tahun lalu, dimana adiknya dikabarkan mengidap kanker.

“saya tahu bagaimana perasaannya non Caca, pasti gamau kehilangan saudara kandungnya… apalagi kalian tumbuh bersama…”

“oh, Mas Andrea nangis?”

|1| My Precious Brother  •  Sunghoon ParkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang