2. Siaran Radio

119 31 6
                                    

BRUGH!

Terdengar suara jatuh. Bukan benda, melainkan Dohyun yang menghempas tubuhnya ke atas kasur di ruang istirahat dokter. Sejak pulang kencan buta dirinya menggantikan dokter Yoon melakukan visite pada beberapa pasien yang ditangani oleh dokter Yoon. Beliau sedang menunggui istrinya melahirkan hari ini.

Tidak hanya melakukan visite, Dohyun juga mengerjakan pekerjaan lain sekaligus tugas kuliahnya di sela-sela waktu istirahat. Kini tubuhnya bisa merasakan nyamannya kasur setelah bekerja seharian. Baru saja akan memejamkan mata, seseorang mengetuk pintu beberapa kali memaksanya untuk menyahut.

"Masuk saja, aku sedang berbaring." Jawab Dohyun dalam keadaan lelah.

Seseorang membuka pintu lebar-lebar masih menggunakan sneli serta stetoskop menggantung di lehernya. Dia Kim Minjae, junior sekaligus orang kepercayaan Dohyun yang dapat ia andalkan dalam situasi terjepit. Pria berusia satu tahun di bawahnya itu menggerakkan kedua tangan menuju mulut secara bergantian.

"Pergilah bersama yang lain. Aku akan pulang sebentar lagi," sahut Dohyun masih berbaring.

"Sunbae tidak lapar?"

"Sedikit. Tapi aku sangat lelah dan perlu istirahat."

"Kalau begitu makanlah terlebih dahulu. Jika kau selalu menyuruh pasien makan secara teratur, kau juga harus melakukan hal yang sama. Dokter IGD lain akan kewalahan tidak ada tenaga medis tambahan saat tahu kau sakit karena tidak makan." Ucap Minjae cukup cerewet. Kini pria itu sudah berdiri di depan Dohyun.

Melihat wajah memelas serta betapa cerewetnya sang junior, Dohyun terpaksa mengiyakan ajakan makan malam. Ia memerintahkan Minjae segera mengganti pakaian. Wajah pria itu secara ajaib langsung berubah secerah mentari di pagi hari.

Selesai berganti pakaian, mereka berdua berjalan menuju keluar rumah sakit. Di sepanjang koridor ada saja beberapa perawat menyapa pada Dohyun, seperti tersenyum atau memanggil namanya dengan suara sehalus mungkin. Minjae yang berada di sampingnya bahkan sudah berusaha tidak menggoda sang senior. Dohyun memang di kenal sangat ramah pada siapapun.

Ketika berhasil keluar dari rumah sakit Minjae langsung tertawa kencang, menarik perhatian para pejalan kaki.

"Hyung, semua perawat muda di rumah sakit ini menyukaimu. Apa kau juga menyadarinya?" tanya Minjae setelah berhenti tertawa. Air matanya bahkan keluar karena terlalu banyak tertawa.

"Bicara apa kau ini. Tadi mereka hanya menyapaku seperti biasa," sahut Dohyun merangkul bahu Minjae.

Minjae mencibir pelan, "Kau sungguh tidak peka. Ceritakan saja bagaimana kencan buta tadi pagi. Apa berjalan lancar?"

Bukannya menjawab pertanyaan, Dohyun semakin mengeratkan rangkulannya di bahu sang junior memaksa untuk berjalan lebih cepat. Tujuan mereka adalah pergi ke kedai jajangmyeon langganan Dohyun yang letaknya berada di belakang rumah sakit.

Hanya orang-orang tertentu yang mengetahui di mana letak sebenarnya kedai jajangmyeon  tersebut. Dari belakang rumah sakit masih harus berjalan sejauh 200 meter menuju sebuah gang sempit yang tidak bisa dilewati menggunakan motor dan letak kedai ini berada di ujung gang tanpa ada tulisan bahwa itu memang kedai.

Saat menggeser pintu kedai sudah dapat tercium harum dari saus kedelai jajangmyeon.

"Sudah lama kau tidak datang anak muda. Apa pekerjaanmu berjalan baik?" tanya seorang perempuan paruh baya baya berusia menjelang 60 tahun. Tubuhnya masih terlihat bugar, namun guratan di wajahnya tidak bisa menipu mengenai usia aslinya.

Dohyun tersenyum disertai mengangguk kecil. "Semua berjalan lancar. Bagaimana keadaan bibi dan paman? Apa paman masih sering mengeluh sakit pinggang?" tanyanya memperagakan orang sakit pinggang.

What's The End for Us?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang